Makanan Cepat Saji Sebabkan Kemandulan?


Pembungkus makanan cepat saji cenderung mengandung zat kimia yang mengontaminasi makanan. (Foto: Pixabay/meditations)
MEMASUKI waktu buka puasa, masyarakat urban kerap memilih makanan cepat saji untuk menu berbuka puasa. Makanan cepat saji biasa dibelu oleh mereka yang tak sempat memasak di rumah, pulang bekerja atau sebagai menu buka bersama.
Makanan ini juga biasa dipesan melalui order ojek online atau jasa antar rumah makan. Mereka memilih makanan cepat saji karena cepat dan mudah disajikan, murah dan rasanya yang lezat. Padahal mengonsumsi masakan cepat saji memberi dampak buruk bagi kesehatan, terutama untuk wanita.
Dilansir dari Bold Sky, wanita yang gemar mengonsumsi fast food rentan mengalami infertilitas. Penelitian di Australia menjelaskan, tingkat kesuburan wanita dapat diukur dari seberapa sering ia mengonsumsi makanan cepat saji.

Makanan cepat saji menghasilkan berbagai bahan kimia berbahaya dalam jumlah tinggi termasuk asam perfluorooctanoic kimia (PFOA) dan perfluorooctane sulfonate (PFOS). PFOA dan PFOS adalah dua senyawa buatan manusia yang dapat mempengaruhi fertilitas. Kedua zat kimia ini menyebabkan gangguan siklus menstruasi pada wanita yang berdampak pada ketidaksuburan.
Pada tahun 1950, sejumlah ilmuwan Amerika Serikat mengujicoba dua zat kimia buatan manusia tersebut ke hewan. Hasilnya, PFOA dan PFOS menunjukkan efek toksik pada hati, kekebalan tubuh dan organ reproduksi. Data menunjukkan bahwa wanita dengan PFOA yang tinggi dalam darah akan mengalami kesulitan untuk hamil.
Selain berbahaya untuk kesehatan organ reproduksi, PFOA dan PFOS yang terdapat di makanan cepat saji menyebabkan potensi penyakit kanker prostat dan kanker payudara. Tak hanya di makanan cepat saji, senyawa PFOA dan PFOS juga terdapat pada pembungkus permen dan pizza.

Dalam proses pembuatannya, makanan cepat saji juga menggunakan phthalates yang digunakan untuk plasticizer atau zat yang ditambahkan ke plastik. Zat ini dilapisi pada kemasan masakan cepat saji untuk meningkatkan fleksibilitas kemasan dan menjaga daya tahan makanan.
Ketika phthalates digunakan pada kemasan makanan, makanan akan terkontaminasi. Phthalates yang masuk ke pencernaan dapat mempengaruhi hasil kelahiran, kesuburan, dan kenormalan anatomi yang berkaitan dengan alat vital. Selain di makanan cepat saji, phthalates juga dapat ditemukan di produk make up, sabun, interior mobil, koper hingga gelas dan botol plastik.
Teknologi pengolahan masakan cepat saji menggunakan pemrosesan mekanik dan kimia. tindKn pengolahan makanan semacam ini tak hanya menambahkan bahan kimia beracun ke makanan tetapi juga menghilangkan nutrisi penting pada makanan dalam jumlah besar. Akibatnya, makanan cepat saji tak mengandung gizi apapun dan dapat menyebabkan obesitas.
Nah, ladies! Kita mungkin sulit menghindar dari makanan cepat saji. Namun, kita perlu mengontrol keinginan kita untuk menyantap masakan cepat saji. Mulailah atur pola makan dan pilihlah kudapan yang lebih sehat. Jangan masukkan masakan cepat saji ke daftar menu makanan sehatmu. (avia)
Bagikan
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
