Karut-Marut Pajak di Balik Potensi Kebocoran Anggaran 2.000 T


Kantor Ditjen Pajak di Jalan Jend Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (5/4). (MerahPutih/Venansius Fortunatus)
MerahPutih.com - Kegagalan pemerintah menjangkau aktivitas shadow economy sehingga potensi pajak menguap begitu ditengarai sebagai pemicu potensi kebocoran APBN hingga Rp2.000 triliun yang diungkap Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini.
"Ada manipulasi data alias unreported and unpaid tax, pelaporan pajak tidak sesuai dengan data,” kata Analis ekonomi politik Kusfiardi, di Jakarta, Sabtu (13/4).
Kusfiardi memaparkan saat ini offshore tax evasion masih belum bisa diatasi walaupun sudah ada instrumen automatic exchange of information (AEoI). Begitu pula dengan base erosion and profit shifting (BEPS) atau menempatkan penghasilan di negara yang memberikan fasilitas pajak rendah.

Menurut Kufiardi, kebocoran juga terjadi akibat kegagalan pemerintah dalam menentukan tarif dan basis pajak. Target yang dipatok untuk penerimaan pajak di Indonesia ternyata baru 50% dari potensi yang ada. Dengan kondisi itu, pendapatan negara mengalami kehilangan potensi sebanyak dua kali.
Pertama dari segi perhitungan target sudah hilang 50%. Lalu kedua, dari target yang hanya 50% dari potensi yang ada juga tidak bisa dipenuhi. Gambaran ini menunjukkan rasio antara penerimaan pajak terhadap potensinya tidak optimal.
“Akibatnya penerimaan pajak kita menjadi tidak optimal karena pemerintah tidak fokus pada upaya memperkuat basis pajak,” kritik Co-Founder FINE Institute itu.
Untuk itu, Kusfiardi mendesak adanya pembenahan regulasi dan kebijakan dengan tujuan meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance). Solusi lainnya penguatan kewenangan otoritas pajak dengan cara melepas lembaga perpajakan dari Kementerian Keuangan, menjadi lembaga otonom yang bertanggung jawab kepada presiden.
“Sayangnya sepanjang pemerintahan Jokowi tak pernah merealisasikan dengan sungguh-sungguh agenda kebijakan untuk mengatasi kebocoran pendapatan negara yang disebut oleh KPK,” tutup Ekonom Politik itu.

Untuk diketahui, isu kebocoran anggaran ini mencuat menyusul hasil Litbang KPK yang menemukan adanya angka kebocoran yang cukup tinggi pada APBN. Bahkan, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut potensi kebocoran ini mencapai 40 persen. Artinya APBN kita sebetulnya bisa menyentuh angka kisaran Rp4000 triliun, jauh di atas saat ini yang hanya Rp2.439 triliun.
"Perhitungan Litbang KPK, harusnya bisa terima Rp 4000 triliun, tapi kenyataannya APBN kita Rp 2000 triliun sekian, jadi hampir separuh, lebih mungkin. Kalau kita maksimal dan benar tidak ada kebocoran, maka Rp 4000 triliun bisa dicapai," kata Basaria di Semarang, Jawa Tengah, Senin (1/4) lalu. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Menkeu Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Kenaikan Pajak Baru di 2026

Langkah Konkret Yang Bisa Diambil Pemerintah Saat Rakyat Demo, Salah Satunya Turunkan Pajak Jadi 8 Persen

Legislator Minta Anggaran Kesehatan RAPBN 2026 Wajib Berorientasi pada Kebutuhan Rakyat

Pengusaha Sambut Diskon Pajak Hotel dan Restoran di Jakarta, Putaran Ekonomi Bisa Naik

Prabowo: Efisiensi Anggaran Jangan Diartikan Potong Transfer Daerah

Fraksi PSI DKI Apresiasi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Beri Diskon Pajak Restoran dan Perhotelan, Berharap Tingkatkan Penyerapan Tenaga Kerja

[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah
![[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah](https://img.merahputih.com/media/b4/51/d5/b451d58a3a8276de745449d5505e8d95_182x135.jpg)
DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi RAPBN 2026, Suku Bunga dan Rupiah Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi?

Gubernur Pramono Beri Keringanan Pajak Hotel 50 Persen hingga September 2025

Kondisi Rakyat Tidak Baik, Banggar DPR Ingatkan Pemerintah Tidak Naikkan Pajak
