Menyoal Peran Santri Dalam Konteks Indonesia Zaman Now


Para Santri (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
MerahPutih.Com - Menjelang peringatan Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober, sejumlah tantangan menanti para santri. Peran sejarah para santri kini harus diaktualisasikan kembali dalam konteks kekinian, dimana sentimen identitas keagamaan kian mengental.
Santri memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia setelah keluarnya Resolusi Jihad yang dimotori oleh KH Hasyim Asy'ari yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada 22 Oktober 1945.
Resolusi Jihad inilah yang menjadi pemantik semangat juang para santri untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari para sekutu yang mencoba merongrong kembali kemerdekaan bangsa.
Melalui pesantren yang didirikannya dan juga jamiyah NU, KH Hasyim Asyari menanamkan nasionalisme dan patriotisme yang kelak mengobarkan api perlawanan rakyat terhadap kolonialisme yang telah mengakar berabad-abad lamanya.
Imperialisme dan hegemoni kolonial terhadap rakyat, tidak hanya terbatas pada aspek lahir seperti ekonomi, politik dan sebagainya, tetapi lebih dari itu, telah menguasai kesadaran dan rasionalitas bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pendidikan dan dakwah dipandang merupakan sarana yang efektif untuk mengubah kesadaran rakyat dan membangkitkannya dari ketertindasan selama itu.
Melalui pengajaran dan fatwa-fatwanya, KH Hasyim Asyari menyemai kesadaran untuk bangkit dan melawan, membebaskan diri dari penjajahan dan pada akhirnya berhasil menggelorakan revolusi fisik merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Surabaya A. Muhibbin Zuhri menilai revolusi fisik pada tahun 1945 merupakan momentum penting yang menjadi pangkal tolak Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat secara politik.
Sejarah mencatat peperangan terjadi di hampir semua kota penting di Jawa untuk mempertahankan kedaulatan negara yang belum lama diproklamirkan, yaitu pada 17 Agustus tahun itu.
Hal penting yang patut dikemukakan oleh Muhibbin ialah bahwa gerakan perlawanan fisik yang masif itu pasti didorong oleh nilai-nilai kolektif yang membangkitkan keberanian untuk melakukan pengorbanan jiwa, raga dan harta.
Fatwa jihad yang kemudian menjadi resolusi jihad yang dikeluarkan oleh NU, diyakini memiliki kontribusi yang signifikan dalam mengkristalkan semangat nasionalisme itu melalui implementasi nilai-nilai relegius di dalamnya. Hal ini karena NU memiliki basis sosial yang kuat di Jawa, sehingga resonansi fatwa tersebut dapat memobilisir kekuatan tempur masyarakat muslim.
Proposisi tersebut menurut Muhubbin menemukan relevansinya ketika ditarik hubungan kronologis antara peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya dengan resolusi jihad yang diumumkan pada pertemuan ulama-ulama NU se Jawa dan Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945, atau 18 hari sebelumnya.
"Sayangnya, sejarah nasional Indonesia tidak mencantumkan catatan penting mengenai resolusi jihad sebagai konteks peperangan yang akhirnya ditandai secara nasional sebagai Hari Pahlawan tersebut. Hilangnya fragmen penting itu, merupakan bias dari historiografi sejarah nasional yang lebih bernuansa elitis dan politis," kata Muhibbin yang juga salah satu pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini.

Fatwa jihad KH Hasyim Asyari tersebut menurut catatan Muhibbin Zuhri sekaligus menampilkan cara berfikir fiqh yang matang. Menurutnya, sejak proklamasi kemerdekaan, Pemerintah RI adalah pemerintah yang sah sesuai syariat, dan oleh karenanya, tidak diragukan lagi bahwa negeri Indonesia adalah negeri Islam.
Jika menilik semangat dari resolusi jihad tersebut, maka selayaknya Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober bukan hanya milik Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah, melainkan milik Indonesia.
Hal ini sesuai pernyataan Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf dalam Seminar memeringati Hari Santri Nasional di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Menurut Yahya Staquf sebagaimana dilansir Antara, santri bukan hanya trademark NU atau Muhammadiyah, tetapi santri selalu mewarnai kehidupan masyarakat Nusantara. Selain itu, santri itu bukan milik NU saja, tapi milik semua kalangan, golongan yang cinta Tanah Air dan ke-Indonesiaan.
Memang selama ini pondok pesantren banyak dikelola NU, tapi bukan berarti santrinya hanya milik NU. Tradisi santri ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Santri adalah tradisi intelektual Nusantara yang tumbuh selama berabad-abad sejak zaman pra-Islam.
Sebelum ada pendidikan model barat yang diadopsi saat ini, pendidikan Nusantara terjadi di padepokan-padepokan dengan resi-resi. Para resi tinggal dengan murid-muridnya, dan sebelumnya bernama cantrik.
Oleh karena itu, menurut anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI (Wantimpres) ini, peringatan Hari Santri Nasional menjadi bukti dukungan keberadaan pondok pesantren melalui regulasi dan kebijakan. Tujuannya menghidupkan kembali tradisi intelektual Nusantara, melalui pondok pesantren bisa semakin meningkat kapasitasnya.
Selain itu, Yahya juga meyakini Indonesia memiliki ketahanan sosial budaya luar biasa untuk mengatasi antagonisme yang merebak melalui media sosial. Banyak krisis yang telah dilalui sejak zaman Majapahit hingga saat ini, tapi bisa diselesaikan dengan baik.
Untuk itu, ia berharap Hari Santri bisa diperingati siapapun yang merawat tradisi intelektual Nusantara pada dirinya, termasuk Muhammadiyah. Unsur utama tradisi ini adalah dinamika kecendekiaan.
Ciri dinamika kecendekiaan ini adalah gagasan-gagasan intelektual besar yang membentuk peradaban Nusantara ini, contohnya adalah identitas kerajaan Majapahit sebagai Bhinneka Tunggal Ika yang tidak menggunakan agama sebagai identitas kerajaannya.(*)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Skybridge Tanah Abang Efektif Kurangi Macet Tapi Tidak Menarik
Bagikan
Berita Terkait
Muhammadiyah Resmika Rumah Hamka di Malaysia, Aset Dibeli Sejak 2024

Pemerintah Diharap Prioritaskan Kembali Program Pembangunan Rusun Pesantren di RAPBN 2026

Arif Budimanta Seorang Ekonom, Aktivis Muhammadiyah dan Politikus PDIP Meninggal

PP Muhammadiyah Sentil Elit Politik Tidak Berikan Keteladan dan Kondisi Panas di Berbagai Daerah

Menteri PPPA Bakal Kawal Pemulihan dan Restitusi Santri Korban Kekerasan Seksual Pengasuh Pondok

Gubernur Pramono Bantah Orang NU Dipermudah Masuk Kerja di BUMD

Pemerintah Masih Cari Lahan Tambang Batu Bara Buat Muhammadiyah

OJK Keluarkan Izin Bank Syariah Matahari Milik Muhammadiyah, Anggota Diminta Aktif Menabung dan Simpan Deposito

Konflik Palestina-Israel Terus Berlangsung: Pendekatan Non-State Actor Punya Perang Penting

Siap Siap Nih! Pemerintah Bakal Razia Pesantren Ilegal, Eksploitatif dan Palsu
