Perempuan Harus Berani Ambil Keputusan Tubuhnya Sendiri
Tanpa harus mendengarkan perkataan orang lain. (Foto: Unsplash/Max)
PELECEHAN seksual terhadap perempuan kerap terjadi di mana saja, dan terkadang tanpa adanya perlawanan dari korban. Kurangnya pendidikan biasanya menjadi salah satu faktor mengapa pelecehan itu terjadi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak perempuan berani mengambil keputusan penting untuk tubuhnya sendiri, tidak menyerahkan keputusan itu kepada orang lain.
“Perempuan harus berani mengambil keputusan, apakah ingin memastikan kontrasepsi apa yang cocok untuk dirinya, dan sebagainya,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati mengutip ANTARA.
Saat ini, kebanyakan perempuan masih belum berani mengungkapkan hal tersebut terkait apa yang mereka butuhkan untuk tubuhnya sendiri, termasuk ke pasangannya. Hal itu membuat masih banyak ketidakadilan menimpa perempuan yang tidak berani menyuarakan pendapatnya.
Baca juga:
Di tengah pandemi, Ratna menyebutkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama dalam rumah tangga, juga semakin meningkat. Kekerasan berbasis gender di dunia maya harus diperhatikan karena dunia digital menjadi bagian dari kehidupan selama pandemi.
“ini menjadi tantangan terbesar bagi kita semua seiring dengan platform media sosial yang semakin kuat saat ini,” tegasnya.
Isu kesetaraan gender juga masih jadi perhatian karena pada kenyataannya, masih bayak korban perempuan yang berada di posisi yang disalahkan (victim blaming).
Dia mencatat, meski emansipasi kesetaraan gender telah digaungkan sejak lama, pada kenyataanya masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan seksual. Sebagian di antaranya disadari korban, tapi ada kalanya pelecehan seskual ini tidak disadari oleh korban.
Baca juga:
Bukan Dada, Ini Bagian Tubuh Perempuan yang Membuat Pria Tergila-Gila
Anak-anak juga menjadi korban kekerasan dan seringkali dilakukan orang-orang terdekat yang dikenal.
Ia pun mengajak orang-orang yang mengalami kekerasan untuk bersuara dan mengadukannya lewat layanan pengaduan via telepon yang sudah disediakan kementerian. Korban juga bisa mendapatkan layanan pendampingan hingga bantuan hukum agar haknya terpenuhi.
“Aksesibilitas untuk memberdayakan khususnya perempuan penyintas kekerasan, penyintas bencana juga menjadi langkah yang kami lakukan untuk memastikan mereka mendapatkan akses pemberdayaan, baik itu akses pemberdayaan ekonomi, akses pemberdayana sosial, atau sesuai dengan kebutuhan mereka,” tutupnya. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Teknologi Bedah Robotik Memungkinkan Tindakan Presisi untuk Kenyamanan Pasien, kini Hadir di Siloam Hospitals Kebon Jeruk
Raphael Varane Ngaku Alami Depresi saat Masih di Real Madrid, Paling Parah setelah Piala Dunia 2018!
SDM Dokter belum Terpenuhi, Kemenkes Tunda Serahkan RS Kardiologi Emirate ke Pemkot Solo
Program Pemutihan BPJS Kesehatan Berlangsung di 2025, ini Cara Ikut dan Tahapannya
Prodia Hadirkan PCMC sebagai Layanan Multiomics Berbasis Mass Spectrometry
Senang Ada Temuan Kasus Tb, Wamenkes: Bisa Langsung Diobati
Momen Garda Medika Hadirkan Fitur Express Discharge Permudah Layanan Rawat Jalan
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem