Pengamat Intelijen Sebut Ada Anomali dalam Kelompok Pembunuh Bayaran Rekrutan Kivlan Zen


Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta. (FOTO: Kiriman Stanislaus Riyanta/Dok-Pribadi).
MerahPutih.Com - Dalam ekspose kasus kerusuhan 22 Mei lalu, pihak kepolisian memaparkan adanya pembunuhan bayaran yang direkrut Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen untuk membunuh empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.
Kepada penyidik, para pelaku yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka menyatakan mereka dibayar jutaan rupiah oleh Kivlan Zen.
Keberadaan pembunuh bayaran rekrutan Kivlan Zen dalam aksi massa yang berlangsung depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, tanggal 21-22 Mei bagi pengamat intelijen Stanislaus Riyanta termasuk hal yang anomali. Menurut Stanislaus, dalam teori intelijen sebuah komando biasanya memakai sistem kompartemen yang sangat kuat.

"Kompartemen itu biasanya A memberikan perintah kepada B, B memberikan perintah kepada C. A sama C gak saling berhubungan. Mereka hanya saling melindungi," kata Stanislaus kepada MerahPutih.Com, di Jakarta, Selasa, (11/6).
Ia menambahkan, bahkan dalam pola itu, antar pelaku tak tau siapa yang memerintah.
"Ini tergantung kecakapan penyidik dalam mengungkap. Apakah bisa mengungkap sampai atasanya," ungkap Stanislaus.
Stanislaus mengapresiasi bahwa penyidik berhasil membuat pelaku mau mengakui darimana jaringan mereka berasal yakni disuruh Kivlan Zen.
"Misalnya ini operasi intelijen yang rapih, harusnya tak sampai ke pelaku lapangan. Ada pelaku lain yang menjadi perantara sehingga kompartemennya menjadi rapih dan tak ketahuan. Biasanya ada penghubung-hubung sehingga tak tau siapa yang menyuruh. Tadi mereka gampang sekali mengakui ini pak Kivlan yang nyuruh," jelas Stanislaus.
Menurutnya, rencana pembunuhan dalam operasi ala Kivlan ini terburu-buru dan kurang matang.
"Bisa juga operasi (Kivlan) ini kekurangan sumber daya. Sampai Kivlan turun langsung menggunakan sumber daya di lapangan. Kalau operasi intelijen menggunakan dana gede, dia bisa menggunakan sel terputus. B nyuruh C, C nyuruh D. D sama B ini gak kenal," terang Mahasiswa Doktoral UI ini.
"Jadi saat ditangkap dia gak tau apa-apa. 'Saya cuman disuruh ini'. Ini agak kaget juga Polisi berhasil mengungkap ini," terang Stanislaus.

Menyoal target pembunuhan terhadap Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya selalu penyelenggara survei sementara lembaga survei lain diabaikan, Stanislaus menilai bahwa pria yang diakrab disapa Toto ini prediksi tepat soal pemenang Pilpres yakni Jokowi-Ma'ruf.
"Prediksinya tepat sehingga dia dianggap sebagai pembuat framming," jelasnya.
Selain itu, Yunarto juga punya kelemahan lain yang bisa diserang.
"Dia adalah minoritas. Jadi dia daya tariknya untuk diserang lebih tinggi. Dia cukup cerdas ketika menjelaskan hasil survei, tak terbantahkan. Padahal itu kan ilmiah," ungkap Stanislaus.
Namun, ia menganggap pemimpin lembaga survei jadi target pembunuhan, baru kali ini.
"Karena fenomena quick count baru beberapa tahun ya. Mereka (pelaku) menganggap quick count ini framming. Ini harus diungkap, kok masalah akademis diancam-ancam," tandas Stanislaus.
Seperti diketahui, aparat kepolisian telah menangkap delapan tersangka dalam kasus pemufakatan jahat melakukan pembunuhan berencana, dengan target korbannya empat tokoh nasional dan satu ketua lembaga survei. Ke delapan tersangka itu yakni HK alias I, AZ, IR dan TJ, serta AD dan AF alias VV, Kivlan Zen (KZ) dan HM.
BACA JUGA: Kivlan Zen Disebut Otak Rencana Pembunuhan Tokoh Nasional, LPSK: Polisi Harus Profesional
Jadi Target Pembunuhan Eksekutor Suruhan Kivlan Zen, Ini Tanggapan Yunarto Wijaya
Selain memberi uang kepada HK, mantan Pangkostrad ini juga berperan memberikan target operasi (TO) korban yang akan menjadi sasaran pembunuhan.
TO yang diberikan oleh Kivlan itu yakni Menkopolhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Budi Gunawan dan pensiun Polri, Brigjen (Purn) Gories Mere.
Akibat perbuatannya, Kivlan dan HM disangkakan telah memiliki, menyimpan senjata api ilegal tanpa hak berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman pidana seumur hidup.(Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Kemenhan Tegaskan Usulan Darurat Militer untuk Aksi Tolak Tunjangan DPR Hoaks

SETARA Institute desak Prabowo Ungkap Dalang di Balik Kerusuhan Demo, Rakyat juga Berhak Tahu

Pemkot Solo Cabut Status Siaga Darurat setelah Kerusuhan, kini Jadi Transisi Darurat Bencana Sosial

Kuasa Hukum Sebut Delpedro Marhaen tak Punya Kuasa untuk Memicu Kerusuhan di Jakarta

Ajukan Penangguhan Penahanan, Tim Advokasi Sebut Delpedro tak Pantas Ditangkap

Langkah Langkah Polisi dan TNI Bereskan Situasi Setelah Demo di Berbagai Daerah Rusuh

Rincian Gaji dan Tunjangan DPR Setelah 17+8 Tuntutan Rakyat Diakomodir Pimpinan DPR

TNI Tegaskan Masa Pembakaran dan Pejarahan Saat Demo Cukup Terlatih dan Terorganisasi

Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Surabaya, Hampir Setengahnya Anak-Anak

Polda Metro Jaya Tetapkan 43 Orang sebagai Tersangka Demo Ricuh, 6 Masuk Klaster Penghasut, Sisanya Perusuh
