Kenali Glaukoma sebelum Terlambat


Tak seperti katarak, kebutaan akibat glaukoma hampir pasti bersifat permanen. (Foto: Pexels/Kush Kaushik)
MerahPutih.com - Glaukoma menjadi penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak, baik di seluruh dunia maupun di Indonesia. Tak seperti katarak, kebutaan akibat glaukoma hampir pasti bersifat permanen.
“Ketika kita melakukan upaya-upaya untuk pengobatan atau upaya kuratif itu biasanya tidak akan memperbaiki penglihatan tetapi hanya mempertahankan kondisi yang saat ini ada,” kata Fifin Luthfia, dokter spesialis mata di Klinik Utama Mata Candi Eye Center, dalam webinar “Uniting for Glaucoma-Free World” yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Selasa, (26/3).
Fifin menjelaskan beberapa fakta tentang glaukoma. Antara lain kasus glaukoma pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan kasus glaukoma pada ras kulit hitam lebih banyak dibandingkan ras kulit putih.
Glaukoma juga merupakan penyakit degeneratif sehingga risikonya meningkat seiring bertambahnya usia. Faktor lain yang berperan adalah riwayat glaukoma dalam keluarga, status refraksi seperti miopia dan hipermetropia, serta penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan hipotensi.
Baca juga:
Kemenkes: Glaukoma Penyebab Kedua Kebutaan di Indonesia setelah Katarak
Dokter Evelyn, narasumber lainnya, menekankan pentingnya skrining glaukoma sebagai deteksi dini untuk meminimalisasi kehilangan fungsi penglihatan.
Menurut Evelyn, pedomannya sebagai berikut:
- usia di bawah 40 tahun sebanyak 2-4 tahun sekali.
- usia 40-60 tahun sebanyak 2-3 tahun sekali.
- usia lebih dari 60 tahun sebanyak 1-2 tahun sekali.
“Tentunya ini hanya patokan karena akan ada faktor risiko, kemudian keluhan, hasil pemeriksaan, tentunya itu akan berbeda-beda setiap pasien,” kata Evelyn.
Glaukoma terbagi dua, kronis dan akut. Yang kronis tidak menimbulkan gejala. Yang akut menimbulkan gejala seperti mata merah, nyeri pada mata, pandangan kabur, mual dan muntah, melihat pelangi atau lingkaran cahaya, dan penyempitan lapang pandangan.
Baca juga:
“Yang khas itu melihat pelangi atau lingkaran cahaya, jadi gambarannya itu pas hujan kita naik mobil kita melihat dari jendela lampu di luar itu di sekitarnya ada gambaran warna-warna pelangi itu yang menjadi ciri khas orang glaukoma pada saat tekanannya tinggi,” ungkap Evelyn.
Virna Dwi, dokter subspesialis Ilmu Kesehatan Mata, menjelaskan tata laksana glaukoma yang bertujuan mempertahankan fungsi penglihatan, menjaga kualitas hidup pasien, mencegah penurunan lapang pandangan, dan menangani faktor risiko, yaitu tekanan bola mata.
“Walaupun kita tahu 80-90% kasus glaukoma di Indonesia faktor risikonya tekanan bola mata tinggi sehingga memang kita berupaya semaksimal mungkin menurunkan tekanan bola mata dengan sebaik-baiknya, kemudian juga faktor-faktor risiko terkait,” ujar Virna.
Semakin dini glaukoma ditemukan dan diikuti tindak lanjut yang tepat, semakin penderita akan terhindar dari kebutaan. (dru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas

Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet

Peringati Hari Penglihatan Dunia Rohto Bagikan 1.200 Kacamata Gratis bagi Anak Sekolah

The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati

DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera

[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
![[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat](https://img.merahputih.com/media/dd/9e/b5/dd9eb5a1bf5cdc532052d7f541d290b4_182x135.png)
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan

Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga

Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak

Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
