Koalisi Perempuan Pembela HAM Soroti Isu Solidaritas di ASEAN


Koalisi Perempuan Pembela HAM soroti isu solidaritas di ASEAN. Foto: Unsplash/ Markus Spiske
MerahPutih.com - Koalisi Perempuan Pembela HAM (PPHAM) menggelar diskusi publik bertajuk "Perempuan Pembela HAM: Meneguhkan Solidaritas dan Gerakan Perempuan di ASEAN" dalam rangka Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM (PPHAM) Internasional 2024, yang jatuh setiap 29 November.
Diskusi ini menghadirkan empat narasumber penting dari kawasan Asia Tenggara, yakni Prof.Nymia Pimentel (Philipines Alliance Human Rights Advocate), Shivani Verma (OHCHR), Piyanut Kotsan (Amnesty Internasional Thailand), dan Theresia Iswarini (Komnas Perempuan).
Diskusi tersebut menyoroti isu kekerasan terhadap Pembela HAM, termasuk Perempuan Pembela HAM (PPHAM) di Asia Tenggara. Analisis Bersama Forum Asia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) tentang Situasi Pembela HAM di Asia.
Diketahui, terdapat 606 kasus kekerasan terhadap PHAM di Asia Tenggara selama kurun waktu 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2023. Dari angka tersebut, 33 dialami PPHAM.
Baca juga:
Komnas HAM Desak Proses Penegakan Hukum Polisi Tembak Polisi Adil dan Transparan
Pada diskusi tersebut, Direktur Eksekutif KEMITRAAN Laode M. Syarif, menggarisbawahi posisi Pembela HAM yang semakin rentan dengan perubahan situasi politik dan kepemimpinan di berbagai negara Asia Tenggara yang semakin represif.
Hal itu diperburuk dengan kembalinya kekuasaan rezim masa lalu yang sarat dengan kasus pelanggaran HAM dan anti demokrasi, seperti yang terjadi di Filipina.
“Kekerasan aparat terhadap Pembela HAM, Aktivis Perempuan, Aktivis Lingkungan itu selalu ada, apalagi jika secara kebijakan belum ada perlindungan hukum pada pembela HAM,” ujar dia.
Baca juga:
NOC Indonesia Tegaskan Komitmen Perlindungan Atlet dari Ancaman Kekerasan Psikis hingga Seksual
Kondisi yang tidak baik-baik saja bagi PPHAM juga diamini oleh Ketua Komnas Perempuan. Ia mengatakan ancaman atau bahkan serangan terhadap PPHAM dari aktor negara dan nonnegara menunjukkan keberadaan PPHAM yang belum diakui.
“Ancaman terhadap PPHAM yang berasal dari dari Aktor Negara maupun non-negara ini terjadi dalam berbagai ruangnya, sehingga penting mengakui keberanian dan juga kegigihan PPHAM dengan disertai upaya kolektif untuk mendukung dan memberikan perlindungan yang lebih baik,” pungkas Andy. (far)
Bagikan
Berita Terkait
Puan Maharani Sebut Keterwakilan Perempuan di DPR Pecahkan Rekor

Legislator Ingatkan Pentingnya Fasilitas Pendukung untuk Pemenuhan Hak-Hak Pekerja Perempuan

Pertama dalam Sejarah nih, Pembelot Korea Utara Gugat Kim Jong-un atas Tindakan Penyiksaan

Deretan Tokoh Perempuan Indonesia Raih Penghargaan RA Kartini Award 2025

Kolaborasi Bangun Kota Jakarta jadi Kota Global Ramah Anak dan Perempuan

Ibu Rumah Tangga Jadi Target Rekrutan Sindikat Narkoba, Dari Kurir Sampai Jadi Bos

Bisnis Kasino Harus Dilokalisasi dan Dikenakan Pajak Menurut Guru Besar UI

Unilever Indonesia Luncurkan Program Pemberdayaan UMKM Perempuan dan Disabilitas

Rakernas dan Rapimnas GAMKI, Komitmen Advokasi Isu Perempuan

Diskusi Publik dan Instalasi Seni Refleksi 27 Tahun Reformasi 1998
