Interpretasi Pendidikan Gratis Lewat Putusan MK Bisa Jadi Bumerang, Pemerintah Diminta Jangan Bunuh Partisipasi Masyarakat
Ilustrasi sekolah. (Foto: DPRD DKI Jakarta)
Merahputih.com - Wacana pendidikan gratis kembali menjadi perbincangan hangat, terutama setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak melemahkan partisipasi masyarakat dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia.
Hetifah Sjaifudian, Ketua Komisi X DPR RI, menekankan bahwa keterlibatan masyarakat adalah kekuatan utama dalam memajukan pendidikan nasional. Kontribusi ini, termasuk di pendidikan swasta, tidak boleh dibatasi hanya karena interpretasi kaku dari kebijakan pendidikan gratis.
"Kita justru ingin siapapun, warga negara Indonesia ikut berkontribusi, mencapai tujuan pendidikan,” tegas Hetifah dalam keterangannya, Rabu (23/7).
Baca juga:
Sekolah Swasta Gratis Jadi Prioritas dalam Raperda APBD Perubahan 2025
Ia menyoroti bahwa konsep "Pendidikan Gratis" tidak bisa disamakan antara sekolah negeri dan swasta. Sekolah swasta memiliki beragam kategori, mulai dari yang premium dengan layanan pendidikan tingkat tinggi hingga yang hadir karena negara belum mampu memenuhi kebutuhan pendidikan di wilayah tertentu.
"Swasta itu ada klaster-klusternya, ada swasta yang premium, ada swasta yang memang dia hadir karena negara belum bisa hadir (menyelenggarakan pendidikan negeri) di situ," jelas Hetifah.
Menurutnya, pemerintah harus menetapkan standar pendidikan nasional yang berlaku untuk semua sekolah, baik negeri maupun swasta.
Namun, jika ada sekolah yang menyediakan layanan di atas standar, kontribusi sukarela dari masyarakat dalam bentuk iuran atau sumbangan tetap harus dihargai. Jika semuanya disamakan dan dinasionalisasi, maka peran masyarakat akan melemah.
Baca juga:
Cegah Kesenjangan Layanan, DPRD Minta Pemprov DKI Perbaiki Sekolah Swasta Gratis
Hetifah juga mendorong Kementerian Pendidikan untuk membuat klasifikasi sekolah swasta yang lebih jelas. Praktik penggabungan seleksi penerimaan peserta didik baru (SPMB) antara sekolah negeri dan swasta di beberapa daerah dapat menjadi solusi.
Ini memastikan bahwa siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri tetap mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah swasta dengan dukungan pemerintah.
"Swasta yang bermitra dengan pemerintah perlu terus diperbaiki, baik dari sisi fasilitas maupun tenaga pendidiknya, agar tidak ada anak yang kecewa saat masuk ke sekolah non-negeri,” pungkasnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
 
                      Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
 
                      Polri Gelar SPMB SMA Kemala Taruna Bhayangkara, Mendiktisaintek: Ciptakan Generasi Cerdas hingga Berdaya Saing Global
 
                      Dana Transfer Daerah Dipangkas, Pemprov DKI Hanya Bisa Uji Coba 100 Sekolah Swasta Gratis Tahun Depan
Pemprov DKI Klaim Jakarta telah Punya 75 Sekolah Lansia
 
                      Hari Santri Momentum Menyalakan Jihad Ilmu dan Pengabdian Sosial
 
                      Gubernur DKI Jakarta Pramono Bikin KJP Try Out, Bantu Pelajar Percaya Diri Masuk Perguruan Tinggi
 
                      Presiden Tegaskan Pendidikan Anak sebagai Investasi Utama, Siapkan SMA Garuda dan Sekolah Terintegrasi
 
                      Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Komisi X DPR Sebut Pendidikan Indonesia semakin Maju
 
                      Ini Alasan Gubernur Pramono Mau Pindahkan Kampus IKJ dari TIM ke Kota Tua
 
                      



