Pemerintah Kejar Pertumbuhan Ekonomi, Indef: Selesaikan Dulu Pandeminya
Ilustrasi Uang. (Foto: Antara).
MerahPutih.com - Pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudhistira menilai pemerintah tidak perlu terburu-buru untuk mengejar angka pertumbuhan ekonomi bergerak ke angka positif.
Menurutnya, pemerintah harus fokus dulu dalam pengendalian penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia, mengingat jumlah kasus hingga saat ini belum mengalami penurunan signifikan.
"Selesaikan dulu pandeminya, kasus positif harus turun, baru masyarakat pede untuk belanja. Sekarang dengan adaptasi kebiasaan baru, bioskop mau dibuka, mal sudah dibuka saja kan sepi. Karena kelas menengah atas yang punya uang khawatir keselamatan dirinya," kata Bhima, Senin (31/8).
Baca Juga:
Cuma 8 Persen UMKM Yang Gunakan Pemasaran Online
Selain itu, stimulus kesehatan harus juga dikejar agar penanganan kesehatan lebih optimal. Menurutnya, Kementerian Kesehatan sudah sangat keterlaluan, karena realisasi stimulus kesehatan baru mencapai 13,9 persen per 24 Agustus ini.
"Jangan lambat, ini sudah kelewatan. Kenapa menterinya tidak segera diganti," tegas Bhima.
Bhima mengatakan misi pemerintah yang mengejar pertumbuhan ekonomi positif kurang relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnya, meski semua keran ekonomi dibuka namun masyarakat belum berani berpergian atau berbelanja di keramaian. Ditambah lagi, kasus positif COVID-19 trennya cenderung meningkat.
"Iya pemerintah salah stategi dan salah diagnosa permasalahan," sebutnya.
Bhima pun menambahkan bahwa usaha pemerintah mendongkrak ekonomi akan sia-sia jika tidak diperhitungkan dengan baik. "Iya (sia-sia)," tandasnya.
Sebelumnya, misi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendongkrak pertumbuhan ekonomi di akhir September disorot Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno.
Menurut Sekretaris Jenderal DPP PAN itu, tujuan utama saat pandemi COVID-19, bukan mengejar angka pertumbuhan ekonomi positif di kwartal III 2020. Ia menilai, jauh lebih penting memastikan terciptanya prasyarat pertumbuhan ekonomi, yaitu ketaatan dan kedisiplinan masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
"Berbagai stimulus ekonomi dan bansos tidak akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, jika kasus penularan COVID-19 kian melonjak akibat ketidakdisiplinan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan", ujarnya.
Selain itu Eddy menilai, penyerapan belanja pemerintah di kwartal II terkontraksi hingga minus 6,9 persen memang perlu dikebut. Agar pembangunan infrastruktur, pekerjaan sarana dan prasarana di daerah rural bisa menyerap tenaga kerja untuk mengerakkan perekonomian.
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Skenario Pemulihan Ekonomi Sampai 2021
"Berikutnya, tentu kita perlu memastikan agar bansos dan subsidi, khususnya bantuan sosial tunai, subsidi gaji dan lain-lain dikucurkan segera dan tepat sasaran," katanya.
"Jika prasyarat pertama di atas terpenuhi", sambungnya, "maka penyerapan belanja pemerintah dan bansos serta subsidi gaji bisa menjadi daya ungkit perekonomian ke depannya," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Realisasi Investasi Indonesia Triwulan III Tahun 2025 Tembus Rp491,4 Triliun
8 Nota Kesepahaman Kerja Sama Indonesia dan Brazil, Dari Energi sampai Peternakan
BI Tahan Suku Bunga Acuan, Perang Tarif AS Bikin Ekonomi Dunia Melemah
Diskon Tiket Pesawat Saat Natal dan Tahun Baru Capai 14 Persen, Tapi Hanya Untuk Kelas Ekonomi
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
3 Ekonom Terima Hadiah Nobel atas Riset Mengenai Creative Destruction
Komentar Menkeu Purbaya Kinerja `1 Tahun Ekonomi Pemerintah Prabowo, Ada Perbaikan Konsumsi Warga
[HOAKS atau FAKTA]: Luhut Yakin Ekonomi Indonesia Melebihi AS jika Jokowi Jadi Presiden Lagi
Jadi Idola Baru, Menkeu Purbaya Kaget saat Ditanya Rencana Jadi Cawapres