Gunakan Konten Kreatif, Mahasiswa UI Kampanyekan Masalah Pernikahan Dini di NTB


Pernikahan dini memiliki risiko gagal yang sangat besar. (Foto: Raisye Soleh Haghia))
DI balik keindahan alamnya, Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata menyimpan masalah mengkhawatirkan terkait generasi muda. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi NTB menyebut kasus pernikahan anak di NTB tertinggi kedua nasional.
Data menunjukkan bahwa sepanjang 2021-2022 terdapat 1.870 permohonan dispensasi perkawinan dari 10 kabupaten/kota di provinsi tersebut. Dinas Kesehatan NTB pada 2021 juga mencatat, ada 6.300 kasus remaja dan anak yang memeriksakan kehamilan.
Pernikahan dini atau perkawinan di bawah usia 19 tahun menjadi masalah genting yang dihadapi NTB. Atas dasar itulah, sekelompok mahasiswa dari Universitas Indonesia mengadakan kegiatan penyuluhan dan pembuatan konten kreatif media sosial untuk mengampanyekan pencegahan pernikahan dini.
Penyuluhan berlangsung di SMAIT Cahaya Bangsa, di Desa Lenek Daya, Pringgasela, Lombok Timur, NTB, pada 21-23 Agustus 2023. Kegiatan ini bagian dari Program Kepedulian Kepada Masyarakat (Kepmas) Direktorat Kemahasiswaan UI 2023.
Raisye Soleh Haghia, ketua pelaksana, menyatakan perlunya upaya bersama untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pencegahan dan penanganan pernikahan dini. Antara lain dengan penyuluhan, dialog, dan edukasi lintas generasi yang secara langsung melibatkan anak dan remaja.
Baca juga:

Program ini dinilai penting untuk menggali perspektif mereka sendiri soal masalah yang dihadapi dan jalan keluar yang dapat dirumuskan bersama.
“Maka, kegiatan ini mencoba melakukan penyuluhan dan pelatihan pembuatan konten media sosial kepada para remaja tentang masalah pernikahan dini dan upaya pencegahannya sebagai bentuk edukasi lintas generasi,” ucap Raisye, yang kini sedang menempuh studi doktoral di Departemen Sejarah FIB UI, melalui keterangan tertulis kepada Merahputih.com
Menurut Raisye, salah satu faktor yang menyebabkan masih banyaknya terjadi pernikahan dini di Indonesia adalah persepsi.
“Misalnya, masyarakat beranggapan bahwa menikahkan anak lebih dini akan mengurangi beban keluarga, karena dengan dinikahkan, tanggung jawabnya beralih ke suami,” ucap Raisye.
Padahal kenyataannya, menikahkan anak pada usia dini justru banyak menimbulkan persoalan baru. Temuan Kementerian PPPA menunjukkan adanya peningkatan angka kekerasan terhadap anak.
Kegiatan ini berusaha mengajak para anak dan remaja untuk memahami persoalan pernikahan dini. Kemudian, para peserta diharapkan dapat menyebarluaskan kampanye melalui media sosial.
Dengan sudut pandang masing-masing, mereka didorong untuk menghasilkan konten kreatif seputar masalah yang ditemukan di tengah masyarakat berkaitan dengan pernikahan dini.
Mahasiswa UI lintas jurusan dari program sarjana dan pascasarjana, seperti ilmu sejarah, ilmu filsafat, akuntansi, serta ilmu administrasi negara, terlibat dalam kegiatan ini.
Salah seorang siswa SMA IT Cahaya Bangsa, Luthfie Dzulfikri, berpendapat pentingnya memiliki kesadaran tentang arti kematangan emosi dan pola pikir dalam pernikahan.
Baca juga:

“Terlihat bahwa pernikahan dini memiliki risiko gagal yang sangat besar. Saya pernah baca, angka perceraian dalam pernikahan dini lebih tinggi hingga 50 persen daripada pernikahan di atas 25 tahun,” katanya.
Sementara siswi lain, Aishy Shalihah Ahmad, menilai masih kurangnya kesadaran tentang pendidikan seks di kalangan remaja sebagai persoalan tersendiri. “Hal itu menyebabkan terjadi hal-hal seperti pergaulan bebas, seks bebas, yang kemudian mengakibatkan kehamilan di luar nikah, sehingga memilih melakukan pernikahan dini.”
Kepala SMA IT Cahaya Bangsa, Murdiyah, mengatakan bahwa persoalan pernikahan dini sangat relevan dengan kondisi daerah.
“Banyak data menyebutkan misal selama pandemi Covid-19, angka pernikahan dini, usia SMP-SMA, di Lombok Timur termasuk yang tergolong tinggi di NTB.”
Sementara Hasto Tyas Suryono, Duta Teknologi Provinsi NTB 2019 yang juga menjadi pemateri kegiatan, optimistis kegiatan ini dapat memberikan dampak positif. Dia menilai saat ini media sosial sangat berpengaruh bagi generasi muda.
"Jadi, sangat efektif dalam menyampaikan pesan pencegahan pernikahan dini,” tuturnya.
Dia berharap kegiatan ini dapat menimbulkan dampak berkelanjutan dengan munculnya berbagai konten positif lain yang serupa di media sosial. (dru)
Baca juga:
Kota Layak Anak Terganjal Data 788 Anak Alami Stunting dan Pernikahan Dini
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Istana Bantah Rencana Pajak Amplop Hajatan Pernikahan

DPRD Garut Siapkan Rapat Khusus Bahas Insiden Maut Pesta Rakyat Pernikahan Anak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi

Jangan Terbawa Arus Budaya Barat, Menag Minta Pasangan di Indonesia segera Menikah

Tren Pernikahan 2025: Saat Momen Sakral Menjadi Cerminan Gaya Hidup

Ingat! KUA Sekarang Bukan Hanya Urus Pernikahan Ada Konsultasi Keluarga Sampai Bimbingan Ibadah

Ketakutan Pasangan Kelas Menengah Saat Harus Memiliki Anak

Kuota Terbatas! Berikut Cara dan Syarat Ikut Nikah Massal Gratis Akhir Bulan Ini di Kantor Kementerian Agama

Luna Maya dan Maxime Bakal Gelar Pesta Pernikahan di Jakarta, Janji Banyak Teman Yang Diundang

Ratusan Ribu Insiden Perceraian Setiap Tahun, Pasangan Pranikah kini Dibekali Pengetahuan Membangun Rumah Tangga

Survei Sebut Tren Pernikahan di Kuartal Kedua 2025 Lebih Tinggi
