Kepala BIN Harapkan Peran Ulama dan Takmir Masjid Dalam Merawat Keberagaman


Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan bersama wakil ketum LDNU KH Nur Hayid (Foto: Ist)
MerahPutih.Com - Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan mengatakan, dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk fisik maupun fungsi dan perannya.
Di masa Rasulullah, kata Budi, Masjid memiliki multi fungsi, selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat menimba ilmu (tholabul ilmi), tempat bermasyarakat, dan tempat syi’ar dakwah Islam sehingga Islam bisa mencapai titik kejayaan dan tersebar ke seluruh penjuru dunia.
"Kita bersyukur sekarang ini suasana dakwah dan penyebaran Islam di tanah air tumbuh dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran keagamaan dan pembinaan akhlaq di kalangan masyarakat telah membaik," kata Budi dalam acara silaturahmi dengan Takmir Masjid Se Jawa Tengah di Masjid Agung Jawa Tengah, Sabtu (28/4).
Namun, kata dia, saat ini muncul kekhawatiran banyak Masjid disinyalir menjadi tempat pengajaran dan penyebaran paham radikalisme yang menjadi bibit-bibit munculnya terorisme. Sesungguhnya, lanjut dia, kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, apalagi di alam kebebasan berbicara seperti saat ini.
"Bahkan ceramah-ceramah agama di masjid-Masjid saat ini banyak berisi materi-materi yang mengajak orang untuk “berperang” melawan orang yang berbeda keyakinan dan agama, bahkan menggiring para jamaah untuk melakukan kekerasan atas nama agama dan menyebutnya sebagai jihad mulia yang balasannya adalah surga, dan mati di jalan jihad ini adalah mati mulia," jelasnya.

Menurut Budi, saat ini banyak generasi muda yang mempunyai semangat keagamaan tinggi, tetapi tidak cermat dan kritis memilah dan memilih sumber referensi yang pada akhirnya membuat mereka bergabung demi imajinasi indah yang menyesatkan.
Di samping itu, ungkapnya, bersamaan dengan aktifitas ritual yang dapat dikembangkan di masjid, kelompok intoleran juga telah melakukan sejumlah aksi yang justru merugikan umat Islam.
Padahal, kata dia, banyak pengalaman menunjukkan, misalnya, kondisi di Timur Tengah yang hancur pasca gelombang Arab Springs. Menurut dia, fenomena ini terjadi bermula dari khotbah intoleran dan radikal yang dikembangkan di masjid.
"Khotbah para pengikut intoleran dan radikal berbeda dengan ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW yang lebih ditekankan pada penegasan implementasi taqwa dalam konteks kehidupan sehari-hari," tegasnya.
Sedangkan kelompok intoleran, ujar Budi, menekankan pada tema politik dan hasutan-hasutan yang merusak citra pemimpin dan citra umat Islam yang ingin mengajarkan Islam rahmatan lil’alamiin.
Untuk itu, dia mengimbau agar Masjid tetap dikelola sesuai fungsinya, sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, pengajaran dan pembangunan karakter positif serta harus menjadi peredam gerakan radikalisme.
"Bukan justru menjadi pusat pengajaran paham radikalisme maupun intoleran yang dapat memecah belah bangsa sehingga mengancam keselamatan dan keutuhan NKRI. Masjid harus menjadi pilar ketahanan umat (society resilience) dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan," tuturnya.
“Saya mengapresiasi dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terkait peran positif yang telah-sedang-akan selalu diberikan oleh para ulama atau kiai dan para takmir masjid, dalam merawat prinsip-prinsip kebersamaan dan kerukunan kebangsaan di indonesia," kata dia menambahkan.
Oleh karena itu, mantan Wakapolri ini berharap takmir Masjid dapat menggali dan menginventarisir potensi-potensi yang ada untuk kepentingan umat, baik dari sisi advokasi, pemberdayaan sehingga kerahmatan Masjid dapat dirasakan oleh masyarakat.

Menurut dia, perlu dipikirkan untuk melakukan pelatihan peningkatan kapasitas (capacity building training) dalam rangka mendorong dan meningkatkan kemampuan takmir Masjid mewujudkan Masjid sebagai media penyebaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan pemersatu bangsa.
"Takmir Masjid harus menjadi garda terdepan dalam membentengi tempat ibadah masing-masing dari paham radikal maupun politik praktis, agar Masjid tidak menjadi tempat penyebaran ujaran kebencian, terutama menjelang tahun-tahun politik seperti saat ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Umat muslim dan takmir masjid se-Jabodetabek mendeklarasikan diri untuk mencegah politisasi masjid. Pencegahan rumah ibadah dari politik praktis penting pada tahun politik dan mencegah hal-hal buruk pada pilkada lalu terjadi kembali.
Wakil Ketua Umum Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Muhammad Nur Hayid mendukung penuh terkait upaya pencegahan terhadap politisasi masjid demi memuluskan kepentingan tertentu. Masjid adalah tempat yang paling agung dan mulia.
"Masjid adalah tempat yang sangat agung dan mulia, sementara politik adalah tempat sangat hina ketika politik itu untuk memenuhi syahwat hawa nafsunya," tegas KH Muhammad Nur Hayid kepada kepada awak media, Jumat (16/2).
Hal tersebut disampaikannya, dalam acara Deklarasi Cegah Politisasi Masjid, di Aula Masjid Nur Darajatun Kompleks Buruh TKBM Rumah Susun Cilincing, Jalan Inspeksi Cakung Drain, Jakarta Utara, di hadapan ratusan jamaah dan takmir se-Jabodetabek.
Lebih lanjut, Nur Hayid, menjelaskan masjid merupakan rumah Allah yang harus dijaga dari hal-hal yang merendahkan. Maka itu, dia mengingatkan agar masjid dikembalikan fungsinya sebagai tempat terhormat mengagungkan Allah SWT.
"Pastikan masjid sebagai rumah Allah, maka jauhkan dari hal-hal yang merendahkan Allah. Jaga kebersihan, akhlak orang-orang yang di dalamnya. Jangan sampai isinya caci maki dan adu domba," tandasnya.
Dia mengatakan, barang siapa yang menjadikan masjid untuk kepentingan duniawinya, maka Allah akan meleburkan pahala dan amal ibadahnya selama 40 tahun.
"Stop provokasi, fitnah, mencaci maki, mengkafirkan, dan mengajak orang lain untuk ikut partainya, dan mencoblos orang yang didukungnya di dalam masjid," tambahnya.
Nur pun menuturkan bahwa pengalaman pilkada 2017 lalu sangat mengerikan. Bahkan, dia pun menyebut politik praktis disusupkan ke dalam khutbah masjid. Ceramahnya justru membuat permusuhan. Bukannya mendapatkan ketenangan, malah menjadikan orang-orang hilang arah. Sampai-sampai orang meninggal tidak boleh disalati, cuma gara-gara beda pilihan politik.
Mengingat tahun ini adalah tahun politik, maka takmir harus bisa mencegah masjid-masjid dari hal yang memecah belah umat.
"Kita peringatkan kepada siapa pun agar tidak jadikan masjid sebagai ruang untuk berpolitik praktis," katanya.

Sementara itu, penceramah yang juga alumni Ponpes Modern Gontor KH MNova Andika mengatakan bahwa suhu dan eskalasi politik jelang Pilkada Serentak dan Pilpres 2019 sudah semakin memanas. Jamaah jangam sampai mudah terpancing untuk marah.
"Untuk mencapai kekuasaan, saat ini orang sudah tidak lagi pakai etika, sopan santun, tapi dengan cara tidak waras, kebiadaban, dan cara binatang," kata Andika.
"Masjid jangan lagi dijadikan tempat untuk berkampanye, tapi fungsi masjid sebagai tempat ibadah yang isinya untuk bertaqwa kepada Allah. Kabari tetangganya agar ikutan cegah masjid sebagai tempat berpolitik," tambahnya.
Sementara itu, para takmir masjid se-Jabodetabek mendeklarasikan mencegah segala bentuk politisasi masjid. Hal itu dinilai bisa menyebabkan persatuan umat terpecah belah.
"Demi terciptanya suasana keagamaan di Indonesia dengan aman, damai, tenteram dan kondusif, terlebih di lingkungan masjid, maka kami perwakilan Takmir Masjid Se-Jabodetabek dengan semangat hubbul wathon minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman) mendeklarasikan cegah politisasi masjid," demikian disampaikan Ketua Forum Rembuk Masjid Indonesia (Formasi) Gus Sholeh Marzuki.
Lebih lanjut, Gus Sholeh mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencegah oknum yang memfungsikan masjid dengan unsur politik praktis. Dan mengutamakan fungsi masjid untuk tempat beribadah kepada Allah SWT.
"Menjadikan masjid sebagai sarana untuk mempersatukan umat, bukan dijadikan sarana memecah belah umat dan memperuncing perbedaan," jelasnya.
Lebih jauh, Gus Sholeh melanjutkan agar menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan menjadikan mimbar-mimbar masjid sebagai media untuk menyampaikan dakwah atau ajakan menjalankan ajaran agama secara sejuk dan damai, menerima perbedaan dan saling menjunjung toleransi, bukan caci maki, ujaran kebencian, dan ajakan permusuhan.
"Mencegah masuknya khatib dan penceramah masjid yang berpaham radikal, takfiri, intoleran, dan anti-Pancasila," tutupnya.(Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Isi Konten Radikal Remaja Anggota ISIS di Gowa Terungkap, Aktif Sebarkan Propaganda

Menteri Agama sebut Paham Radikal Susah Menyebar di Indonesia karena Pengaruh Budaya Maritim dan Heterogen

Calon Kepala BIN Herindra Punya Harta Rp23,4 Miliar

Gercep, DPR Langsung Kirim Surat Sahkan Herindra Jadi Kepala BIN ke Presiden

Puan Harap Herindra Bekerja Profesional dan Penuh Integritas

Rapat Paripurna DPR Sahkan Muhammad Herindra Menjadi Kepala BIN

DPR Sahkan Herindra Jadi Kepala BIN, Muluskan Rencana Dilantik Bareng Kabinet 21 Oktober

DPR Setujui Calon Tunggal Herindra Jadi Kepala BIN

Analis: Loyalitas Calon Kepala BIN Herindra ke Prabowo Sudah Teruji

Pelantikan Kepala BIN Baru Herindra Bareng Menteri Kabinet Prabowo
