Media dan Aktivis Diretas, Polisi Harus Usut Tanpa Diskriminasi


ilustrasu peretasan.(Foto: Tempo)
MerahPutih.com - Beberapa situs situs website media berita Indonesia mengalami peretasan. Salah satunya, Tempo, yang pekan kemarin diretas. Sebelumnya, juga beberapa individu yang kritis pada penangan COVID-19 mengalami hal serupa.
Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, serangan di ruang siber seperti ini, merupakan upaya pembungkaman Pers yang seharusnya dilindungi di dalam negara berdemokrasi. Kecenderungan hal yang belakangan ini terjadi menimpa mereka yang kritis.
ICJR dalam keterangannya menegaskan, hak kebebasan berpendapat dan kebebasan pers merupakan kebebasan eksklusif untuk media dalam menyampaikan pemberitaan sesuai dengan fakta yang yang didapat, dan pertanggung-jawaban atau penyelesaian sengketa terhadapnya adalah lewat mekanisme Dewan Pers.
Baca Juga:
Kala Pesohor Jadi Pendengung RUU Cipta Kerja
Sejauh ini Indonesia memang belum memiliki kebijakan perlindungan data pribadi, dan RUU Perlindungan Data Pribadi masih merupakan PR untuk dibahas di DPR. Namun dalam melindungi serangan siber seperti ini UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah mengatur proteksi hukum bagi serangan siber seperti ini.
"Peretasan dalam klausul hukum merupakan “akses ilegal” yang dilakukan terhadap komputer/sistem elektronik milik orang lain," imbuh ICJR.
Sayangnya, lanjut ICJR, walaupun aturan hukum sudah ada, dalam hal penanganan terkadang mengalami double standard terhadap mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Kasus peretasan Ravio Patra, misalnya, dari waktu kejadian terjadinya peretasan, hingga penangkapan yang diduga merupakan rekayasa untuk mengkriminalisasi dirinya hanya berlangsung beberapa jam saja.
"Sedangkan pengungkapan siapa pelaku peretasan sebenarnya cenderung tak responsif," jelas ICJR.
Kasus-kasus seperti ini dilihat dapat bertambah dan semakin banyak maka perlu langkah aktif dari aparat dalam nenanggapi kasus serupa. Seiring dengan kecenderungan berubahnya perilaku offline menjadi online atau virtual selama masa pandemi COVID-19, serangan-serangan siber akan banyak ditemukan.
ICJR menyerukan khususnya Kepolisian RI untuk secara professional segera menuntaskan kasus-kasus peretasan seperti ini dengan menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE tanpa diskriminasi.
Untuk melindungi aktivis, pembela HAM, pengkritik, dan juga menghormati kebebasan pers dengan berpegang teguh pada jaminan penghormatan kebebasan berekspresi dan berpedapat yang merupakan pilar dalam kehidupan berdemokrasi.
"Serangan terhadap jaminan kebebasan tersebut merupakan serangan terhadap demokrasi," tutup ICJR.
Dalam beberapa kasus yang dilaporkan pada kepolisian dengan menggunakan UU ITE, Kepolisian langsung merespon dengan memanggil para sanksi seperti kasus Anji dan Hadi Pranoto, kasus Denny Siregar yang mengalami doxing juga langsung sigap diusut polisi. (Knu)
Baca Juga:
Pakai Influencer Sosialisasikan Programnya, Pemerintah Dinilai Tak Percaya Diri
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Polisi Jerat Direktur Lokataru Dengan Pasal Perlindungan Anak dan UU ITE

Jerome Polin Bongkar Praktik Buzzer Berbayar Fantastis dan Misi Rahasia untuk Redam Demo Tunjangan DPR 2025

Peretas China di Balik Pencurian Siber Rp 440 Miliar Ditangkap di Thailand, Salah Satu Korbannya Jungkook BTS

Hacker Klaim Bobol Data CPNS Kemenhan Tahun 2021

16 Miliar Data Bocor, Pengguna Apple hingga Google Diminta Ganti Password

Member Group 'Fantasi Sedarah' Ditangkap, DPR Sebut Pemerintah tak Tinggal Diam Hadapi Kejahatan Ruang Digital

Situs Resmi PeduliLindungi Diretas, Dialihkan ke Situs Judol

Mahasiswi ITB Pengunggah Meme Tak Senonoh Prabowo dan Jokowi Dikeluarkan dari Penjara, Diminta Lanjutkan Kuliah

ITB Beri Pendampingan untuk Mahasiswi yang Ditangkap Gara-Gara Meme Prabowo Jokowi, Keluarga Minta Maaf

Kasus Perintangan Penyidikan, Ketua Tim Cyber Army Dapat Rp 864 Juta, Anak Buah Cuma Rp 1,5 Juta
