Jaksa Agung: Pelaksanaan Eksekusi Mati Terkendala Aspek Yuridis


Ilustrasi. (MP/Alfi Rahmadhani)
MerahPutih.com - Jaksa Agung M Prasetyo mengemukakan, pelaksanaan eksekusi mati tahap keempat terkendala aspek yuridis, termasuk, putusan Mahkamah Konstitusi bahwa grasi tidak lagi dibatasi tenggat waktu pengajuannya dan bisa diajukan lebih dari sekali.
"Kalau dulu dengan UU 5 Tahun 2010, grasi dibatasi waktunya hanya satu tahun paling lambat setelah perkara inkrah. Namun saat ini tidak dibatasi lagi, kapan saja dia benar-benar melaksanakan permohonan grasinya itu," kata Prasetyo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/3) seperti dikutip Antara.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari satu tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Hal tersebut diputuskan MK dalam sidang pengucapan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi (UU Grasi) yang dimohonkan terpidana hukuman mati kasus Asabri, Su'ud Rusli pada Juni 2016.
Menurut Prasetyo, kalau aspek yuridis terpenuhi maka eksekusi mati bisa segera dilaksanakan sesuai dengan tata cara proses hukuman mati sehingga masyarakat mudah berpraduga mengapa tidak segera dilaksanakan eksekusi.
Dia mengakui banyak terpidana mati mengulur waktu dengan cara memanfaatkan dinamika perkembangan hukum yang ada misalnya dengan tidak ada batasan waktu mengajukan grasi.
"Saya saja gregetan, kapanpun saatnya kalau bisa eksekusi mati, akan kami lakukan. Itu sudah saya buktikan selama menjadi Jaksa Agung sudah 18 orang dieksekusi," ujarnya.
Prasetyo mengakui bahwa saat ini banyak komentar negatif yang kontra dengan hukuman mati karena hampir sebagian besar negara di dunia sudah menghapuskan pidana mati.
Namun, menurut dia, sejauh hukum positif di Indonesia menyatakan hukuman mati masih berlaku, maka Kejaksaan tidak ada pilihan lain yaitu harus melaksanakannya ketika seluruh aspeknya terpenuhi.
"Lalu sikap kontra di dalam negeri, mereka menilai hukuman mati melanggar HAM. Namun kita harus melihat betapa korban yang berjatuhan akibat daripada tindak pidana serius yang pantas untuk dihukum mati," katanya.
Dia mengatakan, khusus untuk tindak pidana narkoba, sekitar 50 juta masyarakat Indonesia yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba dan dari jumlah itu hampir 5 juta orang tidak bisa disembuhkan.
Menurut dia, setiap hari ada 40 sampai 50 orang meninggal karena penyalahgunaan narkoba sehingga Kejaksaan memiliki fokus untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Jaksa Mulai Cari Relawan Jokowi Silfester Matutina Buat Segera Dibui

DPR Dukung Kenaikan Anggaran Lembaga Peradilan Demi Kesejahteraan Hakim dan Integritas Hukum

Jaksa yang ‘Seret’ Tom Lembong ke Penjara dan Bongkar Skandal Korupsi Pertamina Dipromosikan Jadi Kajati Sulawesi Tenggara

Bantah Isu Mundur, Jaksa Agung: Itu Hak Prerogatifnya Presiden

Bantah ST Burhanuddin Mundur dari Jaksa Agung, Kejagung Tegaskan itu Berita Hoaks

Soal Pengoplosan Pertamax, Jaksa Agung: Itu Bukan Kebijakan Pertamina

Jaksa Agung sebut BBM yang Dijual Pertamina Saat ini Tak Terkait Kasus Korupsi Migas

Jaksa Agung Didesak Perbolehkan KPK Periksa Jampidsus Febrie di Dugaan Kasus Lelang Sitaan Kasus Jiwasraya

[HOAKS atau FAKTA]: Jadi Jaksa Agung, Mahfud Md Langsung Bongkar Korupsi Rp 300 Triliun Blok Medan
![[HOAKS atau FAKTA]: Jadi Jaksa Agung, Mahfud Md Langsung Bongkar Korupsi Rp 300 Triliun Blok Medan](https://img.merahputih.com/media/11/03/48/110348bad5ebccdfafc673148119bb4b_182x135.jpeg)
Jaksa Agung Tegaskan Haram Hukumnya Limpahkan Kasus Pengguna Narkotika ke Pengadilan
