KPK: Dana Bansos dan Hibah Rawan Dikorupsi Jelang Pilkada


Kampanye Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Gowa periode 2015-2020 yang diikuti lima pasang calon bupati-wakil bupati akan dilaksanakan 27 Agustus 2015 hingga 5 Desember 2015. ANTARA FOTO/Yusran Uccang.
MerahPutih Peristiwa - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kepala daerah, seperti bupati, wali kota, bahkan gubernur rawan meyelewengkan dana bantuan sosial (bansos) atau dana hibah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh KPK, dana bansos dan hibah biasanya dicairkan setahun menjelang pemilihan kepala daerah. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat koordinasi yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (6/10/).
"Ada kenaikan jumlah signifikan pencairan dana bansos jelang pemilihan (kepala daerah). Bahkan, jumlahnya bisa sampai 50 persen," ujar Asep Rahmat Suwandha, pejabat dari Direktorat Gratifikasi KPK.
Dana bansos dan hibah biasanya digunakan oleh incumbent yang kembali bertarung dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) di daerahnya. Dana bansos dan hibah merupakan pemasukan paling rawan dikorupsi oleh kepala daerah.
KPK sudah melakukan riset dalam tiga tahun terakhir terkait korupsi dana bansos dan hibah. Dari hasil riset sejak 2011 sampai 2014, indikasi penyelewengan dana tersebut lepas dari monitoring dan audit publik, termasuk lembaga-lembaga audit yang ditunjuk negara.
"Hibah dan bansos adalah suatu aktivitas yang paling rawan dikorupsi, itu merupakan hasil riset yang kami lakukan selama tiga tahun terakhir," kata Asep Rahmat Suwandha.
Rapat dihadiri oleh jajaran KPU dan Bawaslu, serta stakeholders lain mulai dari TNI, kepolisian, DPRD, dan Pemda Kalsel, hingga organisasi masyarakat (ormas) dan tokoh agama setempat. Selain mengungkap modus korupsi dari dana bansos dan hibah, rapat juga membahas modus-modus lain yang dilakukan kepala daerah untuk melakukan korupsi, seperti saat proses perencanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Selain itu, ada pula kepala daerah yang memanfaatkan pengadaan barang dan jasa untuk meraup keuntungan.
Menurut Asep Rahmat Suwandha, modus-modus tersebut dilakukan kepala daerah tidak terlepas karena kebiasaan mereka yang sudah melakukan tindakan-tindakan koruptif dalam pilkada.
"Kecurangan dalam pilkada tidak hanya berdampak ketika selesai pemilu, tetapi ketika sudah ditetapkan sebagai pimpinan daerah. Proses ini memengaruhi perilaku bagaimana menjalankan roda pemerintahan. Aktivitas menjalankan program daerah akan sarat dengan korupsi," kata Asep.
Dengan fakta-fakta tersebut, Asep mengajak para pihak seperti KPU, Bawaslu serta pihak-pihak terakait untuk sama-sama berpartisipasi mengawasi aliran dana-dana yang mengalir kepada para calon maupun partai mengusung saat pilkada. (aka)
Baca Juga:
- PNS Stres Setiap Menghadapi Pilkada
- Ancaman Sanksi bagi PNS Tidak Netral dalam Pilkada Serentak 2015
- Pilkada Serentak, Orang Gila Tidak Punya Hak Pilih
- Putusan MK Picu Pembengkakan Anggaran Pilkada
- Pilkada DKI, Adhyaksa Dault: Wait and See
Bagikan
Berita Terkait
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah

Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye

KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu

Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret

MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan
