Hatta Belum Juga Tiba, Sukarno Enggan Membacakan Proklamasi


Bung Hatta dan Bung Karno. (Foto/DokumenIstimewa)
PAGI 17 Agustus 1945 suasana serba-bingung menyeruak para tokoh di halaman rumah Sukarno. Para tokoh dan ratusan masyarakat panik tak menentu menunggu Bung Karno membacakan Proklamasi.
Isu berkembang saat itu, tentara Jepang dalam perjalanan menuju kediaman Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.
Sukarno masih berbaring di kamarnya, sedangkan Bung Hatta direncanakan mendampingi Bung Karno membacakan teks proklamasi belum juga tampak batang hidungnya.
Jam beranjak menuding pukul 09:30, Sukarno bangun dan langsung menanyakan keberadaan Hatta. Kabar burung berhembus Hatta tak ada di rumahnya. Bahkan tersiar desas-desus Bung Hatta tak sudi ikut memproklamasikan kemerdekaan.

Para hadirin makin panik. Beberapa tokoh memberanikan diri menemui dan membujuk Sukarno untuk segera membacakan teks proklamasi. Bung Karno tetap bergeming. Dari bujukan hingga desakan tak didengarkannya. Sukarno bersikukuh menunggu Bung Hatta
"Wajar saja. Meskipun tak memiliki nama yang terkenal dan tersohor seperti Sukarno, Bung Hatta adalah orang paling berperan menurut Sukarno dalam merumuskan teks Proklamasi," kata Jurnalis Sejarah, Hendi Jo, saat dihubungi merahputih.com.
Uniknya kata Jo, tak ada satu pun orang tersebut berani membacakan teks proklamasi. Memang kharisma dan jiwa kepemimpinan Sukarno sangat meroket kala itu.
Kali terakhir, dr Mawardi meminta Sukarno dengan keras, bahkan ia sempat mengatakan tidak perlu menunggu Hatta. Sukarno naik pitam.
"Kalau begitu, silahkan mas Mawardi saja yang membacakan Proklamasi," kata Sukarno dikutip dari buku 'Seputar Proklamasi Kemerdekaan (2015)'.
Tak lama usai kejadian tersebut, di tengah ketegangan luar biasa, muncullah mobil Hatta diiringi mobil ditumpangi dua anggota Pembela Tanah Air (PETA). Suasana tegang pecah menjadi riang. Pembacaan Proklamasi dan pengimbaran Sangsaka Merah Putih pun dilaksanakan.
Kemarahan Sukarno kepada orang meremehkan Hatta bukan hanya satu kali terjadi. Setelah Mawardi, selanjutnya giliran DN Aidit mendapat murka Bung Karno.
"Saat PKI sedang naik-naiknya. Pernah suatu ketika DN Aidit membacakan proklamasi tanpa menyebut nama Hatta. Muka Sukarno memerah," kata Hendi Jo mengisahkan. Sukarno diam dan langsung meninggalkan Aidit.
Sesampainya di rumah, di depan putranya, Guntur, Sukarno melambung emosinya. Ia memukul meja sembari berkat. "Kalian boleh saja membeci Hatta, tapi menghilangkan namanya dari Proklamasi adalah perbuatan jahat." (*)
Bagikan
Berita Terkait
Meutia Hatta: Koperasi Punya Prinsip Kebersamaan dan sebagai Wujud Gotong Royong, Warisan Bung Hatta

Jadi Tamu Utama HUT ke-76 India, Prabowo Ikuti Jejak Sukarno 75 Tahun Silam

Guntur Sebut Pendongkelan Kepemimpinan Sukarno tidak Sah
Ini nih, Menu Sahur Sukarno dan Hatta Jelang Indonesia Merdeka

Piala Bergilir Soekarno Cup Hasil Kontemplasi Prananda dan Diwujudkan Dolorosa Sinaga

Mengagumi Kemegahan Tiga Mobil Dinas Presiden Sukarno
