Menelusuri Jejak Tradisi Nyepi di Bali Lewat Ogoh-Ogoh
Ogoh-Ogoh. (Foto: MP/MKF)
DESA Adat Tuban di Kuta, Bali, terlihat ramai sore itu, Jumat (16/3). Puluhan Ogoh-Ogoh berdiri tegak di tepi jalan, dekat Patung Satria Gatotkaca. Tepatnya, di persimpangan jalan menuju arah Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Ukuran sosok raksasa tersebut beragam, mulai dari yang kecil hingga besar. Warga setempat terlihat antusias menanti Ogoh-Ogoh itu diarak. Begitu pula dengan turis lokal dan internasional. Rupanya, Ogoh-Ogoh dengan kesannya yang sangar tidak menyurutkan antusiasme warga dan turis untuk melihat sosok raksasa ini.
Selfie alias swafoto juga menjadi aktivitas yang tidak mereka lewatkan. WhatsApp hingga media sosial pun dipenuhi foto warganet yang berpose dengan latar Ogoh-Ogoh.
Sepasang turis asal Belanda, Rodneey dan Angki, mengaku sangat antusias mengabadikan Ogoh-Ogoh. “Kita menyukai Ogoh-Ogoh ini. Di negara kami tidak ada seperti ini. Banyak orang datang ke sini untuk melihat Ogoh-Ogoh dan saya juga baru pertama kali melihat Ogoh-Ogoh,” kata Angki.
Mengarak Ogoh-Ogoh merupakan rangkaian ritual tahunan Hari Raya Nyepi. Sosok raksasa ini diarak saat sandikala atau menjelang malam, pada hari Pengerupukan yang jatuh sehari sebelum Nyepi.
Di balik sosoknya yang sangar, Ogoh-Ogoh mengandung makna tersirat. Menurut pemiliki biro perjalanan Sinar Dewata, Garry Stefiano Wulyardhi, Ogoh-Ogoh merupakan simbol prosesi penetralisir kekuatan negatif atau kekuatan Bhuta. “Ogoh-Ogoh yang dibuat pada perayaan Nyepi ini merupakan perwujudan Bhuta Kala, yakni perwujudan makhluk yang besar dan menyeramkan,” terangnya kepada Merahputih.com.
Awalnya Ogoh-Ogoh dibuat dari rangka kayu dan bambu sederhana yag dibentuk dan dibungkus kertas. Modernisasi berimbas pula pada teknik pembuatan Ogoh-Ogoh.
Inovasi pun muncul. Ogoh-Ogoh di zaman modern tidak lagi menggunakan kayu, tetapi memakai rangka besi yang dirangkai dengan bambu yag dianyam. Pembungkus tubuh Ogoh-Ogoh juga diganti dengan gabus atau styrofoam yang dipadukan dengan teknik pengecatan.
Pembuatannya bisa menghabiskan waktu lebih dari satu bulan. Salah satu arsitek Ogoh-Ogoh, Ida Bagus Simantara (32), mengungkapka dia membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk membuat Ogoh-Ogoh yang ia namakan Mahapadmi. “Kita bikin ramai-ramai,” ujarnya.
Untuk membuat Ogoh-Ogoh yang diarak di Desa Adat Tuban, Ida menghabiskan biaya hampir Rp15 juta. Baginya, pembuatan Ogoh-Ogoh bukan sekadar tradisi, tetapi mengandung harapan besar kreativitas dan jiwa seni para pemuda Bali akan semakin berkembang. (*)
Artikel ini dibuat berdasarkan laporan kontributor Merahputih.com wilayah Bali, MKF. Jangan lupa baca tips bagi turis yang berkunjung ke Bali saat Nyepi di sini.
Bagikan
Berita Terkait
Cuma Syuting Reality Show di Bali, Artis Porno Bonnie Blue Akhirnya Bebas dari Bui
DWP 2025 Bali: Line Up Lengkap, Jadwal, dan Harga Tiket Terbaru
Pengusaha Desak Pemerintah Atur Airbnb, Bisa Contoh Singapura
Red Flag, Kasus HIV/AIDS Denpasar Tembus 17 Ribu Terbanyak Usia Produktif
Bali Bakal Kendalikan Investor Asing, Rental Kendaraan dan Villa Bakal Ditertibkan
Waspada Potensi Banjir Rob di 7 Pesisir di Bali pada 5-9 November
Viral Lift Rp 200 Miliar di Tebing Pantai Kelingking Nusa Penida, DPR Minta Proyek Tak Rusak Alam
Pemerintah Salahkan Undang-Undang Cipta Kerja Bikin Mudahnya Alih Fungsi Lahan di Bali
Akhirnya Pengelola GWK Hancurkan Tembok Pembatasan Yang Halangi Akses Warga
5 Pesisir di Bali yang Berpotensi Alami Banjir Rob pada 7-11 Oktober