Pemerintah Diminta Cermat Memitigasi Melemahnya Rupiah


Ilsutrasi - Petugas bank menunjukkan lembaran uang rupiah di salah satu bank di Jakarta. (ANTARA FOTO/Putu Indah Savitri/sgd/YU/am.)
MerahPutih.com - Pemerintah diminta melakukan mitigasi dengan cermat terkait isu melemahnya nilai tukar rupiah yang signifikan. Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah mengingatkan Bank Indonesia (BI), sebagai bank sentral, agar tidak tinggal diam.
"Langkah yang harus segera dibuat di awal adalah melakukan mitigasi dengan cermat. Setiap kebijakan harus didasarkan pada bukti-bukti (evidence based policy)," kata Charles dalam keterangan tertulis dikutip Kamis (27/6).
Menurutnya, pemerintah harus lebih berhati-hati sebab jika salah langkah bisa berdampak pada ekonomi nasional. Pemerintah, kata dia, harus melihat dari dua sisi, baik fiskal maupun moneter, sebagai langkah antisipasi sekaligus perbaikan.
Tidak hanya dengan langkah tersebut, politikus NasDem ini menekankan kepada pihak BI untuk tidak membiarkan nilai rupiah dalam kondisi yang terus melemah atau bergerak liar (volatile).
Baca juga:
"Secara teknis, bisa dilakukan kebijakan intervensi misalnya di pasar non-deliverable forward (NDF), pasar spot, dan pasar surat berharga negara (SBN)," ujarnya.
Ia menambahkan perlu adanya penyesuaian kebijakan suku bunga acuan. Harapannya, bisa memicu apresiasi, namun hal ini juga bisa memicu depresiasi yang makin dalam.
"Cara lainnya yang dapat ditempuh dengan hati-hati tentunya adalah intervensi pasar secara langsung. Kita juga harus mengandalkan cadangan devisa yang saat ini dimiliki untuk bisa menstabilkan kondisi yang ada," imbuhnya.
"Kita juga harus mengandalkan cadangan devisa yang saat ini dimiliki untuk bisa menstabilkan kondisi yang ada," sambung Charles.
Selain itu, ia menyampaikan penyebab terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah, di antaranya adalah sentimen global dan kuatnya perekonomian Amerika Serikat yang diduga banyak pelaku pasar masih akan sulit menurunkan suku bunga acuan.
Baca juga:
"Hal lainnya misalnya, adalah masih terus memanasnya konflik di Timur Tengah. Kita berharap konflik Timur Tengah segera ada jalan keluar. Kemanusiaan harus di atas segalanya," ujarnya.
Sedangkan faktor dalam negeri, kata Charles, misalnya pelemahan current account, terutama di perdagangan barang atau ekspor impor barang, yang surplusnya jauh mengecil dan sangat signifikan dalam beberapa tahun setelah pandemi COVID-19. Hal itu yang menjadi salah satu sinyal kondisi makro ekonomi yang kurang baik, sehingga mendorong pelemahan rupiah.
"Selain itu, ada sentimen yang mungkin dinilai negatif oleh market (pasar), karena adanya isu Presiden Prabowo Subianto akan menaikkan rasio utang hingga 50 persen dari PDB untuk memenuhi janji kampanye, meskipun tentu hal ini masih dugaan," bebernya.
Charles berpendapat, dampak dari melemahnya rupiah atas Dolar AS cukup membahayakan bagi perekonomian nasional. Pertama, ada kekhawatiran adanya pemborosan dari sisi supply, secara sederhana menyebabkan terjadinya cost overrun, terutamanya pada aspek produksi yang selama ini masih menggunakan bahan baku impor industri.
Baca juga:
Sentimen Domestik dan Pembayaran Utang Bikin Rupiah Bisa Melemah
"Pelaku usaha tentu akan mengalami dilema jika hal itu berlangsung dalam waktu lama. Salah satunya yang akan tertekan, misalnya adalah industri alat berat. Mengapa? Karena mayoritas bahan baku masih impor," katanya.
Kedua, lanjut legislator dari Dapil Jawa Timur IV ini, dengan pelemahan rupiah sebenarnya menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian investor.
"Namun kita harus berhati-hati dengan argumen ini, mengingat investor akan cenderung tidak suka berinvestasi di sektor riil. Karena saat ini market dalam negeri berada dalam kondisi yang tidak baik," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Frengky Aruan
Berita Terkait
Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Tren Pelemahan Rupiah Berlanjut, Masalah Fiskal dan Politik Jadi Pemicu

Pasar Melemah dan Rupiah Bisa Capai Rp 16.500 Per Dolar AS, Airlangga Minta Investor Tetap Tenang

Langkah BI Stabilkan Rupiah di Tengah Ketegangan Aksi Demo

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Pemerintah Diminta Ambil Saham Mayoritas BCA, Komisi XI DPR: Jangan Bikin Gaduh

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta
