Penelitian: Pemilu 2024 Picu Risiko Kecemasan dan Depresi


Pemilu 2024 tingkatkan risiko kecemasan dan depresi. Foto: Unsplash/Gadiel Lazcano
MerahPutih.com - Penelitian yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menunjukkan, bahwa Pemilu 2024 mempengaruhi tingkat risiko gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi pada masyarakat Indonesia.
"Terdapat hubungan yang sangat erat dan signifikan antara proses Pemilu 2024 dengan kecemasan dan depresi masyarakat," kata Peneliti Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, dikutip dari ANTARA, Rabu (28/2).
Baca juga:
Pengamat: Rencana Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Bakal Jadi Isu Semata
Ray menyebutkan, penelitian dengan metode survei kuisioner itu melibatkan 1.077 responden dari 29 provinsi dan luar negeri. Ada sebanyak 71 persen partisipan di antaranya berusia di bawah 40 tahun.
Kemudian, sebanyak 71 persen responden berpartisipasi aktif dan sangat aktif dalam rangkaian proses Pemilu 2024 sejak masa kampanye.
Berdasarkan hasil penelitian itu, Ray menjelaskan, prevalensi kecemasan tingkat sedang hingga berat masyarakat Indonesia pasca Pemilu 2024 berada di angka 16 persen. Kemudian, prevalensi depresi sedang-berat sebesar 17,1 persen.
"Ini adalah kompilasi dari yang (kecemasan dan depresi) sedang dan berat, yang gejala ringan kita keluarkan karena kalau kita masukkan bisa makin banyak," ujar Ray.
Jika dibandingkan dengan data prevalensi kecemasan dan depresi dari Riset Kesehatan Dasar 2018 dan Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan 2022, terang Ray, tingkat prevalensi kecemasan masyarakat sebelum Pemilu 2024 sebesar 9,8 persen sedangkan depresi berada di angka 6 persen.
Penyebab dari kecemasan dan depresi setelah Pemilu 2024 adalah konflik dalam diri untuk menentukan pilihan, konflik eksternal yang berkaitan dengan perbedaan pilihan politik, dan tekanan dalam menentukan calon tertentu.
Bentuk tekanan yang dialami berupa ajakan, seruan, paksaan, hingga kiriman media sosial untuk memilih calon tertentu.
"Siapa yang melakukan penekanan? Ternyata mayoritasnya adalah keluarga tapi ada juga dari rekan kerja dan tim kampanye tapi itu minor," ujar Ray.
Baca juga:

Menurut Ray, Pemilu 2024 tidak serta merta menjadi penyebab munculnya kecemasan dan depresi pada masyarakat Indonesia. Namun, ajang pesta demokrasi itu berkontribusi terhadap peningkatan risiko gangguan kesehatan mental.
Lebih rinci lagi, Ray menjelaskan, sebanyak tiga dari 10 responden yang selama proses Pemilu 2024 mengalami konflik diri, konflik dengan pihak lain, dan mendapat tekanan dalam memilih calon tertentu, secara signifikan mengalami kecemasan sedang-berat.
Hal tersebut membuat risiko kecemasan sedang hingga berat meningkat hingga 2,6 kali sampai 3 kali lipat. Sementara untuk depresi, sebanyak 31 persen responden dengan konflik diri mengalami depresi sedang-berat, dengan tingkat risiko mencapai 2,5 kali lipat.
Sebanyak 25 persen responden yang memiliki konflik dengan pihak lain terkait proses pemilu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hampir 2 kali lipat.
Kemudian, 40 persen responden yang mendapatkan tekanan dalam memilih calon tertentu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hingga 3,3 kali lebih besar untuk mengalami depresi.
"Kecemasan dan depresi ini adalah indikator awal gangguan kesehatan jiwa," ucap Ray. (*)
Baca juga:
Bagikan
Soffi Amira
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Kalau Kamu Rasakan 3 Hal Ini Lebih dari 2 Pekan, Dokter Bilang Itu Depresi Lho!

Antony Ngaku Depresi di Manchester United, Mengurung Diri hingga Tidak Makan Berhari-hari

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
