Humblebragging Menyebalkan Bagi Orang Lain


Seperti komplain padahal senang pamer. (Foto: Unsplash/Jacek Dylag)
"DUH akhirnya sampai juga di Jakarta, capek banget sebulan keliling Eropa…”
“Ih aku boros banget ya, sebulan ini masa habis 20 juta untuk skincare doang…”
“Kamu gak kasihan? Aku belum pernah tuh nyobain jajanan warung begitu dari kecil, soalnya di sekolahku cuma ada makanan-makanan western…”
Baca Juga:
Flexing Versus Humblebragging, Dua Cara Unjuk Gigi Serupa Tapi Tak Sama
Kalimat-kalimat yang sering terdengar saat seseorang flexing di media sosial tersebut boleh jadi membuat sebagian orang kesal saat mendengarnya. Menurut sains, kalimat-kalimat tersebut nyatanya termasuk ke dalam sikap merendah untuk meroket, atau bisa juga disebut dengan istilah humblebragging.

Menurut kamus Merriam-Webster istilah humblebragging dapat didefinisikan sebagai “Membuat pernyataan atau referensi yang tampak rendah hati, atau mengkritik diri sendiri, yang dimaksudkan untuk menarik perhatian pada kualitas atau pencapaian seseorang yang mengagumkan atau mengesankan.”
Pelaku humblebragging mungkin merasa aktivitas pamer jadi lebih 'mulus' tanpa diketahui intensinya oleh orang lain. Nyatanya, menurut penelitian yang dilakukan di Harvard dan University of North Carolina Chapel Hill, humblebragging sebenarnya tidak membodohi sebagian besar orang. Dengan kata lain, orang-orang sadar pelaku humblebragging sejatinya memang ingin pamer saja. Temuan ini dipublikasikan di Journal of Personality and Social Psychology.
Baca Juga:
“Itu fenomena yang biasa. Kita semua mengenal beberapa orang dalam hidup kita, baik di media sosial atau di tempat kerja, yang melakukan hal menyebalkan (humblebragging) ini,” kata penulis studi Ovul Sezer yang juga berprofesi sebagai asisten profesor perilaku organisasi di UNC's Kenan-Flagler Business School seperti dikutip dari Times.
Sezer dan timnya melakukan serangkaian percobaan untuk menentukan seberapa umum fenomena humblebragging dilakukan dan bagaimana persepsi orang lain tentang hal itu. Mereka menemukan bahwa humblebragging ada di mana-mana. Uniknya, dari 646 orang disurvei, 70 persen dapat mengingat kalimat merendah untuk meroket yang mereka dengar baru-baru ini dari orang terdekatnya.
Para peneliti juga menemukan ada dua jenis humblebragging. Pertama yang dibuat seolah-olah seperti komplain, contohnya “Susah ya punya muka awet muda, sering disangka masih SMA terus, padahal anak udah dua..”

Sementara humblebragging jenis kedua dibuat seolah-olah seperti pernyataan rendah diri, contohnya “Kenapa ya kalau ada lomba cerdas cermat di sekolah, selalu aku yang diutus? Padahal aku kan gak pinter-pinter amat…”
Menariknya menurut studi itu, sekitar 60 persen dari pernyataan humblebragging yang diingat oleh para responden masuk dalam kategori keluhan.
Para peneliti kemudian melakukan eksperimen untuk melihat bagaimana orang menanggapi pelaku humblebragging. Mereka menemukan orang-orang justru lebih baik mendengar kalimat pamer secara terang-terangan, dibandingkan dibalut dengan kesan merendah terlebih dahulu. Sebab, kalimat pamer dengan terang-terangan setidaknya asli.
“Jika kamu ingin mengumumkan suatu pencapaian pada dirimu, pamerkanlah secara langsung dan setidaknya lakukan itu untuk promosi kompetensi diri karena setidaknya itu akan terdengar lebih baik,” kata Sezer. (dsh)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Flexing Pengalaman Kerja dengan Tepat di CV

Flexing Otot Tanpa Terlihat Disengaja

Cara Menahan Diri agar Flexing Tidak Dianggap Negatif

Flexing Foto Libur Lebaran Bisa Pertanda Narsistik

Cerita Novita Hardini Main di Film 'Buya Hamka'

Flexing Berkedok Bertanya dalam Dunia Gaming

Flexing Angpau Lebaran Walaupun Tak Merayakannya

Tempat Wisata Baru di Jakarta dengan Spot Foto Bernuansa Jepang

Flexing Sekaligus Tingkatkan Kesehatan Mental di Tempat Tropis

Nicke Widyawati Masuk Daftar 14 Perempuan Kontemporer WIPO
