Paduan Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Festival Pecinan 2019
Acara digelar Perhimpunan INTI yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta Barat. (MP/Rizki Fitrianto)
BUDAYA Tionghoa sudah ratusan tahun melebur dengan budaya daerah nusantara. Tidak heran jika dalam Festival Pecinan, kamu akan melihat perpaduan budaya Tionghoa dengan budaya lokal.
Seperti dalam Festival Pecinan 2019 yang dilaksanakan di Jalan Pantjoran Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, dua tahun lalu, tepatnya pada Selasa, 19 Februari 2019.
Acara yang digelar Perhimpunan INTI yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta Barat itu merupakan rangkaian peringatan Cap Go Meh 2570. Festival Cap Go Meh ini di laksanakan lima belas hari setelah perayaan Imlek dan berjalan selama dua hari yaitu tanggal 19 dan 20 Februari.
Perhelatan Pecinan Festival 2019 ini sangat spesial karena adanya perpaduan budaya Tionghoa dan Betawi. Ketika kedua budaya tersebut berpadu, tampak begitu indah. Salah satunya adalah dengan adanya ondel-ondel, tanjidor, hingga gambang kromong. Semuanya merupakan budaya Khas Betawi yang sudah terkenal.
Sementara itu, budaya Tionghoa yang ditampilkan, yakin aksi barongsai, naga liong, dan tarian Seribu Tangan yang dipercaya sebagai wujud atau simbol kemakmuran.
Baca Juga:
Dari semuanya, ditampilkan juga sebuah tarian yang cukup spesial, yakni gerak tari Betawi atau kinari. Tarian tersebut merupakan kombinasi antara budaya Betawi dan Tionghoa.
Konsep perpaduan budaya tersebut tak begitu saja terjadi. Semua berawal dari pemikiran pandangan orang-orang yang menganggap suku Tionghoa eksklusif. Padahal, menurut Ketua Panitia Pelaksana Festival Pecinan 2019 Anwar Budiman, pengaruh Tionghoa terhadap budaya Indonesia sudah sejak lama ada.
"Apa yang menjadi kesenian di Jakarta pun pengaruh Tionghoa sudah besar sebetulnya banyak, sehingga seperti wayang dan lain-lain sudah banyak juga pengaruh Tionghoa. Untuk lebih memperlihatkan kepada masyarakat bahwa Tionghoa ini tidak eksklusif," ucap Anwar.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, menurutnya, mungkin pada zaman dulu, suku Tionghoa takut ke politik. Namun, saat ini kondisinya telah berbeda. Hal itu disebabkan warga Tionghoa telah membaur ke mana-mana.
Anwar berharap semua suku dapat saling pengertian dalam kaitan NKRI yang semakin baik dan semakin mengenal. Hal itu tepat sekali digambarkan lewat ungkapan, 'tak kenal, maka tak sayang'. (aru)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Ketok Harga Bikin Orang Kapok Liburan di Banten, DPRD Desak Regulasi Tarif Wisata
Wisatawan Indonesia Andalkan Fitur AI untuk Rekomendasi dan Layanan Hotel
Menenun Cerita Lintas Budaya: Kolaborasi Artistik Raja Rani dan Linying
10 Rekomendasi Tempat Wisata Purwokerto Terbaik 2025, Harga Terjangkau!
IdeaFest 2025 Angkat Tema '(Cult)ivate the Culture', Ajak Kreator Indonesia Menghidupkan Budaya Lewat Inovasi
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri
DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang
Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga
7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi
Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum