Kadin Minta Upah Minimum Berorientasi ke Pertumbuhan Ekonomi


Aksi buruh di Tangerang. Foto: MerahPutih.com / Rizki Fitrianto
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut membatalkan sejumlah norma dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja terkait pengupahan dan mengamanatkan penetapan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), tanpa diskriminasi sektor industri.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perindustrian Saleh Husin menyatakan, kebijakan pengupahan harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi nasional sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
"Kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian nasional pada gilirannya juga bisa menjadi katalisator peningkatan kesejahteraan Masyarakat yang lebih luas," kata Husin dalam keterangan di Jakarta, Senin (26/11).
Dia menyampaikan hal itu menyikapi terhadap tuntutan serikat buruh dalam membaca Putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja pada klaster Ketenagakerjaan.
Baca juga:
Soal Upah Minimum, Menaker Bakal Dengarkan Usulan Pengusaha
Ia mengatakan, semua pihak agar membaca putusan tersebut dengan tetap berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Hal itu sejalan dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang telah menetapkan pertumbuhan mencapai 8 persen.
Pada tahun 2023, kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 18,67 persen. Lalu Triwulan III 2024, sumbangsih sektor manufaktur sebesar 19,02 persen.
"Capaian ini masih jauh dari target kontribusi manufaktur sebesar 28 persen dalam upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045," ujarnya.
Industri manufaktur selain bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah komoditi yang ada di Indonesia juga sangat bermanfaat dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang lebih luas. Dengan terciptanya lapangan kerja, setidaknya akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Menurut Permenperin 51/M-IND/PER/10/2013 Tahun 2013 ada enam kelompok industri yang dikategorikan sebagai sekotor padat karya, yaitu industri makanan-minuman dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, industri alas kaki, industri mainan anak, serta industri furnitur.
"Untuk negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia yang mencapai 282 juta jiwa, industri padat karya dapat menjadi katalisator dalam mewujudkan kesejahteraan Masyarakat yang lebih luas," ucap Husin.
Namun demikian, di sisi sebaliknya sektor padat karya termasuk kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan termasuk soal pengupahan.
"Sehingga manakala putusan MK terhadap UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan dibaca atau ditafsirkan secara sepihak dengan kacamata kepentingan kelompok tertentu akan berdampak negatif terhadap sektor padat karya," tuturnya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Menaker Catat Usulan Upah Minimum Naik 10,5 Persen, Banyak Faktor Yang Jadi Pertimbangan

Gaji Australia 2025: Berapa Sih Pendapatan Orang di Negeri Kangguru?

Daftar UMP 2025 Terbaru di Indonesia: Jawa Tengah Paling Rendah!

23 Provinsi Tetapkan Upah Sektoral, 4 Provinsi Bahkan Belum Tentukan Upah Minimum

Rincian Upah Minimum di Sumut, Termasuk Upah Sektoral

UMP Jateng Rp 2.169.349 Naik Rp 132.402 di 2025

Pemprov Jatim Tetapkan Upah Minimum 2025 Sesuai Usulan Dewan Pengupahan Rp 2.305.985

Upah Minimum Provinsi Jabar Naik Rp 140 Ribu Jadi Rp 2.191.000

Soal Kenaikan UMP 6,5 Persen, DPR Tekankan Pentingnya Pengawasan Implementasi di Lapangan

DPRD Desak Pj Teguh Tetapkan UMP Jakarta Naik 6,5% Sesuai Arahan Prabowo
