Penelitian Orang Papua dengan Catatan Merah di Belanda


Yoki Yusanto, dosen jurusan ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saat sidang. (MP/Sucitra De)
MerahPutih.com - Yoki Yusanto, dosen jurusan ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, dinyatakan lulus, meraih gelar Doktor dengan predicate Cum Laude di sekolah pascasarjana Universitas Pajajaran Jatinangor Sumedang, Rabu (21/2).
'Komunikasi Lintas Budaya Orang Asli Papua (OAP) di Belanda'. Demikian judul disertasi yang ditulisnya.
"Saya menempuh penelitian selama satu tahun di Papua, dan tiga bulan di Belanda untuk menyelesaikan disertasi ini, " ujar Yoki usai Sidang Disertasi terbuka di lantai 4 gedung Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad.
Yoki mengungkap motif, pengalaman dan makna OAP di Belanda, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. sedangkan analisis yang digunakan, melalui pendekatan fenomenologi Alfred Schutz.
"Model yang dihasilkan dalam penelitian ini, model konstruksi makna OAP di Belanda tentang dirinya dan Papua yang mejelaskan terkait dengan jati diri orang asli Papua hingga terjalinnya komunikasi lintas budaya di Belanda," katanya.
Yoki mengungkapkan bagaimana motif komunikasi 1.600 orang Papua di Belanda, yang memiliki keinginan kuat untuk menguasai bahasa Belanda.
"Mereka pun memaknai, Papua yang mengecewakan, Papua yang dirindukan, dan Papua harapan masa depan. OAP di Belanda memaknai pula Belanda sebagai negara barunya terlebih, sebagian menganggap Belanda merupakan negara persinggahan," ujarnya.
Bukan tanpa alasan Yoki meneliti orang-orang Papua itu, sebelumnya ia pernah menulis buku tentang Papua. Selain itu, ia mengetahui orang Papua di Belanda adalah orang-orang dengan catatan merah, yang ditunggu jeruji penjara jika kembali ke tanah air.
"OAP di Belanda tidak akan mungkin kembali ke Papua sebab, mereka sudah memiliki red notice (catatan merah) sehingga, jika mereka kembali pasti akan di tangkap pemerintah. mereka pun memilih ingin merdeka disana," paparnya.
Dengan demikian, Yoki menyampaikan saran strategis dalam disertasinya, bahwa OAP merupakan realitas yang terjadi di era globalisasi sekarang. perlakuan sebagai pengungsi di Belanda dan diberikan pula hak yang sama sebagai warga Belanda adalah sebuah contoh penghargaan Hak Azasi Manusia (HAM) di dunia.
"Pemerintah Indonesia seyogianya lakukan komunikasi intensif dengan OAP di Belanda melalui sistem tata negara yang berlaku. Sebab, dialog yang berkesinambungan dan komunikasi merupakan suatu jalan dalam menyelesaikan persoalan antara OAP dan pemerintah Indonesia," pungkasnya. (*)
Artikel ini ditulis berdasarkan liputan Sucitra De, reporter dan kontributor merahputih.com untuk wilayah Banten dan sekitarnya.
Terkait kesaktian Ki Abdullah Anggadirepa sudah dibahas dalam tulisan: Kyai ini Patahkan Mitos Keramatnya Makam Ki Abdullah Anggadirepa
Bagikan
Berita Terkait
Indonesia Setuju Pulangkan 2 Terpidana Mati dan Seumur Hidup Asal Belanda

Prabowo Apresiasi Raja Belanda dalam Kesepakatan Pengembalian 30 Ribu Artefak ke Indonesia

Jarang Terjadi! Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Máxima Bersama Sambut Presiden Prabowo di Istana Huis ten Bosch

Prabowo Subianto dan Raja Belanda Lakukan Pertemuan Bilateral Berbalut Seremonial Mewah, Mempererat Ikatan Sejarah dan Masa Depan

Prabowo Lanjutkan Kunjungan Kenegaraan ke Belanda Setelah Dari Kanada

Pemerintah Belanda Rekomendasikan Orangtua Larang Anak Di bawah 15 Tahun Main TikTok dan Instagram, Cegah Kecemasan dan Gangguan Tidur

Dari Lumbung Padi ke Teknologi Greenhouse: RI-Belanda Resmikan Era Baru Pertanian Berkelanjutan

Indonesia-Belanda Teken Kerja Sama Teknologi Pertanian Hingga Pengolaan Air

Kekayaan Indonesia Hilang Sampai Rp 502 Ribu Triliun saat Dijajah Belanda, Prabowo: Setara 18 Kali PDB

Museum Belanda Pamerkan Kondom Langka Abad ke-19, masih Utuh belum Dipakai tapi Terbukti tak Efektif
