Polisi Bantah Tuduhan Diskriminasi Tahanan Pengeroyok Relawan Ahok


Ilustrasi Perkelahian (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
Kapolres Jakarta Barat Kombes Roycke Harry Langie membantah keras tudingan instansinya telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap tahanan Rubby Peggy Prima. Rubby Peggy Prima merupakan tersangka dugaan penganiayaan terhadap Iwan Bopeng, diduga pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
"Kembali kami jelaskan bahwa hal itu tidak benar. Tidak ada kami melarang ibadah. Foto itu kebetulan lagi ada ceramah keagamaan, bukan lagi salat. Kenapa jadi dibawa-bawa ke agama?" kata KBP Roycke dalam keterangan tertulis, Minggu (19/3).
Seperti diketahui, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menerima laporan soal perlakuan tidak manusiawi terhadap Rubby Peggy Prima. Disebutkan, Rubby Peggy Prima yang mengenakan celana pendek di dalam tahanan tidak bisa menunaikan kewajiban salat lima waktu. Atas aduan hal ini, ACTA kemudian melaporkan Polres Metro Jakarta Barat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Dalam laporannya, ACTA menyebut polisi melarang Rubby Peggy Prima mengenakan celana panjang sehingga tidak bisa menunaikan ibadah salat sebagai seorang Muslim.
Menjawab tuduhan itu, Kombes Roycke menegaskan setiap tahanan diberi kebebasan dalam melaksanakan kegiatan ibadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Polres Metro Jakarta Barat menyediakan fasilitas tempat ibadah.
Ia juga menambahkan, pihaknya tetap memperhatikan Hak Azasi Manusia (HAM) dalam penanganan terhadap tersangka.
"Sejak tahun 1998, tidak ada kita begitu-begitu. Kami tetap mengedepankan hak azasi. Cek saja di ruang tahanan kami, ada kok tempat ibadahnya," tandas Roycke.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Jakbar, AKBP Andi Adnan menjelaskan mengenai penggunaan celana pendek diatur dalam Perkap Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan di Lingkungan Polri.
"SOP Sat Tahti 001 Tahun 2013, dimana didalamnya dijelaskan bahwa yang jaga tahanan memeriksa barang yang dibawa pembesuk. Yang di mana tidak boleh ada antara lain, barang benda tajam, alat untuk menusuk, korek api, kain sarung, celana panjang, baju panjang, minuman keras, obat-obatan, serta alat komunikasi," ujar AKBP Andi Adnan pada Jumat (17/3) lalu.
Terkait pengeroyokan Iwan, Andi beranggapan kasus ini murni pidana. Jadi, tidak ada sangkut pautnya dengan Pilkada DKI Jakarta.
"Penyidik tidak kait-kaitkan dengan politik dan pilkada. Pasal 170 KUHP, di mana bunyinya adalah secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang atau orang," pungkas Andi.
Bagikan
Berita Terkait
Mahasiswanya Tewas di Kampus, Rektor UKI Tunggu Penyelidikan Polisi
CCTV Ungkap Mahasiswa UKI Sempat Cekcok dan Ribut Sebelum Tewas

Belasan Mahasiswa UKI Diperiksa Polisi Buntut Kasus Kematian Tak Wajar di Kampus

Tetapkan 8 Sekuriti dan 1 Turis Australia Tersangka, Kapolda Klaim Objektif Sidik Perkelahian Finns Beach Club Bali

Keroyok 4 Turis Australia, 8 Sekuriti Finns Beach Club Bali Jadi Tersangka

Polisi Tangkap 2 Tersangka Baru Kasus Pembubaran Diskusi di Kemang

Polres Jember Buru Pesilat PSHT Keroyok 5 Polisi

Tersangka Pengeroyokan di Sukolilo Jadi 10 Orang, Ditangkap di Hutan dan Saat Mau Kabur

Penganiayaan di Sukolilo, Pati, Polri Peringatkan para Pelaku untuk Menyerahkan Diri

PWNU Jakarta Sebut RK, Anies, Pras PDIP, hingga Kaesang Layak Jadi DKI 1
