Mitos Vaksinasi MMR
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Batang memberikan vaksinasi polio pada seorang anak balita di Batang, Selasa (20/2/2024). (ANTARA/Kutnadi)
MerahPutih.com - Sejumlah mitos tentang vaksin, salah satunya bahwa vaksin dapat menyebabkan autisme pada anak sering mengemuka ke publik.
Dokter spesialis anak Ariani Dewi Widodo membantah, asal mula mitos itu adalah di tahun 1998, ketika dokter bernama Andrew Wakefield membuat penelitian kecil yang tidak valid, yang menyatakan vaksin MMR (campak, gondongan, rubella) berkontribusi pada gangguan perilaku dan perkembangan anak.
Baca Juga:
Penting, Pemerataan Vaksinasi untuk Polio
"Tapi desainnya itu nggak bener, sampelnya kecil, kesimpulannya spekulatif, tapi heboh. Kalau istilah anak sekarang viral, langsung viral penelitiannya. Dan orang tua menjadi cemas karena risiko autisme," ujarnya dalam “Lawan Diare Berat dengan Imunisasi Rotavirus” yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis (22/2).
Ia merespon dari sejumlah pertanyaan mengenai mitos dan fakta tentang vaksin. Dia mengatakan, penelitian tersebut diulang berjuta-juta kali pada anak-anak lain, dan ternyata klaim tersebut tidak benar.
Selain itu, katanya, kekhawatiran lain yang kerap muncul adalah mengenai thiomersal, yaitu senyawa merkuri organik untuk mengawetkan vaksin.
"Tapi biasanya penggunaan timerosal itu hanya sangat kecil dan tidak ada bukti signifikan bisa menyebabkan masalah kesehatan. Jadi mitos," katanya.
Vaksin dan imunisasi juga berfungsi untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit yang lebih spesifik. Hal tersebut berkebalikan dari rumor bahwa sering mendapatkan vaksin akan menyebabkan tubuh rentan terhadap virus.
"Jadi yang terjadi adalah, kalau ada kuman masuk, maka tubuh kita akan memberikan perlawanan dengan membentuk tentara yang spesifik untuk kuman tersebut. Nah ini yang ditiru oleh imunisasi. Diberikan kuman, tapi kumannya itu lemah," katanya.
Ia menyoroti pandangan orang bahwa ASI bisa menggantikan imunisasi, seperti jargon yang banyak beredar yaitu "imun is ASI".
Ariani menilai, imunisasi memberikan perlindungan yang lebih spesifik dibandingkan ASI, sedangkan ASI adalah untuk meningkatkan daya tubuh. (*)
Baca Juga:
Vaksinasi COVID-19 Segera Berbayar
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
PDPI Beberkan Dosa-Dosa Gaya Hidup Pemicu ISPA dan Cara Menghindarinya Tanpa Ribet
Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Ribuan Hewan Peliharaan, Jakarta Targetkan Bebas Rabies
[HOAKS atau FAKTA]: Suhu Dingin dan Kabut di Jabodetabek Hasil Rekayasa agar Angka Penyakit TBC Meningkat
Klaim Vaksin HPV Sebabkan Kemandulan, Ini Penjelasan Ahli yang Bikin Plong
[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin Disiapkan Sebelum Penyakitnya Muncul, Sebabkan Kebodohan hingga Mandul
[HOAKS atau FAKTA]: Ada Bantuan Sosial Bagi Peserta Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates
[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin mRNA, TBC, dan Malaria Disebarkan Lewat Udara, Efeknya Memicu Sesak Napas
Gerindra Kawal Uji Coba Vaksin TBC Teranyar, Alasan BPOM Sudah Berikan Izin Pakai
Indonesia Peringkat ke-6 Tertinggi Anak Tidak Diimunisasi di Dunia, Ini 4 Akar Masalahnya
1,3 Juta Anak Indonesia Sama Sekali Tidak Pernah Imunisasi, Peringkat 6 Tertinggi di Dunia