Perayaan Imlek Jadi Momentum Menghapus Diskriminasi dan Perkuat Toleransi


Daniel Johan. Foto: dpr.go.id
MerahPutih.com - Perayaan Imlek tinggal menghitung hari. Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan menilai perayaan Imlek merupakan momentum untuk menghapus segala bentuk diskriminasi di masyarakat. Imlek menurutnya tidak sebatas pada perayaan semata.
"Imlek juga momentum, simbolik, semangat bagi bangsa ini bukan hanya orang Tionghoa, bagi bangsa ini untuk menghapus segala bentuk diskriminasi, apa pun," kata Daniel di Jakarta, Jumat (20/1).
Baca Juga:
Daniel yang juga beretnis Tionghoa ini menyampaikan rasa syukurnya ketika Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mencabut regulasi yang diskriminatif bagi masyarakat Tionghoa.
Dia menegaskan, segala hal yang bersifat diskriminatif mesti dihentikan.
"Kita bersyukur kita sekarang sudah bebas sebagai negara yang menjamin warganya secara damai, karena konstitusi Pembukaan UUD 45 berbicara seperti itu," tutur Daniel.
Jubir Milenial PKB, Mikhael Sinaga menyatakan Tahun Baru Imlek bagi warga etnis Tionghoa merupakan ajang silaturahmi lintas agama.
Semua pemeluk agama keturunan Tionghoa dapat tetap bersilaturahmi antara satu dengan yang lain. Pada Tahun Baru Imlek, biasanya keluarga-keluarga Tionghoa berkumpul.
Ia menyatakan saat merayakan Imlek, seluruh masyarakat Tionghoa akan berkumpul bersama dan melakukan banyak tradisi yang sarat makna. Tahun Baru Imlek merupakan tradisi dan perayaan hari besar yang dirayakan dengan penuh sukacita.
Tentunya di tahun kelinci air ini, Mikhael menegaskan bahwa PKB ingin agar semangat toleransi itu tetap menyala. Karena Indonesia merupakan negeri yang heterogen, yang berasal dari berbagai macam suku, agama dan budaya.
“Itu yang harus kita gelorakan. Keberagaman merupakan kunci Indonesia yang harmoni,” kata Mikhael.
Baca Juga:
Ia menyatakan perbedaan pilihan politik merupakan hal yang wajar.
Seharusnya, seluruh masyarakat dapat kembali bercermin pada Gus Dur, yang dapat menerima perbedaan, dan justru menjadikan perbedaan menjadi satu harmoni yang indah untuk Indonesia.
“Jangan melupakan sejarah dan harus apresiasi generasi muda yang tidak mengalami," tutup dia.
Sekedar informasi, Imlek kembali bebas dirayakan di masa pemerintahan Gus Dur dan dijadikan Hari Libur Nasional, setelah sebelumnya dilarang pada masa kepemimpinan Soeharto melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina pada 6 Desember 1967.
KH Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967 pada 17 Januari 2000.
Sejak dicabutnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa mendapatkan kebebasan lagi untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka.
Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Anggota PKB di DPR Usul Gerbong Perokok di Kereta, Cak Imin Sebut itu Urusan Pribadi Itu

RAPBN 2026, Fraksi PKB: Target Belanja Negara Harus Dikawal untuk Rakyat

PKB Minta Semua Pihak Wujudkan Pidato Prabowo Pasal 33 Benteng Ekonomi Nasional

Respons Pernyataan Sri Mulyani, Legislator PKB: Pajak dan Zakat Tidak Bisa Disamakan Sepenuhnya

PMI Jadi Korban Kekerasan di Malaysia, PKB Bantu Proses Pemulangan

Fraksi PKB Tolak Rencana Pembangunan Peternakan Babi Rp 30 T di Jepara

Menlu Sugiono Jadi Sekjen Gerindra, PKB Percaya Kerja Sama Antarpartai Makin Solid

Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, PKB: Cerminan Aspirasi Umat Islam

Reaksi Kesal Prabowo Ketika Stafnya Salah Sajikan Teh Bukan Kopi

Prabowo Ngaku Nyaman Dengan PKB, Merasa Sangat Deket Dengan Gus Dur
