Laksa, Makanan Favorit di Darwin


Kecintaan terhadap laksa di kota multikultural ini begitu besar sehingga menginspirasi ritual mingguan. (Foto: Freepik/Freepik)
APA makanan favorit penduduk Darwin, kota di tepi Utara Australia (Northern Territory)? Jangan jawab makanan ala Barat. Sebab kamu bakal salah. Mereka ternyata justru menggemari laksa, makanan khas dari bumi Melayu (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang mendapat banyak pengaruh dari Tiongkok.
Laksa menjadi makanan pokok di mana saja mulai dari food court dan kafe hingga restoran mewah di Darwin. Laksa berupa mi berkuah asam dan pedas dengan pugasan daging atau seafood. Laksa lazim dikonsumsi masyarakat Malaysia, Indonesia, dan Singapura.
Murdjiati Gardjito dkk, dalam Makanan Tradisional Indonesia Seri 3, menyatakan bahwa kata 'laksa' berasal dari bahasa Sanskreta. Artinya 'banyak'. Maksudnya, laksa dibuat dengan bumbu yang banyak.
Dan tlatah yang punya khazanah rempah berlimpah adalah Indonesia. Karena itu, laksa dianggap juga bagian dari makanan tradisional Indonesia.
Namun, sekarang, warga Kota Darwin juga memiliki keterikatan pada laksa. Kecintaan terhadap laksa di kota multikultural ini begitu besar sehingga menginspirasi ritual mingguan, memicu persaingan yang memecah belah rumah tangga, dan mengubah koki sederhana menjadi selebriti lokal.
“Sebagai sebuah hidangan, ini benar-benar membantu untuk menyatukan tidak hanya komunitasnya, tapi juga keberadaan kami dan keberadaan kita. Ada populasi yang berbeda di sini dan laksanya juga berbeda dari yang lain,” kata ahli demografi Andrew Taylor seperti diberitakan BBC.
Baca juga:

Kegilaan kota ini terhadap laksa terlihat jelas. Saban Sabtu, kerumunan orang membentuk antrean di antara kios-kios di Parap Markets. Tiap orang punya laksa favoritnya masing-masing.
“Laksa kadang bisa sangat kontroversial. Pantas saja jadi perdebatan di rumah kami. Ada dua orang yang menyukai Yati (pembuat laksa-Red.), ada dua orang yang menyukai Purple Lady (pembuat laksa-Red.), dan satu lagi ragu-ragu,” kata Elly, warga setempat.
Sementara, keluarga Kirsty memilih Mary, pembuat laksa di Parap Markets. “Kami adalah keluarga militer dan kami benar-benar mendekati akhir masa dua tahun kami, jadi kami berusaha untuk menyantap Mary favorit kami sebanyak yang kami bisa,” kata Kirsty.
Tidak ada yang tahu pasti kapan, atau bagaimana tepatnya, obsesi laksa ini dimulai di Darwin. “Saya besar di Darwin dan laksa selalu menjadi hal yang disukai banyak orang,” kata Jo Smallacombe, penyelenggara festival yang didukung pemerintah.
Namun jawabannya mungkin terletak pada sejarah multikultural kota ini yang panjang dan kaya.
Darwin berada lebih dekat ke Asia dibandingkan dengan ibu kota Australia lainnya. Wilayah ini berinteraksi dengan para penyelam mutiara Jepang dan pemburu emas Tiongkok yang datang pada akhir 1800-an.
Hingga sekarang, Darwin telah menjadi pusat wisata. Bahkan terdapat bukti bahwa masyarakat First Nations di Top End berdagang dengan tetangga mereka sebelum negara tersebut dijajah.
Dan saat ini, Northern Territory adalah salah satu tempat dengan budaya paling beragam di Australia. Lebih dari separuh penduduknya lahir di luar negeri atau memiliki orang tua yang lahir di luar negeri.
Baca juga:

Selain sajian yang lebih tradisional, ada juga sejumlah pedagang yang bersaing untuk mendapatkan gelar hidangan terbaik yang terinspirasi dari laksa.
Pada bulan Oktober, para maniak laksa pun mulai bersiap untuk festival laksa yang berlangsung selama sebulan. Sebuah kuil raksasa untuk laksa didirikan di mal kota. Jalanan dipenuhi dengan spanduk yang mempromosikan acara tersebut.
Laksa yang ditawarkan dalam festival tersebut adalah hidangan tradisional dari segala jenis: kuah kental dan pekat, atau encer dan ringan. Isinya bisa pangsit atau dihias dengan udang, ayam atau daging, atau vegetarian.
Namun, ada juga menu-menu unik yang lebih menantang: es krim laksa, pai laksa, smoothie laksa, bahkan laksa-gna vegan dan pangsit laksa buaya.
Salah satu yang paling kontroversial adalah kue keju Basque gosong di Kopi Stop. Penciptanya berasal dari Singapura, Jules Mou. Ia memiliki kredensial laksa yang kuat. Hidangan laksa tradisionalnya memang menjadi hit dan tahun ini memenangi People's Choice, tapi dia juga ingin menyajikan sesuatu yang unik.
“Saya berpikir tentang kopi laksa, 'Mmm, saya benar-benar ingin mencobanya', tapi sebenarnya tidak. Suatu hari, saya berpikir, 'Oh, mungkin kita bisa mencoba kue keju'," beber Mou.
Beberapa hidangan yang terinspirasi dari laksa menjadi favorit. Salah satu penduduk setempat mengatakan dia harus membeli dan membekukan sosis laksa untuk dibawa pulang oleh ibunya ketika dia berkunjung dari negara bagian lain.
Hidangan yang melanggar batas itu merupakan perayaan menyenangkan atas hal-hal yang membuat Darwin luar biasa. "Ini sesuatu yang berbeda, menarik, semua orang berusaha menjadi inovatif. Ini luar biasa!" seru Mou. (aru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Jeritan UMKM di District Blok M, Harga Sewa Naik Langsung Bikin Tenant Cabut

Menemukan Ketenangan dan Cita Rasa Bali di Element by Westin Ubud, Momen Sederhana Jadi Istimewa

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Meradang, Tuduh PM Australia Berkhianat

Karyawan Palsukan Tanggal Kedaluwarsa, Jaringan Ritel Jepang Hentikan Penjualan Onigiri

Oase Seribu Rasa di Arena Lakeside Kemayoran, Sajikan Kelezatan Nusantara dan Asia Tenggara dengan Sentuhan Modern

Berburu Promo Makanan di 17 Agustus, dari Potongan Harga sampai Tebus Murah

Daftar Promo 17 Agustus 2025: Diskon Spesial Kemerdekaan dari Minuman, Makanan, hingga Fashion!

Bertualang Rasa di Senopati, ini nih Rekomendasinya
Gerakan ’SAPU PLASTIK’ Kumpulkan 2,5 Ton Limbah, Beri Apresiasi Pelanggan dengan Diskon 20 Persen

Australia dan Negara Eropa Bakal Akui Negara Palestina, Selandia Baru Menyusul
