Ketika Protes Berujung Perusakan: Menyingkap Arti dan Dampak Vandalisme

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Sabtu, 30 Agustus 2025
Ketika Protes Berujung Perusakan: Menyingkap Arti dan Dampak Vandalisme

Petugas dari Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Utilitas Kota Dinas Bina Marga DKI Jakarta sedang membersihkan puing-puing akibat demonstrasi di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). ANTARA/Kuntum Riswan.

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Gelombang demo merupakan dari dinamika sosial-politik di Indonesia. Massa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka terhadap berbagai isu, mulai dari kebijakan pemerintah, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga persoalan lingkungan dan lainnya.

Suasana aksi sering kali berjalan damai. Namun tidak jarang berakhir ricuh ketika emosi massa memuncak atau ketika terjadi benturan dengan aparat keamanan serta aspirasi yang tidak tersalurkan.

Dalam kondisi seperti tersebut, kerap menyaksikan fasilitas umum dirusak, dinding-dinding dipenuhi coretan, hingga kendaraan umum atau pos polisi dibakar. Fenomena inilah yang sering disebut sebagai tindakan vandalisme.

Dikutip dari berbagai sumber, ssecara sederhana, vandalisme dapat diartikan sebagai perbuatan merusak atau menghancurkan fasilitas publik maupun milik pribadi dengan sengaja.

Baca juga:

Presiden Prabowo Perintahkan Polisi dan TNI Tindak Tegas Perusuh Saat Demo Berlangsung

Kata ini berasal dari nama suku Vandal, sebuah bangsa Jermanik Timur yang dikenal dalam sejarah Eropa karena merusak kota Roma pada abad ke-5. Dari peristiwa itulah muncul istilah “vandalisme” yang kini identik dengan tindakan perusakan yang tidak bertanggung jawab.

Dalam konteks hukum, vandalisme termasuk perbuatan melanggar aturan karena merugikan kepentingan umum. Undang-undang di Indonesia mengategorikan vandalisme sebagai tindak pidana, misalnya pencemaran, perusakan barang, atau perbuatan tidak menyenangkan yang merusak estetika ruang publik.

Bentuknya bisa beragam: mulai dari mencoret-coret tembok, merusak halte, menghancurkan rambu lalu lintas, hingga membakar fasilitas umum saat demonstrasi berlangsung.

Namun, menariknya, tidak semua vandalisme lahir dari niat merusak semata. Dalam studi sosial, vandalisme sering dipandang sebagai bentuk ekspresi protes atau perlawanan simbolis terhadap sistem yang dianggap menekan.

Coretan di dinding, misalnya, bisa menjadi medium untuk menyampaikan kritik politik, menyuarakan ketidakpuasan, atau sekadar menandai keberadaan kelompok tertentu. Di banyak negara, aksi vandalisme bahkan menjadi bagian dari budaya jalanan yang menantang otoritas.

Meski begitu, dampak negatif vandalisme tidak bisa diabaikan. Perusakan fasilitas publik menyebabkan kerugian materi, menurunkan kualitas lingkungan kota, dan dapat membahayakan keselamatan masyarakat.

Bayangkan rambu lalu lintas yang dicoret hingga tak terbaca, atau halte bus yang dirusak sehingga tidak lagi bisa digunakan. Tindakan semacam ini pada akhirnya merugikan masyarakat luas, termasuk mereka yang tidak terlibat dalam aksi protes.

Di Indonesia, fenomena vandalisme kerap muncul bersamaan dengan demonstrasi besar. Aksi membakar ban, merusak pos polisi, atau mencoret dinding gedung pemerintahan sering dijadikan sorotan media.

Tidak jarang pula, tindakan tersebut mengaburkan pesan utama dari demonstrasi itu sendiri, sehingga isu penting yang seharusnya menjadi fokus justru tenggelam oleh pemberitaan mengenai kerusuhan.

Oleh karena itu, penting untuk memahami vandalisme dalam dua sisi: sebagai bentuk ekspresi sosial yang lahir dari ketidakpuasan, tetapi juga sebagai perbuatan yang membawa konsekuensi hukum dan kerugian nyata.

Kesadaran inilah yang perlu ditanamkan, baik kepada peserta aksi maupun masyarakat luas. Demonstrasi semestinya menjadi ruang demokratis untuk menyuarakan aspirasi, bukan ajang merusak yang justru melemahkan pesan perjuangan.

Dengan demikian, memahami pengertian vandalisme bukan hanya soal mengenali bentuk perusakan, tetapi juga mengajak kita berpikir kritis: bagaimana sebuah protes dapat disalurkan secara kreatif tanpa merugikan kepentingan bersama. (Far)

#Demo Rusuh #Vandalisme #Demo Ojol
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
17 Aktivis Ditahan Polisi Minta Perlindungan, LPSK Ngaku Punya Wewenang Terbatas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK hanya berwenang melindungi saksi, korban, pelapor, ahli, dan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 14 Oktober 2025
17 Aktivis Ditahan Polisi Minta Perlindungan, LPSK Ngaku Punya Wewenang Terbatas
Indonesia
Ketua MPR dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tinjau Renovasi Mess MPR yang Dibakar Massa, Salah Satu Bangunan Heritage Bandung
Gedung tersebut memiliki nilai historis tinggi sehingga perlu dilakukan perbaikan.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Ketua MPR dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tinjau Renovasi Mess MPR yang Dibakar Massa, Salah Satu Bangunan Heritage Bandung
Indonesia
DPR Nilai Unjuk Rasa Anarkis Bukti Kegagalan Intelijen dan Koordinasi TNI-Polri Akibat Ego Sektoral
Lebih jauh, ia menekankan bahwa penyampaian aspirasi adalah hak konstitusional warga negara
Angga Yudha Pratama - Rabu, 08 Oktober 2025
DPR Nilai Unjuk Rasa Anarkis Bukti Kegagalan Intelijen dan Koordinasi TNI-Polri Akibat Ego Sektoral
Berita Foto
Mengintip Perbaikan Bangunan Gerbang Tol Dalam Kota Pasca Demo Rusuh Telan Biaya 80 Miliar
Aktivitas pekerja menyelesaikan pekerjaan perbaikan gerbang pintu Tol Dalam Kota di Kawasan Pejompongan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 30 September 2025
Mengintip Perbaikan Bangunan Gerbang Tol Dalam Kota Pasca Demo Rusuh Telan Biaya 80 Miliar
Indonesia
Kapolri Sebut Polisi di Lokasi Unjuk Rasa bukan untuk Batasi Demokrasi, Deteksi Penyusup yang Memprovokasi
Menjamin agar kegiatan unjuk rasa dapat dijalankan secara aman, tertib dan tidak mengganggu hak warga negara lainnya
Dwi Astarini - Selasa, 30 September 2025
Kapolri Sebut Polisi di Lokasi Unjuk Rasa bukan untuk Batasi Demokrasi, Deteksi Penyusup yang Memprovokasi
Indonesia
Puluhan Anak Masih Ditahan Imbas Demo Agustus 2025, KPAI Sebut Ada Indikasi Mobilisasi Anak Secara Masif
KPAI menerima 203 laporan pengaduan melalui Sistem Informasi Sahabat Anak (SIGA) yang memperkuat temuan awal.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 30 September 2025
Puluhan Anak Masih Ditahan Imbas Demo Agustus 2025, KPAI Sebut Ada Indikasi Mobilisasi Anak Secara Masif
Berita Foto
Aksi Unjuk Rasa Sopir Tolak Penghentian Operasional Truk Tambang di Cigudeg Bogor
Massa yang terdiri dari sopir truk tambang dan keluarga mereka serta sejumlah anggota Asosiasi Transporter Tangerang-Bogor (ATTB) melakukan aksi unjuk rasa dengan membakar ban bekas di Kawasan Cigudeg, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/9/2025).
Didik Setiawan - Senin, 29 September 2025
Aksi Unjuk Rasa Sopir Tolak Penghentian Operasional Truk Tambang di Cigudeg Bogor
Indonesia
KPAI Sesalkan Polisi Tetapkan Ratusan Anak Tersangka Demo Rusuh Agustus 2025
Sebelumnya, ada 959 orang yang ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan di sejumlah daerah pada akhir Agustus 2025. Dari jumlah tersebut, 295 di antaranya anak-anak.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 26 September 2025
KPAI Sesalkan Polisi Tetapkan Ratusan Anak Tersangka Demo Rusuh Agustus 2025
Indonesia
KPAI Minta Polri Bebaskan Anak-anak yang Terlibat Demo Rusuh dan Temukan Dalang Utama
Anggota KPAI Sylvana Apituley menyebut anak-anak merupakan korban mobilisasi dan eksploitasi.
Frengky Aruan - Jumat, 26 September 2025
KPAI Minta Polri Bebaskan Anak-anak yang Terlibat Demo Rusuh dan Temukan Dalang Utama
Indonesia
295 Anak Jadi Tersangka Kerusuhan di Jakarta, Diduga Disuruh Senior hingga Terprovokasi Media Sosial
Perspektif perlindungan anak tetap dikedepankan.
Dwi Astarini - Kamis, 25 September 2025
295 Anak Jadi Tersangka Kerusuhan di Jakarta, Diduga Disuruh Senior hingga Terprovokasi Media Sosial
Bagikan