Larangan Ekspor Minyak Goreng Dicabut, Kebijakan DMO Harus Diperbaiki


Kelapa Sawit. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Keputusan Presiden Jokowi (Jokowi) yang mencabut kebijakan penghentian sementara (moratorium) ekspor CPO dan turunannya mendapat apresiasi dari anggota Komisi IV DPR RI.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menilai, saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit atau PKS yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan.
Baca Juga:
Politikus PKS Desak Jokowi Selamatkan Petani Sawit Rakyat
Deddy menegaskan, dirinya memang sejak awal konsisten menolak kebijakan tersebut. Alasannya, hal itu hanya akan merugikan petani kecil. Pemerintah sendiri menerima banyak keluhan dari kelompok petani atas keputusan itu.
"Dan akhirnya Pemerintah membuka keran ekspor minyak goreng dan crude palm oil (CPO) mulai Senin besok, 23 Mei 2022," katanya.
Menurut Deddy, Moratorium ini memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama. Sebab yang akan terpukul paling keras itu adalah rakyat petani di bawah.
"Moratorium membuat PKS menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50 persen. Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat," katanya.
Tidak hanya itu, selain menyengsarakan rakyat, moratorium juga membuat petani kesulitan untuk membeli pupuk dan pestida yang harganya juga sudah melonjak tajam.
Maka jika moratorium dibiarkan terlalu lama, menurut Deddy, bisa dipastikan produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi di tahun berikutnya.
"Apalagi jika petani memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti bank, kredit angkutan, dan lainnya. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik pencabutan moratorium ekspor sawit ini," ujarnya.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini berharap agar pemerintah sudah menyiapkan strategi dan kebijakan jangka panjang untuk memastikan masalah kelangkaan dan harga yang terlalu tinggi tidak terulang di masa yang akan datang.
"Menurut saya, kuncinya ada di hulu, yaitu pada penetapan harga TBS dan CPO khusus untuk minyak curah dan kemasan sederhana yang menjadi konsumsi rakyat kecil," terangnya.
Pemerintah, kata ia, harus memberlakukan kembali kebijakan Donestic Market Obligation (DMO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) terpadu untuk menjamin tersedianya pasokan secara terus menerus.
"Mudah-mudahan pemerintah sudah punya solusi terkait masalah pasokan ini, jantungnya ada di sana. Jika pemerintah memberlakukan kembali DMO dan HET, maka syaratnya adalah penguasaan pemerintah terhadap CPO dan minyak goreng tersebut agar tidak terjadi manipulasi, spekulasi dan penyeludupan. Jadi pemerintah harus menguasai barangnya," ungkap Deddy. (Pon)
Baca Juga:
Jokowi Kembali Izinkan Ekspor Minyak Goreng
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Gerakan Pangan Murah di Seluruh Indonesia, Polri-Bulog Jual Beras hingga Minyak di Bawah Harga Normal

Harga Mayoritas Kebutuhan Pokok Kompak Turun pada Minggu (10/8), Bikin Emak-Emak Auto Tersenyum Lebar

Pemerintah Musnahkan Tanaman Sawit 700 Hektare di Dalam Kawasan TN Tesso Nilo

Harga Minyakita Selalu Melebihi Ketentuan HET, Ini Permintaan Para Pengusaha

Minyakita Capai Rp 50 Ribu Per Liter di Papua, Pemerintah Bakal Ubah Pola Distribusi

Harga Referensi Minyak Kelapa Sawit Menguat Jadi 877,89/MT Periode Juli, Naik 2,51 Persen

Tidak Perlu Cemas saat Antrean KJP Sembako Terlewat dan QR Code Hilang, Ini yang Harus Dilakukan

Harga MinyaKita 59 Kota/Kabupaten di Bawah HET, Termurah Probolinggo

Pemerintah Kasih Paket Intensif pada Juni-Juli 2025, Ada Diskon Listrik hingga Transportasi

Pemerintah Butuh Tambahan Lahan Sawit Buat Implementasikan Biofuel 60, Bisa Capai 2,5 Juta Hektar
