Kerawanan Pangan Tingkatkan Potensi Gangguan Makan
                Peneliti menunjukkan, kerawanan pangan dapat membuat perilaku gangguan makan lebih mungkin terjadi. (Foto: Unsplash/Thought Catalog)
BERTAHUN-tahun sudah para peneliti telah menyimpulkan bahwa stereotipe gangguan makan hanya terjadi pada pasien dari kelompok tertentu, tidaklah akurat. Banyak asumsi bahwa gangguan makan terutama memengaruhi perempuan kulit putih bertubuh kurus.
Namun, orang dari semua ras, jenis kelamin, dan ukuran tubuh dapat mengalami gangguan makan.
Lebih lanjut, penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Eating Behaviors menantang komponen lain dari stereotipe gangguan makan: asumsi bahwa orang dengan gangguan makan cenderung kaya.
Dalam studi longitudinal terhadap kelompok keluarga yang beragam, para peneliti menunjukkan bahwa kerawanan pangan dapat membuat perilaku gangguan makan lebih mungkin terjadi.
Dalam beberapa tahun terakhir, sekira 10 persen rumah tangga AS memenuhi kriteria kerawanan pangan dari United States Department of Agriculture (USDA).
Baca juga:
Mengutip laman psychologytoday.com, USDA mendefinisikan rumah tangga rawan pangan sebagai mereka yang mengalami periode waktu ketika mereka tidak yakin memiliki atau tidak dapat memperoleh cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan semua anggota rumah tangga karena mereka tidak memiliki cukup uang atau sumber daya lain untuk makanan.
Memiliki sumber daya yang terbatas untuk membeli makanan dapat menyebabkan siklus 'feast-or-famine' atau kondisi ketika konsumsi berlebihan dari individu. Biasanya berlangsung ketika mereka mampu melakukannya (misalnya setelah gajian) dan membatasi asupan makanan ketika kehabisan uang.
Terlepas dari apakah seseorang membatasi asupan makanan karena berusaha menurunkan berat badan atau karena tidak mampu membeli makanan, hasilnya tetap sama. Pembatasan makanan cenderung memicu 'binge eating' atau makan berlebihan tanpa bisa dikontrol.
Ini dapat mendorong perilaku pengendalian berat badan yang tidak sehat seperti puasa atau memuntahkan makanan.
Untuk menilai sejauh mana kerawanan pangan dapat diprediksi terlibat dalam perilaku makan yang tidak sehat, para peneliti di University of Minnesota merekrut lebih dari 1.000 orangtua yang berpartisipasi dalam studi penelitian longitudinal yang lebih besar dan disebut Family Matters.
 
Keluarga dalam sampel ini berasal dari beragam ras/etnis. Keberagaman sangat penting untuk penelitian ini mengingat di Amerika Serikat orang kulit berwarna cenderung mengalami kerawanan pangan.
Baca juga:
Rumah tangga dengan anak juga lebih mungkin mengalami kerawanan pangan; semua rumah tangga yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki anak. Orangtua dapat menyelesaikan survei untuk penelitian ini dalam bahasa Inggris, Hmong, Somalia, atau Spanyol.
Peserta studi menyelesaikan survei tentang kerawanan pangan singkat berisi pertanyaan tentang apakah rumah tangga mengalami hal-hal seperti kehabisan makanan dan tidak punya uang untuk membeli lebih banyak, atau tidak punya uang untuk membeli makanan seimbang.
Untuk menilai perilaku gangguan makan, peserta menjawab pertanyaan ya/tidak tentang apakah, dalam satu tahun terakhir, mereka telah melakukan hal-hal seperti melewatkan jam makan, berpuasa, menggunakan pil diet, memuntahkan yang diinduksi sendiri, atau mengalami periode 'binge eating'.
Para peneliti menemukan bukti yang jelas bahwa kerawanan pangan rumah tangga memiliki hubungan dengan kemungkinan yang jauh lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku makan yang tidak sehat, terutama 'binge eating.
Penelitian baru ini memperluas pemahaman kita tentang faktor risiko gangguan makan dengan menyoroti bagaimana tekanan keuangan dan ketidakpastian dapat memicu pola makan yang tidak sehat atau berbahaya. (aru)
Baca juga:
Disebut Presiden Jokowi Jadi Pangan Alternatif, ini Manfaat Kesehatan Sorgum
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
                      Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
                      Sepakat Kerja Sama di Bidang Ekonomi dan Sains, Presiden Brasil Harap Bisa Untungkan 2 Negara
                      Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
                      Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
                      The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
                      DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
                      Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
                      [HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
                      Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum