Konflik dan Kekerasan di Papua Cerminan Rendahnya Perhatian Elite Politik di Jakarta
Evakuasi korban penyerangan KKB di Papua. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kematian perawat Gabriella Meilani di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, menuai kecaman. Serangan yang menyasar warga sipil ini, tidak dibenarkan Apalagi sampai yang mengarah ke pembunuhan di luar hukum yang tidak bisa dibenarkan.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwen menyesalkan, dan mengecam keras terjadinya insiden serangan, penyiksaan, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia apapun.
"Hak untuk hidup adalah hak fundamental,” kata Wirya dalam keterangan persnya, Minggu (19/9).
Baca Juga:
Semua Unsur Harus Terlibat Hentikan Konflik di Papua
Wirya mendesak negara untuk segera mengusut tuntas kematian perawat Gabriella. Semua pelaku pelanggaran HAM, baik aparat keamanan, kelompok bersenjata, maupun warga biasa yang terbukti melanggar HAM harus diadili secara terbuka, efektif, dan independen di pengadilan sipil.
Ia menyebut, tragedi ini seharusnya menjadi pengingat bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini dipraktekkan dalam menyelesaikan konflik di Papua.
"Selain itu, untuk mencegah siklus kekerasan yang terus berulang di Papua, negara harus segera mengakhiri impunitas yang selama ini terjadi," terang Wirya.
Direktur Amnesty International Usman Hamid menambahkan, situasi Papua yang terus menerus diwarnai kekerasan tidak lepas dari rendahnya perhatian élite politik Jakarta dalam memastikan penegakan hukum berjalan adil bagi semua pihak.
"Setiap kali ada kekerasan, setiap itu pula kita melihat negara gagal untuk melakukan investigasi secara fair dan menyeluruh, apalagi menuntut pelakunya ke pengadilan umum," sebut Usman.
Sekedar informasi, serangan terhadap warga terjadi di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua pada Senin 13 September lalu. Akibat kejadian ini, seorang perawat dilaporkan meninggal dunia. Empat perawat lainnya luka-luka, satu perawat dilaporkan hilang, dan 300 nakes lainnya diungsikan.
Kepolisian menyebut bahwa kelompok bersenjata melakukan kontak tembak dengan aparat keamanan pada Senin 13 September dan menyerang warga sipil termasuk nakes yang saat insiden sedang melayani masyarakat. Mereka membakar sejumlah fasilitas umum seperti puskesmas, sekolah, bank, dan pemukiman.
Dalam keterangan persnya, juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambon mengaku bahwa pihaknya telah mengeluarkan peringatan agar warga sipil non-Papua untuk segera meninggalkan wilayah konflik bersenjata, termasuk Pegunungan Bintang.
TPNPB-OPM membantah mereka membunuh Gabriella Meilani dan melemparkannya dari jurang setinggi 400 meter. Kelompok ini juga mendesak supaya dilakukan investigasi independen dan menyeluruh yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca Juga:
Berikut Kondisi Nakes Yang Jadi Korban Penyerangan Brutal KKB di Papua
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Polres Mamberamo Raya Papua Diserang Massa: Aparat Terluka, Mobil dan Bangunan Rusak
Penggerebekan KKB Dugwi Kogoya Berawal dari Temuan Ponsel di Lokasi Keributan
Menhut Raja Juli Minta Maaf Pembakaran Barang Bukti Mahkota Cenderawasih Dapat Reaksi Dari Warga Papua
Menhut Raja Juli Kirim Eselon 1 ke Papua Redam Ketegangan Insiden Mahkota Cenderawasih
Amnesty International Indonesia Desak Pemerintah Cabut Nama Soeharto dari Daftar Calon Pahlawan Nasional
Ketua Adat La Pago Minta Rakyat Papua Jangan Terprovokasi Insiden Pemusnahan Mahkota Cenderawasih
Kemenhut Minta Maaf Lukai Hati Rakyat Papua, Akui Salah Bakar Mahkota Cenderawasih
Rute Gerilya Undius Kogoya Bos KKB Intan Jaya Sebelum Meninggal di Wandai
Kecam Kekerasan dalam Demo di Jayapura, DPR: Ungkap Aktor Intelektual
DPR Kecam Pembakaran Sekolah oleh KKB di Papua, Minta Pemerintah Harus Ambil Langkah Tegas