Ketakutan Pasangan Kelas Menengah Saat Harus Memiliki Anak


Ilustrasi. (Foto: Unsplash/Juan Encalada)
MerahPutih.com - Pasangan muda saat ini, sudah banyak pertimbangan untuk memiliki keturunan atau anak terutama bagi kalangan menengah.
Umumnya, keputusan untuk memiliki anak dibarengi dengan keraguan apakah mereka sanggup untuk membiayai anaknya dengan sebaik mungkin, atau terbentur karena pekerjaan yang berat dan karir yang menuntut untuk fokus.
Psikolog keluarga dari Universitas Indonesia Sani B Hermawan mengatakan, faktor material seperti kesiapan fasilitas dan finansial menjadi pertimbangan yang memengaruhi keputusan pasangan untuk memiliki anak atau tidak.
Dari sisi finansial, kata ia, berapa mereka bisa tabung untuk anak mereka, terus kehidupan seperti apa yang mereka ingin bangun, apakah mereka oke dengan masih nebeng di rumah orang tua.
Baca juga:
Dedi Mulyadi Ingin Anak-anak Rileks dan Bantu Orang Tua di Rumah, Sekolah Dilarang Memberi PR
"Atau mereka siap untuk misalnya ya udah ngontrak dan sebagainya, jadi sebenarnya kalau secara material tetap bisa terukur,” kata Sani.
Adanya fasilitas yang dianggap cukup oleh pasangan bisa menjadi alasan mereka siap untuk memiliki anak. Namun yang mempertimbangkan faktor ini datang dari kalangan yang teredukasi atau menengah dan tinggi.
Justru untuk kalangan bawah, mereka tidak memikirkan faktor material dan hanya melahirkan anak apa adanya.
Sementara, kalangan menengah atas biasanya keputusan untuk memiliki anak dibarengi dengan keraguan apakah mereka sanggup untuk membiayai anaknya dengan sebaik mungkin, atau terbentur karena pekerjaan yang berat dan karir yang menuntut untuk fokus.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan pasangan untuk memiliki anak adalah kesiapan mental atau imaterial, maka itu konsultasi dengan profesional atau kerabat yang sudah berpengalaman bisa menjadi cara untuk memantapkan diri memiliki anak.
"Ketika mau punya anak ada kekhawatiran kehadiran anak ini enggak jadi apa-apa biasanya, takutnya gagal sebagai orang tua misalnya," katanya.
Ketakutannya lainnya, juga anak ini tidak bisa tumbuh baik. Sehingga, harus banyak konsultasi dengan professional.
"Psikolog dan juga mungkin bertanya pada orang-orang yang dia percaya bisa membuat mereka jadinya yakin gitu,” katanya.
Sani menyatakan, sampai kapan pun orang tua akan merasa selalu tidak siap atau selalu merasa kurang dalam membimbing anak.
"Maka itu setiap proses perjalanan tumbuh kembang anak akan hadir juga orang tua yang terus memperbaiki gaya pengasuhannya dan harus selalu berproses untuk melengkapi dirinya dalam memberikan yang terbaik untuk anaknya," katanya dikutip Antara.
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Masalah Anak Picky Eater Ternyata Bisa Diatasi Lewat Permainan Sensorik
Mengintip Keseruan Anak-anak Bermain Air Aliran Sungai Ciliwung Jakarta

Suka Cita Ratusan Anak Ikuti Sunatan Massal di Gedung DPR Jakarta

Atiya Purnomo Rilis Lagu ‘Ayo Garuda’, Persembahan Semangat untuk Timnas Indonesia

34,6 Juta Pasangan Nikah Siri di Indonesia, Istri dan Anak Tidak Terlindungi Hukum

Fakta Kawin Campur di Jakarta: Pria AS dan Cewek Singapura Jadi Idaman WNI

Datangi Polda Metro, KPAI Kawal Ratusan Anak yang Ditangkap Saat Demo 25 Agustus

Aksi Anak-anak Ikuti Karnaval Meriahkan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Jakarta

Kisah Pilu Bocah Sukabumi Meninggal Akibat Cacing, Pemerintah Akui Layanan Kesehatan Masih Pincang

Istana Bantah Rencana Pajak Amplop Hajatan Pernikahan
