Menunggu Trump Memulangkan Imigran Gelap Secara Massal
Presiden AS Terpilih Donald Trump (Foto: Partai Republik AS)
MerahPutih.com - Gabriela memasuki Amerika Serikat lebih dari dua dekade lalu, terengah-engah di bawah tumpukan batang jagung di bagasi mobil penyelundup. Ia sekarang menjadi pembantu rumah tangga di Maryland. Warga negara Bolivia ini adalah satu dari setidaknya 13 juta migran tidak berdokumen yang tinggal di Amerika Serikat (AS).
Imigran tidak berdokumen merupakan istilah umum di AS yang menyatakan seseorang memasuki negara itu secara ilegal, melampaui masa berlaku visa mereka, atau memiliki status perlindungan untuk menghindari deportasi.
Di seluruh AS, para imigran seperti Gabriela sedang cemas karena Presiden terpilih Donald Trump akan mendeportasi imigran secara massal saat itu menjabat. Dalam lebih dari selusin wawancara, imigran gelap mengatakan hal itu menjadi topik diskusi hangat di komunitas mereka, grup WhatsApp, dan media sosial.
Beberapa orang, seperti Gabriela, percaya hal itu tidak akan berdampak sama sekali.
"Sebenarnya saya tidak takut sama sekali. Itu yang harus dikhawatirkan para penjahat. Saya membayar pajak dan bekerja," kata Gabriela, dikutip dari BBC, Senin (18/11).
Baca juga:
Donald Trump Pilih Elon Musk Pimpin Departemen Efisiensi Pemerintah
"Bagaimanapun, saya tidak punya dokumen. Jadi bagaimana mereka bisa tahu tentang saya?"
Pada kampanyenya, Trump kerap berjanji akan mendeportasi imigran secara massal dari tanah AS sejak hari pertamanya menjabat jika ia kembali ke Gedung Putih. Namun, hampir dua minggu setelah kemenangan besar pemilunya, masih belum jelas seperti apa sebenarnya operasi penegakan imigrasi ini akan dilaksanakan.
Trump bersikeras biaya tidak akan menjadi masalah, tetapi para ahli telah memperingatkan bahwa janji-janjinya mungkin menghadapi tantangan keuangan dan logistik yang sangat besar.
Tom Homan, yang diangkat Trump untuk memimpin deportasi massal tersebut, mengatakan bahwa imigran tak berdokumen yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional atau keselamatan publik akan menjadi prioritas deportasi massal tersebut.
Baca juga:
Video Prabowo Saat Telepon Trump Viral, Analis: Mungkin itu Sengaja
Ia juga menyarankan penggerebekan di tempat kerja yang tadinya dihentikan di pemerintahan Joe Biden kembali dilakukan untuk memeriksa legalitas para imigran.
Berbicara kepada Fox News pada hari Sabtu pekan lalu, mantan penjabat direktur Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai selama masa jabatan pertama Trump itu menentang anggapan bahwa mereka yang menegakkan hukum adalah orang jahat dan mereka yang melanggar hukum adalah korban.
"Anggota Kongres, gubernur, atau wali kota mana yang menentang upaya penanggulangan ancaman keselamatan publik dari komunitas mereka?" tanyanya, seraya menambahkan bahwa pemerintahan baru akan menindaklanjuti mandat yang diberikan rakyat Amerika kepada Presiden Trump untuk memulangkan para imigran gelap. (ikh)
Bagikan
Berita Terkait
AS Akan Lakukan Uji Peluncuran Rudal Balistik Antarbenua Minuteman III
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Indonesia Harapkan Amerika Kenakan Tarif Ekspor Minyak Sawit 0 Persen Seperti ke Malaysia
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Trump dan Xi Jinping Bakal Bertemu di Korea Selatan, Kedua Menlu Lakukan Pembicaraan Telepon
Hadiri KTT ASEAN di Malaysia, Donald Trump Lempar Pujian untuk Kepemimpinan Negara ASEAN
Donald Trump Puji Prabowo, Sebut Bantu Amankan Perdamaian di Timur Tengah
44 Warga Palestina Tewas Saat Gencatan Senjata, Trump Takut Israel Bahayakan Perjanjian
Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Bikin Kontroversi Lagi, Donald Trump Ancam Pindahkan Laga Piala Dunia 2026 dari Boston