Menerka Nasib PDIP Usai Megawati
sumber foto: Antara
MerahPutih Politik- Sabtu 10 Januari 2015 lalu, Megawati Soekarnoputri kembali menegaskan menerima mandat untuk kembali memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga tahun 2020 mendatang. Sejak didirikan pada tahun 1996 lalu hingga kini Megawati masih menjadi pucuk pimpinan partai politik berlambang banteng dengan moncong putih tersebut. PDIP memang lekat dan identik dengan Megawati.
Dalam Rakernas PDIP ke IV di Semarang pada September 2014 lalu seluruh 32 Ketua DPD PDIP dan 1.590 peserta Rakernas secara aklamasi mendukung Presiden Kelima Republik Indonesia kembali memimpin PDIP. Bukan hanya itu, Presiden Joko Widodo juga secara tegas mendukung kepemimpinan Megawati hingga tahun 2020 mendatang. Megawati dipandang sebagai figur pemersatu partai yang bisa menjaga keutuhan partai dan soliditas kader.
Menanggapi hal tersebut pemikir politik The Political Literacy Institute, Adi Prayitno berpendapat fenomena 'aklamasi' soal pemilihan ketua umum partai dianggap sebagai kejadian yang tidak sehat. Atas nama keutuhan, partai politik melupakan proses regenerasi.
"Seiring dengan waktu seharusnya parpol mulai berubah," kata Adi saat dihubungi merahputih.com, Jakarta, Senin (12/1).
Adi yang juga analis politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambahkan sebagus apapun soliditas partai tanpa disertai dengan regenerasi baik bakal luluh lantah.
Fenomena tersebut terlihat jelas di tubuh Partai Golkar. Sebagai partai politik tertua di tanah air, partai Golkar sudah banyak makan asam-garam di dunia pemerintahan. Namun demikian dalam pemilu presiden (pilpres) 2014, partai politik berlambang pohon beringin tersebut diterpa musibah, dan terpecah menjadi dua poros kekuatan. Soliditas yang sebelumnya terjadi dalam sekejap mata hancur luluh lantah.
Adi melanjutkan, fenomena dualisme dan perpecahan berpeluang bakal terjadi dalam tubuh PDIP, terutama pasca kepemimpinan Megawati.
"Megawati tidak mungkin dinobatkan sebagai Ketua Umum seumur hidup. Pasca tahun 2020 PDIP dikhawatirkana bernasib seperti PKB," sambung Adi yang juga mentan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Alumnus Pasca sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia menambahkan, nasib PDIP dikatakan akan seperti PKB bilamana Megawati sudah tiada. Dalam konteks dinamika politik internal PKB, pasca meninggalnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) perpecahan internal dalam tubuh PKB semakin menguat.
Perseteruan antara Yenny Wahid dengan Muhaimin Iskandar tidak bisa ditahan. Masing-masing pihak merasa paling berhak mewarisi trah kepemimpinan Gus Dur di tubuh PKB.
"Saya yakin PDIP bakal seperti itu. Akibat perang saudara yang tak berujung sudah pasti PDIP akan ditinggal loyalisnya," tandas Adi.
Ditepi lain, pemikir politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan bahwa isu soal soliditas dan keutuhan PDIP adalah isu strategis yang harus disikapi serius dikalangan internal partai banteng.
"Itu ancaman riil dan tidak bisa dihindari," kata Ray kepada merahputih.com saat dihubungi terpisah.
Ray yang juga mantan aktivis pergerakan 1998 menambahkan untuk menciptakan soliditas partai tergantung pada figur Megawati. Saat ini Megawati dipandang sebagai sosok yang mampu mengayomi semua golongan dan faksi dalam tubuh PDIP.
Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu usia Megawati juga semakin bertambah. Pada tahun 2020 mendatang Megawati akan berusia 73 tahun. Usia yang cukup sepuh dan tua untuk memimpin sebuah partai politik.
"Jangan sampai Mega (Megawati_red) terlalu tua. Ancaman soliditas partai dari sekarang harus dilatih. Gak terbayang kalau Megawati tidak ada, mungkin perpecahan akan terjadi dalam tubuhnb PDIP. Karena itulah diperlukan figur pemersatu untuk mengantisipasi hal tersebut," tandas Ray. (BHD/MAD)
Bagikan
Berita Terkait
Implementasi PP 47/24 Masih Rendah, Pemerintah Didesak Percepat Penghapusan Piutang Macet UMKM
Sumpah Pemuda Harus Jadi Semangat Kepeloporan Anak Muda
Peringatan Sumpah Pemuda, PDIP Tegaskan Komitmen Politik Inklusif bagi Generasi Muda
Ribka Tjiptaning Nilai Soeharto tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Dianggap Pelanggar HAM
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
PDIP Sebut Ada Niat Jahat jika Utang KCJB Dikaitkan dengan APBN
PDIP Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, FX Rudy Sebut itu Harapan Masyarakat
Bonnie Triyana Tegaskan Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto Mencederai Cita-Cita Reformasi
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Politisi PDIP: Aktivis 1998 Bisa Dianggap Pengkhianat
Hari Santri Jadi Momentum Gali kembali Islam Bung Karno dan Resolusi Jihad