LIPI Beberkan Sederet Faktor Penyebab Buruknya Toleransi di Masyarakat Indonesia

ilustrasi toleransi (pixabay)
MerahPutih.com - Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar survei ahli. Survei ahli yang digelar pada April-Juli 2018 ini melibatkan 145 ahli politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan.
Survei ini memetakan kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan menjelang Pemilu serentak 2019 dalam rangka penguatan demokrasi.
Kordinator survei ahli LIPI Esty Ekawati mengatakan, dalam pemetaan kondisi dan problem sosial budaya, telorensi di masyarakat Indonesia masih buruk.
"Kondisi toleransi di masyarakat saat ini, maka 62,8 persen ahli menilainya buruk atau sangat buruk," kata Esty di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/8).
Hal tersebut, kata Esty, dikarenakan banyaknya terjadi kasus politisasi SARA, stigmatisasi, diskriminasi terhadap minoritas, dan konflik sosial budaya.
"Penilaian ahli terhadap kondisi kesetaraan sosial budaya di masyarakat terbagi menjadi dua kategori nilai," ujar dia.

Esty mengungkapkan kondisi kesetaraan yang telah dinyatakan baik, diantaranya kesetaraan di bidang pendidikan, kesehatan dan politik. Ketiga bidang tersebut masing-masing memperoleh 60,69% dari para ahli.
"Namun, kesetaraan di bidang hukum dan ekonomi masih problematik karena hanya sekitar 35% ahli yang menilai telah baik," ungkap dia.
Sementara untuk tindakan persekusi yang belakangan ini marak terjadi di masyarakat, para ahli mengungkapkan beberapa faktor penyebabnya. Dari sejumlah faktor penyebab persekusi yang tertinggi adalah berita hoaks.
"Berita hoaks (92,4%), penyebaran ujaran kebencian (90,4%), radikalisme (84,2%), kesenjangan sosial ekonomi (75,2%), perasaan terancam oleh orang atau kelompok lain (71,1%), relijiusitas (67,6%) dan ketidakpercayaan antar kelompok suku/agama/ras (67,6%)," jelas dia.

Selanjutnya, problem sosial budaya yang dianggap oleh ahli berpotensi menghambat Pemilu serentak 2019 adalah politisasi SARA dan identitas, intoleransi, radikalisme, rasa saling curiga, dan berita hoaks.
"Problem sosial budaya yang berpotensi menghambat konsolidasi demokrasi di Indonesia yakni isu SARA dan politik identitas, intoleransi masyarakyat dan radikalisme," pungkasnya.
Survei P2P LIPI ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan teknik purposive sampling, dimana sampel sumber data (ahli) dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria tertentu.
Hasil survei LIPI ini diharapkan dapat memetakan isu dan masalah strategis di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Selain itu, survei ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan untuk mendorong konsolidasi demokrasi di Indonesia. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem

Wujud Toleransi, Gereja Santa Theresia Sumbangkan Sapi Kurban ke Umat Islam Tanah Abang

Terlempar dari Daftar 10 Besar Kota Toleransi, Walkot Solo: Kami Sedang Menyusun Perda

Kirab Waisak Solo Cermin Toleransi Umat Beragama Kota Bengawan

Polarisasi Agama bisa Memecah Belah Masyarakat, Spiritualitas Universal Layak Jadi Kurikulum di Kampus

Momen Toleransi: Ucapkan Selamat Lebaran, Kardinal Suharyo Peluk Erat Menteri Agama

Aliansi Masyarakat Solo Cinta Damai Tolak Ormas Intoleran di Kota Solo

Menlu: Indonesia Beri Contoh Baik Dalam Dialog Antarumat Beragama ke Dunia

Disinggung soal Toleransi, Anies ‘Pamer’ IMB Gereja yang Mandek Puluhan Tahun

Angka Toleransi Masyarakat Meningkat akibat Menyusutnya Kelompok Intoleran
