KPK Bongkar Aliran Fee Rp 7 Miliar di Proyek PUPR OKU, 4 Tersangka Baru Ditahan
KPK tetapkan 4 tersangka baru kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR OKU. (Foto: MerahPutih.com/Ponco)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan dan menahan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Penetapan ini merupakan lanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut pada Maret 2025.
“Setelah ditemukan kecukupan bukti dalam proses penyidikan, KPK kembali menetapkan dan kemudian melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/11).
Baca juga:
Mengintip Barang Bukti OTT KPK Kasus Suap Proyek PUPR di Ogan Komering Ulu
Empat tersangka tersebut terdiri atas dua penyelenggara negara dan dua pihak swasta, yakni Parwanto (PW), Wakil Ketua DPRD OKU 2024–2029; Robi Vitergo (RV), Anggota DPRD OKU 2024–2029; Ahmat Thoha alias Anang (AT/AG), wiraswasta; serta Mendra SB (MSB), wiraswasta.
Para tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama, terhitung 20 November hingga 9 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.
Asep menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari proses penyusunan anggaran Pemkab OKU tahun 2025. Dalam pembahasannya, anggota DPRD disebut menyepakati pengubahan jatah pokok-pokok pikiran (pokir) menjadi proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal mencapai Rp 45 miliar. Jumlah tersebut kemudian disesuaikan menjadi Rp35 miliar akibat keterbatasan anggaran.
“Dari total nilai pokir ini, para anggota DPRD meminta jatah fee sebesar 20 persen atau sekitar Rp 7 miliar,” kata Asep.
Baca juga:
Kesepakatan itu turut menyebabkan peningkatan anggaran Dinas PUPR saat APBD 2025 disahkan, melonjak hampir dua kali lipat dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Dalam praktiknya, para tersangka diduga mengatur sekaligus menerima aliran dana dari pihak swasta sebagai imbalan pengondisian proyek.
Sementara itu, Ahmat Thoha dan Mendra SB berperan sebagai pemberi suap agar dapat mengerjakan proyek-proyek yang menjadi jatah DPRD. Proyek tersebut dikondisikan melalui mekanisme e-katalog dan mencakup sembilan kegiatan bernilai miliaran rupiah, mulai dari rehabilitasi rumah dinas pejabat hingga peningkatan sejumlah ruas jalan desa.
Asep juga mengungkapkan bahwa pencairan uang muka proyek dipercepat menjelang Hari Raya Idul Fitri demi memenuhi komitmen fee kepada anggota DPRD. Padahal, pada saat itu Pemkab OKU sedang menghadapi masalah arus kas karena prioritas pembayaran THR dan penghasilan pegawai.
Atas perbuatannya, Parwanto dan Robi Vitergo dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. Sementara Ahmat Thoha dan Mendra SB sebagai pemberi suap dikenai Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Bongkar Aliran Fee Rp 7 Miliar di Proyek PUPR OKU, 4 Tersangka Baru Ditahan
KPK Serahkan Rp 883 Miliar ke Taspen, Hasil Rampasan Kasus Investasi Bodong
Momen KPK Serahkan Uang Rampasan Kasus Korupsi Taspen Senilai Rp 883 Miliar di Jakarta
KPK Harap KUHAP Baru tak Ubah Kewenangannya dalam Memberantas Korupsi
KPK Tunggu Sikap Kementerian dan Polri terkait Putusan MK soal Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil
Dewas KPK Tindak Lanjuti Dugaan AKBP Rossa 'Amankan' Gubernur Bobby, Tenggatnya 15 Hari
Nasib Polisi Aktif di KPK Imbas Putusan MK Tunggu Hasil Kajian Polri
KPK Tukar Kasus? Kasus Petral ke KPK, Kasus Google Cloud ke Kejagung
Bukan Cuma Jual Beli Tanah Negara, Penyelidikan KPK Temukan Indikasi Mark Up Dana Lahan Whoosh
AKBP Rossa Dilaporkan ke Dewan KPK terkait Dugaan Penolakan Penyidikan yang Menyentuh Bobby Nasution