Perludem Sayangkan DPR Tak Lanjutkan Pembahasan RUU Pemilu

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini
Merahputih.com - Anggota Dewan Pembina Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sangat menyayangkan Komisi II DPR memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum, yang akan menyatukan UU No. 10/2016 tentang Pilkada dan UU No. 7/2017 tentang Pemilu.
Mengingat, secara faktual dan objektif berdasarkan hasil evaluasi Pemilu 2019, ada banyak pengaturan dalam UU Pemilu yang memerlukan perbaikan.
"Agar pelaksanaan pemilu menjadi lebih mudah, sederhana, dan berkualitas," ujar Titi Anggraini dikutip Antara, Rabu (11/2).
Baca Juga:
Dengan demikian, memungkinkan pemilih untuk bisa memilih dengan cerdas dan penyelenggara pemilu tidak terlalu terbebani dalam menyelenggarakan pemilu akibat rerata beban yang terlalu berat untuk mereka kerjakan.
Meskipun misalnya Pemerintah dan sejumlah partai berkukuh tidak mau menormalisasi jadwal pilkada, bukan berarti UU Pemilu tidak perlu ada perubahan.
Terlepas dari keinginan sejumlah partai yang tidak menghendaki ada perubahan terkait dengan variabel sistem pemilu, semisal metode pemberian suara, besaran daerah pemilihan, ambang batas parlemen, maupun ambang batas pencalonan presiden, menurut Titi, tidak menutup adanya fakta bahwa sejumlah ketentuan undang-undang perlu disesuaikan agar bisa mengatasi berbagai kelemahan yang ada dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.

Titi lantas menyebut sejumlah kelemahan pada Pemilu 2019. Antara lain teknis penghitungan suara yang sangat membebani petugas, kemudian penetapan hasil pemilihan yang sangat lama sampai 35 hari setelah hari pemungutan suara.
Berikutnya, perbedaan persepsi antara penyelenggara pemilu terkait dengan sejumlah ketentuan dalam UU Pemilu maupun belum adanya landasan hukum yang kuat untuk penggunaan sistem teknologi untuk rekapitulasi suara. Hal ini seharusnya bisa disikapi dengan melalukan perbaikan melalui revisi UU Pemilu.
"Saya mengkhawatirkan penyelenggara pemilu akan mengalami kesulitan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 jika tidak ada perubahan dalam UU Pemilu," kata Titi yang juga Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah.
Baca Juga
Majunya Dinasti Politik Jokowi Lewat Gibran dan Bobby di Pilkada Rawan Korupsi
Menurut Titi, bukan tidak mungkin berbagai persoalan pada Pemilu 2019 akan kembali terulang, mulai dari petugas yang kelelahan hingga meningkatnya suara tidak sah (invalid votes), terutama pemilu DPD, DPR, dan DPRD, akibat pemilih yang kebingungan, dampak dari kompleksitas pemilihan yang berjalan.
Selain itu, menurunnya kualitas dan mutu profesionalisme, kinerja, dan performa penyelenggara pemilu yang berdampak pada logistik pemungutan suara tidak tersedia tepat waktu. Tak hanya itu tapi juga tidak tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat lokasi. Serta meningkatnya jumlah kasus surat suara tertukar, kekurangan surat suara, dan lain-lain. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Partai Buruh Ajukan Uji Materi Minta Ambang Batas Parlemen Dihapus Pada Pemilu 2029

4 Tahun Sebelum Pemilu, Golkar Jateng Ingin Rampungkan Seluruh Kepengurusan

Golkar Nilai Putusan MK soal Pemilu Bisa Jadi Bumerang dan Guncang Dunia Politik Indonesia
