Membuang Trauma Pelecehan dan Menjadi Normal


Penyintas pelecehan seksual harus mengungkap traumanya. (Foto: Pixabay/ryanmcguire)
PELECEHAN seksual yang dialami seseorang menorehkan luka yang dalam bagi penyintasnya. Ini yang tidak pernah diketahui oleh orang lain. Penyintas pelecehan itu bisa jadi bertahan dalam kesehariannya, namun kejadian yang dialamainya mengubah pandangan dalam bercinta.
Ini yang kemudian membuat penyintasnya ketika bercinta akan memicu ingatan memilukan itu. Mereka akan merasa sedih atau tertekan sesudahnya. Bisa jadi mereka sudah banyak melakukan aktivitas bercinta, tetapi tidak dapat benar-benar menikmati keintiman dengan pasangannya.
Laman health menuliskan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gejala gangguan stres pasca-trauma pada penyintas kekerasan seksual setinggi 94%. Sebaiknya dan disarankan penyintas pelecehan ini menemui psikolog atau psikiater.
Berjuang mengembalikan diri

Bagi perempuan yang mengalami pelecehan seksual, merasa ternodai dan mengubah cara pandang tentang seksual dalam frame negatif. Tidak mudah bagi para penyintas ini mengakui bahwa mereka tengah berjuang untuk mengembalikan diri seperti semula. Bukan sebuah paksaan namun disarankan untuk menekan ingatan-ingatan yang menyakitkan itu.
Tetapkan batasan yang tidak mengenakan dengan pasangan

Para ahli mengatakan bahwa penyintas harus memberitahu pasangannya tentang aktivitas bercinta yang tidak disukai. Sangat penting untuk memberikan rasa nyaman bagi diri sendiri dan pasangan. Sebaiknya memang menjaga agar pemicu trauma tidak terbangkitkan saat tengah berdua. Namun hal ini bukan lantas menjadi sebuah kendala. Pasangan dapat mencoba hal-hal baru atau meningkatkan kehidupan seks mereka ketika satu orang mengalami trauma.
Ubah yang buruk menjadi positif

Yang ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, namun bantuan dari profesional dapat secara bertahap mengubah cara berpikir tentang seks, baik secara sadar maupun tidak sadar. Para ahli setuju hal ini dilakukan untuk mengalihkan dari pola pikir pelecehan seksual yang menghadirkan rasa tidak aman, dan eksploitatif ke pola pikir seksual yang sehat yakni memberdayakan dan memelihara. (gsh)
Bagikan
Berita Terkait
36 Kasus Pelecehan Seksual di Kereta Mayoritas Terjadi di KRL, KAI Ancam Blacklist Pelaku Nakal

PNM Kalahkan Grameen Bank dan BRAC, Raih Penghargaan Global Microfinance & Female Empowerment Award

Konten Lecehkan Kiai, DPR Desak KPI Audit dan Setop Siaran Xpose Trans7

Komisi E DPRD DKI Jakarta Minta Disdik Tindak Tegas Guru yang Terlibat Kasus Asusila

Rektor Universitas Negeri Makassar Terseret Dugaan Pelecehan Seksual Ajak Dosen Cewek ke Hotel

Terancam Masuk ‘Daftar Hitam’ Jika Terlibat, Penumpang Kereta Api Diminta Tanda Tangan Petisi Tak Lakukan Aksi Pelecehan Seksual

Puan Maharani Sebut Keterwakilan Perempuan di DPR Pecahkan Rekor

Thomas Partey Bebas dari Tuduhan Pemerkosaan, Kok Bisa?

Jadi Tersangka Kasus Video Asusila, Raul Asencio Hadapi Hukuman 2,5 Tahun Penjara

Thomas Partey Didakwa 5 Kasus Pemerkosaan, Arsenal Malah Enggan Berkomentar
