Jadi Negara Berpendapatan Tinggi, Pendapatan Per Kapita Harus Naik 4,88 Persen


Pekerja Migran/ (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Pendapatan per kapita Indonesia harus tumbuh rata-rata 4,86 persen per tahun selama 24 tahun agar menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, Indonesia membutuhkan banyak investasi yang membawa teknologi baru.
"Untuk investasi datang, kita butuh keterbukaan yang dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan fasilitasi," kata Ketua Dewan Direksi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Foundation Djisman Simanjuntak di Jakarta, Rabu (5/8).
Baca Juga:
Cara Indonesia Keluar Dari Jebakan Berpendapatan Menengah Versi Sri Mulyani
Indonesia, menurutnya, harus terbuka terhadap kerja sama dengan negara lain. Namun, keterbukaan ini mesti dibarengi dengan peningkatan kapasitas masyarakat dengan meningkatkan modal sosial dan pendidikan masyarakat Indonesia terlebih dahulu.
Djisman memandang, Indonesia perlu melakukan revolusi kewirausahaan dengan mengarahkan lulusan perguruan tinggi untuk membangun bisnis yang berbasis ilmu pengetahuan.
Di samping itu, pemerintah perlu memperkecil peranan di sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang telah bisa didistribusikan oleh pelaku usaha swasta.
Ia mencontohkan dahulu Pemerintah Inggris mengambil alih pengolahan gas dan air dari pelaku usaha swasta yang enggan mendistribusikan kedua SDA tersebut.
"Kebanyakan teknologi saat ini telah bisa dibagi-bagi, dalam ini, negara tidak perlu hadir dalam bentuk perusahaan negara. Tinggalkan itu pada kompetisi tapi pagari dengan peningkatan kapasitas," ucapnya.
Pemerintah hanya perlu meningkatkan kapasitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa bersaing dengan pelaku usaha swasta yang lebih besar. Di samping itu, pemerintah juga perlu menyediakan jaring pengaman sosial, serta memastikan korupsi tidak terjadi.
"Dalam masa transformasi kecepatan tinggi, korupsi adalah penghalang yang luar biasa. Karena itu, pendekatan yang kita pakai lewat KPK tidak cukup, kita butuh pendekatan sistemik untuk menghadapi korupsi besar," imbuhnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa berharap, Indonesia bisa kembali menjadi negara dengan kelas pendapatan menengah atas pada 2022 atau 2023.
"Kita sempat naik ke kelas pendapatan menengah atas sebelumnya, namun turun pada tahun ini menjadi pendapatan menengah bawah," ucap Suharso.

Penurunan kelas tersebut, menurut dia, disebabkan karena adanya pandemi COVID-19 yang secara tiba-tiba sedikit mengubah jalur visi Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap sebelum tahun 2045.
Meski demikian, Suharso menegaskan bahwa akan mengembalikan Indonesia kembali ke jalur tersebut melalui transformasi ekonomi.
"Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa berangsur keluar dari jebakan kelas menengah yang ditargetkan pada tahun 2045," katanya.
Ia menjelaskan, agar dapat menjadi negara berpendapatan atas, Indonesia harus memiliki pendapatan per kapita senilai USD 23.199.
"Selain itu, rata-rata pertumbuhan domestik pada 2015-2045 harus mencapai 5,7 persen untuk Produk Domestik Bruto (PDB) riil dan sebesar 5 persen untuk PDB per kapita," katanya. (Asp)
Baca Juga:
Kemenkeu Akui Pandemi Bikin Indonesia Jadi Negara Berpendapatan Menengah Bawah
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Digitalisasi Bansos Diklaim Bakal Kurangi 34 juta orang miskin, Data BPS Orang Miskin 23,85 juta Orang

Prabowo Sebut Lulusan Sekolah Rakyat Bisa Angkat Keluarga Keluar dari Kemiskinan

Bocah di Sukabumi Meninggal Dengan Kondisi Tubuh Dipenuhi Cacing, Ini Kata Kemensos

Pertumbuhan Ekonomi 2026 Diprediksi Capai 5,4 Persen, Prabowo Pede Angka Pengangguran dan Kemiskinan Turun

DPRD Bersyukur Jakarta Tidak Masuk 10 Provinsi Termiskin, Akui Program Pemprov Tepat Sasaran

Angka Kemiskinan Jakarta Year On Year Turun, Gubernur Klaim Berhasil Kendalikan Inflasi

Jumlah Penduduk Miskin di Jakarta Tembus 464 Ribu Jiwa, Begini Respons Pramono Anung

Penduduk Miskin Jakarta Naik, Gubernur Pramono Cari Penyebabnya

Angka Kemiskinan Jakarta Mendadak Meroket, Gubernur Pramono Anung Ungkap Fakta Mengejutkan

Alasan BPS Belum Adopsi Penghitungan Jumlah Penduduk Miskin Ala Bank Dunia
