PWJ Desak Kapolri Seret Polisi Lakukan Kekerasan terhadap Jurnalis


Polisi menembakkan gas air mata ke arah pedemo, Jakarta, Kamis (8/10). (Foto: MP/Rizki Fitrianto)
MerahPutih.com - Kekerasan demi kekerasan terjadi saat jurnalis meliput aksi unjuk rasa memprotes Undang-undang (UU) Omnimbus Law Cipta Kerja di kawasan Jakarta dan beberapa daerah yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Salah satunya seorang jurnalis Merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono yang bertugas meliput aksi demonstrasi penolakan UU Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Monas Gambir Jakarta Pusat. Hingga Kamis (8/10) malam pukul 23.30 WIB Ponco masih belum diketahui keberadaannya.
Terakhir, Ponco Sulaksono mengirim berita melaporkan situasi demo di kawasan Gambir ke redaksi 15.14 WIB.
Baca Juga:
Jenguk Demonstran, Anggota DPR Adian Napitupulu Sambangi Polda Metro Jaya
Tim redaksi Merahputih.com pun langsung mencari keberadaan Ponco hingga menghubungi aparat kepolisian dari Polda Metro dan Polres Jakarta Pusat.
Namun sampai Jumat (9/10) dini hari tadi keberadaan Ponco masih belum diketahui. Sampai-sampai tim redaksi mengecek langsung ke Polda Metro di mana para aksi demonstrasi yang tertangkap ditampung di sana.
Kemudian fotografer Suara.com Peter Rotti dirampas kamera dan kartu memorinya serta mengalami penganiayaan oleh aparat polisi. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, saat Peter merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.
Ketika itu, Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.
Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya.
Kemudian disusul enam orang polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.
Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi.

Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi tersebut.
"Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter.
Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun kameranya dikembalikan kepada Peter.
Hal yang sama dialami Tiga jurnalis Palu Sulawesi Tengah. Mereka dipukul oknum polisi saat sedang meliput demo penolakan omnibus law UU Cipta Kerja. Dua dari tiga korban kekerasan terhadap wartawan tersebut adalah perempuan.
Ketiga wartawan yang dipukul itu mengaku sudah memperlihatkan ID card pers. Namun, oknum tidak menghiraukannya dan memukul ketiganya. Salah satu korban, Alsih, dipukul tepat di arah wajah.
Adhy salah seorang jurnalis mendapatkan pukulan di bahu bagian belakang dan Windy terkena lemparan batu dari arah kerumunan polisi.
Selain kekerasan yang terjadi, Poros Wartawan Jakarta (PWJ) juga mendapat laporan soal hilangnya beberapa jurnalis saat meliput aksi penolakan UU Cipta Kerja.
Atas berbagai kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis, Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mengecam keras aksi penganiayaan terhadap jurnalis saat meliput aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini merupakan ancaman atas kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers yang dilindungi undang-undang, dalam hal ini Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca Juga:
Cek Kawasan Senen, Anies Terenyuh Ruko Buku Ikut Hangus Terbakar
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah. Setiap orang" dalam pasal itu termasuk polisi atau aparat negara lainnya.
Terkait hal itu PWJ menyatakan sikap :
1. Mendesak Kapolri Jenderal Idham Aziz mengusut tuntas hal ini. Memproses hukum pelaku kekerasan dari unsur Polri tidak hanya di tingkat kepolisian tetapi juga di pidana umum;
2. Mendesak Kapolri mengeluarkan Keputusan Kapolri yang khusus mengatur seputar instruksi kepada seluruh jajajran Polri agar menghormati profesi kerja jurnalis;
3. Meminta kepada semua kalangan semua pihak baik institusi negara maupun kelompok masyarakat agar juga menghormati profesi jurnalis dalam melakukan peliputan. (Asp)
Baca Juga:
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Nepal Bergejolak, Mantan Ketua Mahkamah Agung Disebut-Sebut akan Pimpin Transisi Politik

Protes Gen Z di Nepal Lebih daripada Menentang Pemblokiran Media Sosial, Tantang Kesenjangan Sosial, Korupsi, dan Nepo Kids

Tentara Nepal Bergerak Pulihkan Ketertiban, Perintahkan Warga Tetap di Rumah

Gen Z Nepal Sebut Protes Telah Disusupi Kelompok Oportunis, Tentara Mulai Berpatroli di Jalanan

Situasi Nepal Kian Panas, Istri Eks Perdana Menteri Tewas Setelah Rumahnya Dibakar Massa

19 Tewas dalam Demonstrasi Tolak Larangan Medsos dan Serukan Penindakan Korupsi, Perdana Menteri Nepal Mundur

PM Sharma Oli Mundur Setelah Demonstrasi yang Tewaskan Warga Nepal

Nepal Akhirnya Cabut Larangan Media Sosial setelah Protes Besar Menewaskan 19 Orang

Dijenguk Menko Yusril di Rutan Polda, Delpedro Marhaen Bersikukuh Tidak Bersalah

Menko Polkam Sjafrie Pastikan Indonesia Aman meski Masih Ada Demo
