Larangan Eks Koruptor Maju di Pilkada 2020 Kurang Manusiawi

Ilustrasi : Suasana pencoblosan di TPS saat Pilkada Wali Kota Makassar beberapa waktu lalu. ANTARA/Dok. Darwin Fatir
Merahputih.com - Politikus Partai Golkar Iqbal Wibisono menilai larangan eks koruptor sebagai peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 kurang manusiawi dan melanggar putusan Mahkamah Agung. Apalagi dalam Undang-Undang Pilkada, tidak ada persyaratan yang menyangkut mantan terpidana korupsi.
"Orang sudah sudah divonis oleh majelis hakim dan sudah selesai menjalani hukuman secara undang-undang mestinya sudah menjadi warga negara seperti halnya masyarakat kebanyakan," kata Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah ini, Rabu (20/11).
Hukuman yang sudah dijalani mereka adalah balasan yang harus ditanggung oleh setiap warga negara yang lakukan kesalahan. Atas keputusan majelis hakim, yang bersangkutan harus menjalani hukuman dengan sungguh-sungguh di lembaga pemasyarakatan.
Baca Juga:
KPU Solo Terima Dana Hibah Pilwakot Rp15 Miliar untuk Tiga Paslon
Setelah selesai menjalani hukuman, menurut Iqbal, semestinya mendapatkan perlakuan hukum yang sama, termasuk juga mantan koruptor. Pasalnya, tidak semua eks napi koruptor itu selalu merugikan negara yang material.
"Banyak mantan napi koruptor yang tidak merugikan negara divonis/dihukum oleh hakim karena turut membantu atau malaadministrasi," kata alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini.

Menyinggung KPU yang akan memasukkan larangan eks koruptor sebagai peserta pilkada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Iqbal menegaskan bahwa eks koruptor tetap bisa menjadi calon peserta pilkada karena tidak ada larangan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
"Jadi, bila KPU berencana memasukkan larangan mantan terpidana korupsi sebagai peserta pilkada dalam PKPU, akan mengulangi hal yang sama ketika penyelenggara pemilu ini mengeluarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018," kata Iqbal dikutip Antara.
Dalam PKPU No. 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, tanpa ada frasa "kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana". Padahal, frasa ini temaktub di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Juga:
KPU sendiri mematuhi putusan Mahkamah Agung. Di dalam Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 menyatakan Pasal 4 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1) Huruf d, dan Lampiran Model B.3 PKPU No. 20/2018 sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" bertentangan dengan UU No. 7/2017 Pemilihan Umum juncto UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Praturan Perundang-undang.
Politikus Partai Golkar ini meminta penyelenggara negara harus menghormati hukum positif sebagai pedoman bahwa hilangnya hak politik seseorang harus dengan putusan majelis hakim pengadilan, atau ada undang-undang yang melarang eks koruptor menjadi peserta pilkada.
"Buatlah aturan hukum yang baik tetapi tetap menghormati, tidak merugikan, dan tanpa menghilangkan hak asasi seseorang sebagai warga negara," kata Iqbal Wibisono. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
KPK Kembali Panggil Mantan Anggota BPK Ahmadi Noor Supit Buat Bikin Terang Kasus Dugaan Korupsi Bank BJB

Pemerintah Malaysia Diminta Bantu Proses Pemulangan Pengusaha Minyak Riza Chalid

KPK Tahan 4 Tersangka Dugaan Pemerasan Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kemenaker

Komisi III DPR Cek Usulan Larangan Koruptor Pakai Masker di RUU KUHAP

Profil Nur Afifah Balqis, Sosok Perempuan Cantik yang Disebut Jadi Koruptor Termuda di Indonesia

Wakil Ketua KPK Bicara Soal Tren Koruptor Tutupi Wajah Pakai Masker

[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Terapkan Hukuman Mati untuk Koruptor
![[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Terapkan Hukuman Mati untuk Koruptor](https://img.merahputih.com/media/ae/5a/4f/ae5a4f3d40406e14116ee24738ac8b48_182x135.jpeg)
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Gaji Hakim Naik, Korupsi Disebabkan oleh Keserakahan Belum Tentu Hilang, Tapi Korupsi Karena Kebutuhan Bisa Menurun

Kejagung Diminta Tangani kasus Kredit Sritex Secara Transparan, Profesional, dan Tidak Tebang Pilih
