Pro-Kontra Belanja Online, Diskon Besar dan Sumbangan Sampah


Pro dan kontra selalu ada dalam dunia bisnis. (Foto: Pexels/freestock)
HARI Belanja Online Nasional (Harbolnas) selalu ditunggu. Siapa yang tak suka diskon dan berbagai keuntungan berbelanja lainya? Selain itu, Harbolnas menuai pujian sebagai tren positif terutama pagi para pelaku bisnis online.
Melansir laman Indonesian Updates, Harbolnas tahun 2019 sukses membukukan transaksi senilai Rp9,1 triliun dari prediksi yang hanya Rp8 triliun. Ini tentunya membuat orang-orang semakin optimis bahwa bisnis online dapat berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Baca Juga:

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Google Search, pada tahun 2018, Indonesia adalah yang terbesar dan paling cepat berkembang ekonomi internet di Asia Tenggara. Total nilai ekonomi internet di Indonesia mencapai USD27 miliar sekitar Rp400 triliun.
Tetapi, setiap hal pasti ada pro dan kontranya.
Dengan adanya diskon besar-besaran, ini menggoda masyarakat untuk belanja lebih banyak. Membuat mereka membeli barang yang sebenarnya mereka tidak perlu.
Tanpa diskon besar-besaran, hanya dengan melihat ada promo bebas ongkir, buy one get one, atau program sales lainnya bisa mendorong masyarakat untuk belanja lebih banyak.
Pertama, ini dapat mendorong peningkatan sikap konsumtif masyarakat. Karena sudah ada diskon, ditambah masyarakat tidak perlu keluar rumah, dan bisa belanja kapan saja dan dimana saja. Membuat belanja menjadi terlalu gampang.
Sikap konsumtif masyarakat tidak hanya di Indonesia tapi secara global semakin buruk sehingga ada hari tanpa belanja. Di Indonesia sendiri hari tanpa belanja diperingati setiap tanggal 26 November.
Baca Juga:

Kedua, diskon besar-besaran ini memperburuk keadaan lingkungan yang sudah buruk. Saat kamu belanja online, pastinya akan ada lebih banyak sampah seperti bubble wrap, kardus, plastik, atau kertas.
Melansir laman Forbes, kita saat ini sedang tenggelam dalam lautan sampah, dan terlalu banyak sampah yang akhirnya berakhir di lautan. Sampah-sampah itu mengancam kelangsungan habitat di laut.
Tidak hanya memperburuk, masalah limbah jika dihubungkan dengan maraknya orang berbelanja. Ternyata dapat meningkatkan gas emisi karbon dari transportasi. Belum lagi jika ada barang yang tidak sesuai atau rusak yang mengharuskan adanya pengembalian barang.
Forbes menulis bahwa Amazon telah mengungkapkan jejak karbon perusahaannya yaitu sebanyak 44,40 juta metrik ton emisi CO2. Dari jumlah tersebut, bahan bakar fosil kendaraan pengiriman sendiri menyumbang 4,70 juta metrik ton. Pengiriman pihak ketiga, termasuk kemasan, mencapai 13,89 juta ton.
Jika dipikir-pikir, efek negatif dari tren diskon besar-besaran ini lebih banyak dan berat daripada positifnya. Jadi penting bagi masyarakat untuk dapat berbelanja secukup, seperlunya, dan menjadi konsumen yang bertanggung jawab. (lev)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pemerintah Beri Diskon Persawat Saat Akhir Tahun, Transaksi Harbolnas 2025 Dipatok Rp 35 Triliun

Belanja Cepat, Kebiasaan Baru Kaum Urban

Menkeu Purbaya Bakal Datangi Kementerian Yang Lelet Belanja, Paparkan Dihadapan Media

Transaksi Harbolnas 2025 Ditarget Tembus Rp 35 Triliun, Pemerintah Janjikan Diskon Besar-besaran

IdEA Beri Peringatan Keras Soal Fenomena 'Rojali' dan 'Rohana' yang Bikin Transaksi Turun Drastis

Menko Airlangga Bantah Penurunan Daya Beli, Klaim Belanja Online Terus Naik

Solo Raya Great Sale Targetkan Raup 10 Triliun, Didukung Kondisi Ekonomi Tujuh Daerah

Fenomena Inden, Mengejar Eksklusifitas: Mulai Mobil Mewah hingga Smartphone Canggih

USS Yard Sale 2025 Kembali Digelar, Bisa Belanja Lebaran dengan Promo Memuaskan!

Trik Belanja Hemat saat Ramadan, Pengeluaran Jadi Lebih Stabil!
