PBNU Soroti Intolerasi dan Ketimpangan Ekonomi Yang Semakin Parah di 2020


Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj. (Foto: Antara)
MerahPutih.com- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyoroti segala peristiwa yang terjadi selama tahun 2020. Indonesia masih menyaksikan sikap intoleransi yang masih merebak. Bahkan cenderung meningkat.
“Jati diri yang menghargai kemajemukan, pluralitas serta heterogenitas yang dirumuskan dalam konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” tegas Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keteranganya, Rabu (30/12).
PBNU memandang bahwa perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa. Bukan justru dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa. Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang berkontribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca Juga:
Kerja Kabinet Jokowi yang Melempem
Di samping itu, PBNU juga mengingatkan bahwa demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik berpotensi dibajak oleh gerakan apa pun. Baik gerakan fundamentalisme agama dan ideologi maupun fundamentalisme pasar.
Kiai Said menegaskan, kebebasan sebagai watak bagian demokrasi sudah memberikan panggung kepada kelompok radikal untuk mengeskpresikan pikiran dan gerakannya. Hal itu berpotensi merongrong NKRI melalui provokasi, permusuhan, dan juga terorisme.
Pada momentum revolusi 4.0 ini, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitalisasi. kspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial. Dunia maya berkembang sangat pesat. Termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial-keagamaan, dan isu-isu lainnya.
Melihat kondisi itu, PBNU menilai perlu adanya upaya yang lebih ekstensif dan intensif dalam membangun narasi-narasi positif dalam wujud konten yang kreatif. Sehingga penyebaran berita bohong, fitnah, polarisasi, radikalisme, yang selama ini teresonansi gerakannya melalui medsos dapat diatasi dengan baik.
Kiai kelahiran Cirebon itu menyoroti, keadilan sosial, dimana watak pembangunan ekonomi masih sangat eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi. Sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kiai Said mengutip data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2019. Survei itu menunjukkan bahwa satu persen orang Indonesia menguasai 50 persen aset nasional.
“Terdapat konglomerat di Indonesia yang menguasai lima setengah juta hektar. Bahkan merujuk data dari Oxfam, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin,” ungkap Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Merujuk pada berita resmi statistik Juli 2020, tingkat Gini Ratio Indonesia berada pada angka 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380. Kemudian menurun 0,001 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2019 yang sebesar 0,382.
“Salah satu faktor kenaikan itu dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang membuat pendapatan seluruh masyarakat mengalami penurunan,” jelas Kiai Said.
PBNU melihat bahwa ketimpangan ekonomi di Indonesia terjadi karena tiga hal. Pertama, tradisi korupsi yang diwariskan pemerintahan orde baru hingga saat ini menjadi budaya. Kedua, pembangunan ekonomi masih berorientasi pada pertumbuhan, belum berorientasi pada pemerataan.

Ketiga, adanya political capture (gambaran politik) yang kuat yakni orang-orang kaya dapat mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka.
Lalu, keadilan dan hukum, Kiai Said menerangkan bahwa pada 2020, terdapat sejumlah produk perundang-undangan yang menimbulkan keagaduhan di ruang publik. Menurutnya, produk legislasi harus menjiwai semangat untuk menghadirkan supremasi keadilan.
“Gelombang penolakan terhadap UU yang dinilai kontroversial harus menjadi bahan renungan serius untuk memperbaiki tata legislasi serta komunikasi politik dan publik yang baik,” ujarnya.
Karenanya, PBNU mendesak pihak-pihak terkait untuk mewujudkan peningkatan mutu regulasi yang dijiwai semangat menghadirkan keadilan. Sebab, keadilan adalah tujuan yang harus dicapai melalui penciptaan regulasi dan penegakan hukum yang jelas, tegas, dan transparan.
“Sehingga kegaduhan dan keriuhan yang menimbulkan gejolak dan friksi di masyarakat akibat ada tafsir yang liar bisa dihindari,” tegas Kiai Said. (Knu)
Baca Juga:
Tito Karnavian Usulkan Sinkronisasi Dalam Skema Pemberian Bansos
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Indonesia Butuh 3 Juta Lowongan Kerja Per Tahun, Pengusaha Minta Deregulasi Sektor Ketenagakerjaan

Tokoh Palestina Kecam PBNU Undang Pendukung Israel, Sikapnya tak Bisa Dibenarkan

PBNU Instruksikan Jaga Stabilitas Nasional, Tidak Terprovokasi Isu Memecah Belah

Digitalisasi Bansos Diklaim Bakal Kurangi 34 juta orang miskin, Data BPS Orang Miskin 23,85 juta Orang

Prabowo Sebut Lulusan Sekolah Rakyat Bisa Angkat Keluarga Keluar dari Kemiskinan

Pertumbuhan Ekonomi 2026 Diprediksi Capai 5,4 Persen, Prabowo Pede Angka Pengangguran dan Kemiskinan Turun

Menag Janji Laporan Kasus Intoleransi Segera Ditangani Kurang dari 24 Jam

Komisi IX DPR: Skema Magang Solusi Strategis Pangkas Pengangguran

DPRD Bersyukur Jakarta Tidak Masuk 10 Provinsi Termiskin, Akui Program Pemprov Tepat Sasaran

Natalius Pigai Siapkan UU Baru Pasca Insiden Perusakan Rumah Ibadah Kristen di Padang
