Ketua FAKI: Setiap Musuh di Luar Komunis, Ya Sudah Dicap Anti-Nasakom
Ilustrasi buku-buku tentang ajaran Kiri. (Foto: MerahPutih/Fredy Wansyah)
MerahPutih Nasional - Ketua Forum Anti Komunis Indonesia (FAKI) Burhanuddin Zainuddin mengatakan bahwa di Yogyakarta Partai Komunis Indonesia (PKI) kerap melakukan teror. Itu terjadi terutama setelah konsep politik Bung Karno yaitu Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom).
Burhanuddin Zainuddin juga dikenal sebagai Burhan Kampak. Setelah peristiwa Gerakan 30 September, masuknya Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ke Yogyakarta mendapat dukungan organisasi yang berseberangan dengan PKI. Burhan pun mendapat dukungan, ketika itu sebagai mahasiswa, dengan cara dilatih untuk menghadapi PKI.
Salah satunya tentang pelaksanana Undang-Undang Land Reform. PKI secara sepihak melakukan penguasaan tanah di desa-desa. Di Yogyakarta hal tersebut tidak terjadi begitu luas. Di Jawa Timur, aksi sepihak pelaksanaan Undang-Undang Land Reform dengan meneror orang di luar PKI.
Burhan menceritakan, PKI semakin kuat setelah Bung Karno membentuk Nasakom. "Setiap kali ada musuh di luar komunis, ya sudah dicap anti-Nasakom. Terus kan pada takut. Rakyat semakin gelisah, makin takut," kata Burhan.
Di Yogyakarta, PKI pernah membuat pertunjukan ketoprak berjudul "Pateni Gusti Allah." Beberapa teror oleh PKI dilakukan sehingga membuat takut masyarakat. Menurut Burhan, Nasakom dijadikan senjata PKI untuk melawan pihak-pihak yang berseberangan. Padahal, Bung Karno yang menurut Burhan bukan seorang pendendam dengan konsep politik Nasakom itu agar sama-sama membangun bangsa ini.
Anti-Nasakom yang dialamatkan kepada orang yang berseberangan dengan PKI tersebut menjadi teror. Ketika seseorang berani melawan PKI, maka ia akan dicap anti-Nasakom. Kemudian pada ujungnya, anti-Nasakom berarti kontrarevolusi artinya melawan Bung Karno. Hal tersebut membuat PKI semakin berani dan orang yang bertentangan dengan PKI semakin takut.
"Kalau sudah dicap seperti kata-kata Bung Karno, kontrarevolusi, mampus orang itu. Gak bisa berbuat apa-apa. Itu situasinya tahun '64," kata Burhan. (Fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Mulai 2026, Jemaah Calon Haji Banten dan DIY Berangkat dari Embarkasi Cipondoh dan Yogyakarta
Kearifan Lokal Jaga Warga Bikin Yogyakarta Cepat Pulih Dari Demo Berujung Rusuh
KAI Daop 6 Yogyakarta Layani 219.400 Penumpang Selama Long Weekend Maulid Nabi
Polisi Diminta Usut Tuntas Kematian Mahasiswa Amikom, Bonnie Triyana: Tidak Ada Alasan yang Membenarkan Kekerasan Aparat Terhadap Pengunjuk Rasa
Pesisir Medan Berpotensi Banjir 22-28 Agustus, Hujan Lebat Akan Guyur DIY
Saat Libur Peringatan HUT ke-80 RI, Daop 6 Yogyakarta Alami Kenaikan Penumpang 5,5 Persen
85.792 Wisatawan Mancanegara Naik Kereta Api Selama Juli 2025, Yogyakarta Jadi Tujuan Tertinggi
Viral, Driver Ojol Dikeroyok karena Telat Antar Kopi, Ratusan Rekan Geruduk Rumah Customer
Film Dokumenter 'Jagad’e Raminten': Merayakan Warisan Inklusivitas dan Cinta dari Sosok Ikonik Yogyakarta
Libur Panjang, KAI Commuter Yogyakarta Tambah 4 Perjalanan Jadi 31 Trip Per Hari