Legislator PKS Dorong Pemerintah Ganti Hilirisasi SDA dengan Industrialisasi
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Foto: DPR RI
MerahPutih.com - Pemerintah diminta mengembangkan program hilirisasi menjadi industrialisasi sumber daya alam (SDA) bila ingin terus menjadi negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income).
Diketahui, Bank Dunia menyebut Indonesia masuk sebagai negara berpenghasilan menengah atas karena pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pandemi mencapai 5,3 persen pada 2022 dengan pendapatan per kapita sebesar USD 4.580, naik dari tahun 2021 yang sebesar USD 4.140.
Baca Juga:
DPR Minta Aparat Gunakan Pendekatan Komprehensif saat Hadapi KKB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah segera memikirkan tahapan perubahan program hilirisasi menjadi industrialisasi SDA secara terpadu dan terencana untuk menghasilkan barang jadi dan jasa dengan nilai tambah tinggi.
"Industrialisasi SDA harus menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan nasional. Jadi kita baru di awal tangga negara Upper-Middle Income. Klasifikasi Bank Dunia untuk negara Upper-middle income adalah pendapatan per kapita antara USD 4,046 dan USD 12,535," kata Mulyanto dalam keterangannya, Jumat (6/7).
Mulyanto menjelaskan untuk menuju negara berpenghasilan tinggi pemerintah harus terus bekerja keras memacu pertumbuhan ekonomi. Dan pertumbuhan ekonomi tersebut, kata dia, harus digerakkan oleh sektor industri yang semakin efisien dan padat teknologi dengan SDM yang semakin ahli.
Tahap ini, dijelaskan Mulyanto, harus dimantapkan terlebih dahulu agar bisa terbentuk landasan bagi tumbuhnya ekonomi berbasis inovasi dan masuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.
"Kalau tidak, alih-alih menjadi negara maju, bisa-bisa kita terjebak pada middle income trap. Terus berada di kotak negara berpenghasilan menengah dengan income per kapita di bawah USD 12,535," ujarnya.
"Kita harus jujur, sekarang ini industrialiasi kita berada pada kondisi yang oleh para ahli disebut sebagai “deindustrialisasi dini”. Kontribusi sektor industri terhadap PDB menurun, meski belum mencapai puncaknya," sambung dia.
Baca Juga:
Anggota DPR Minta BRIN Fasilitasi Uji Kinerja Inovasi Nikuba
Menurut Mulyanto, program hilirisasi SDA seperti nikel, timah, bauksit, tembaga masih “setengah hati”. Hal itu tercermin dari konsentrat tembaga dari Freeport masih diizinkan meski melanggar UU Pertambangan Minerba.
Tak hanya itu, kata dia, produk nikel yang diekspor masih berupa barang setengah jadi dengan kandungan nikel rendah seperti nickel pig iron (NPI) dan Feronikel.
"Kritik IMF atas program hilirisasi SDA, dalam sudut pandang positif, tertuju pada poin ini. Penerimaan negara atas hilirisasi SDA masih minim, ketimbang insentif yang diberikan," imbuhnya.
Lebih lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengamini, devisa ekspor memang tinggi, namun uangnya masuk ke investor dan diparkir di luar negeri dalam bentuk dolar.
"Inikan hilirisasi yang tidak berkualitas. Perlu dievaluasi habis-habisan," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Ketua DPRD DKI Tegur Aksi Dishub yang Kerap Timbulkan Kemacetan
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Ketua DPR Puan Maharani Sampaikan Refleksi Akhir Tahun 2025
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Dana 'On Call' Rp 4 Triliun untuk Bencana di Sumatra Sudah Menanti, DPR Desak Pemerintah Gunakan Anggaran Darurat
Gas Elpiji Langka Hingga Dapur Umum Bencana 'Mati Suri' di Aceh, Pertamina Diminta 'Gercep' Lewat Udara