Jangan Terlalu Keras Mendidik Anak


Anak juga perlu kebebasan. (Foto: Unsplash/Kelly Sikkema)
MENDIDIK anak memang penting, tapi tetap perlu ada aturan dan batasannya. Jika sikap orang tua terlalu keras pada anak dalam penerapan disiplin, hal ini bisa memberikan pengaruh negatif terhadap kepribadiannya di kemudian hari.
Ketika orang tua mendidik terlalu keras, dampaknya pada anak adalah cenderung menjadi pribadi yang terlalu khawatir, tidak percaya diri, berperilaku agresif atau malu dekat orang lain, susah bersosialisasi, dan sulit mengendalikan diri. Bahkan, risikonya justru dapat menyudutkan anak yang terpaksa berbohong demi menghindari hukuman.
Dilansir Psychology Today, penulis dan mantan jurnalis New York Times, Andree Aelion Brooks mengatakan anak kerap mengalami stres karena banyaknya jadwal yang diberikan orang tua. Mulai dari ekstrakurikuler, kegiatan rohani, pramuka, hingga les musik. Dalam riset yang dilakukan untuk bukunya berjudul Children of Fast-Track Parents, ia mewawancarai 80 profesional kesehatan mental, 60 orang tua, dan 100 anak.
Baca juga:

Brooks menyimpulkan bahwa mengekspos anak-anak ke kegiatan ekstrakurikuler terlalu dini belum tentu merupakan ide yang baik. Beberapa anak jadi tidak maksimal karena banyaknya tanggung jawab yang harus mereka lakukan.
"Anak-anak kelas menengah di AS terlalu banyak jadwal, sehingga mereka hampir tidak punya waktu. Mereka tidak punya waktu untuk menggunakan sumber daya mereka sendiri dan menjadi kreatif," kata Psikolog perkembangan dan klinis sekaligus profesor di The Wright Institute, Diane Ehrensaft, Ph.D.
Di sisi lain, pakar pendidikan anak usia dini, Peggy Patten, setuju dan mencatat bahwa anak-anak saat ini memiliki banyak kesempatan luar biasa, tetapi membutuhkan waktu untuk mengeksplorasi berbagai hal secara mendalam. Ketika mereka terlibat dalam banyak hal yang berbeda, itu akan memperlambat prosesnya.
Baca juga:

Menurut salah satu pelopor dalam penelitian mengenai stres, Hans Selye, mengatakan bahwa stres dalam jumlah sedang sebenarnya baik untuk kita. Ia menggambarkan dua jenis stres, yakni eustress dan distress.
Eustress adalah stres menyenangkan yang kita rasakan ketika menghadapi tantangan hidup yang normal. Seorang anak yang menyukai sepak bola misalnya, dapat berkembang dengan baik pada tekanan yang terkait dengan latihan dan permainan. Distress, di sisi lain, terjadi ketika kita merasa kewalahan. Anak yang menyukai sepak bola akan merasa kewalahan jika terlibat dalam empat atau lima kegiatan lainnya.
Anak-anak juga membutuhkan waktu senggang dengan orang tua, waktu untuk bersantai, bermain gim, atau sekadar hang out bersama teman-teman. Kegiatan semacam ini akan meningkatkan kesadaran diri mereka dengan apa yang benar-benar mereka minati. Sebagai orang tua, kamu juga bisa meminta bantuan psikolog untuk mendapatkan tips mendidik anak sesuai karakternya. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
