Resik Lawon, Tradisi Cuci Kafan di Banyuwangi

Resik lawon, ritual di Banyuwangi yang telah berlangsung ratusan tahun hingga kini masih bertahan. Ritual tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap jasa Ki Buyut Cungking, penasehat Prabu Tawangalun pada masa kerajaan Blambangan. Kerajaan ini disebut-sebut sebagai cikal bakal Kabupaten Banyuwangi.

Warga di Kabupaten Banyuwangi biasanya menggelarnya menjelang Ramadan. Tahun ini, resik lawon digelar pada 10 hingga 15 Ruwah dalam kalender Jawa. Selama ritual dijalankan, warga membersihkan petilasan Ki Buyut Cungking serta melepas kain putih penutup cungkup makam. Kain-kain itu selanjutnya dibawa dengan berjalan kaki ke Dam Krambatan Banyu Gulung di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Giri untuk dicuci.

Setelah dicuci, kain-kain tersebut dipikul secara bergantian menuju Balai Tajuk untuk dibilas sebanyak 3 kali. Selama prosesi berlangsung, terjadi pembagian tugas. Laki-laki menjalankan proses ritual, perempuan masak untuk disuguhkan kepada para tamu.

Air bekas bilasan dipercaya membawa berkah. Air ini disiramkan ke sawah supaya hasil panen baik. Selain itu, air bekas bilasan juga biasanya direbutkan warga untuk cuci muka dan mandi.

Kain-kain yang sudah dibilas dijemur di tengah jalan desa. Kain ini tidak boleh terkena tanah. Selanjutnya kain diangkat setelah kering dan dibawa kembali ke Balai Tajuk. Prosesi terakhir ialah mengganti kain putih penutup dengan kain baru sumbangan warga. Setelah pencucian kain selesai, warga melakukan selamatan di petilasan Ki Buyut Cungking.

Beberapa tahun terakhir, tradisi ini sudah mulai ditinggalkan generasi muda. Maka, tak heran kalau peserta prosesi ritual lebih banyak kalangan lanjut usia. Lantas, bagaimana dengan Anda? Termasuk generasi muda yang memilih menjaga atau meninggalkan tradisi lama?

Baca juga tradisi lain yang mulai ditinggalkan generasi muda pada artikel Nyorog, Tradisi Jelang Ramadan Yang Mulai Terlupakan.