Gemar Stalking Aktivitas Orang Berdampak Buruk untuk Kesehatan Mental

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Jumat, 18 Oktober 2024
Gemar Stalking Aktivitas Orang Berdampak Buruk untuk Kesehatan Mental

Stalking sering dilakukan via media sosial. (Foto: Pexel/Kerde Severin)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

Merahputih.com - Stalking merupakan aktivitas tidak etis dan tidak sopan yang mendorong seseorang ingin tahu apa yang dilakukan orang lain. Baik itu stalking melalui media sosial maupun stalking di dekat orang yang dimaksud.

Stalking merupakan bahasa yang populer di kalangan anak muda. Dalam bahasa Indonesia, stalking disebut menguntit. Ekpresi menguntit ini pun beragam, bisa melalui sosial media, menunggu korban, intens menunjukan diri, termasuk memberikan hadiah.

Kemajuan zaman yang ada, seseorang cenderung menguntit orang lain melalui sosial media. Biasanya untuk menyamarkan jejak menguntit, penguntit menggunakan akun cadangan atau second account.

Dilansir dari laman Talklife, ada beberapa alasan seseorang melakukan stalking. Pertama, karena alasan takut ketinggalan atau FOMO.

Maksud dari takut ketinggalan ini adalah media sosial menciptakan ilusi koneksi langsung. Di mana membuat penggunanya mengalami kecemasan dan FOMO jika merasa orang lain menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan lebih memuaskan dari hidupnya sendiri.

Dengan kata lain penguntit punya indikasi rasa iri. "Mereka tidak pantas mendapatkan waktu yang lebih baik daripada saya karena mereka melakukan ini atau mengatakan itu," bunyi benak seorang penguntit.

Baca juga:

Masih Suka Stalking Mantan, padahal sudah Punya yang Baru, Awas Berujung Selingkuh

Alasan kedua, stalking bertujuan menimbulkan nostalgia dan keterikatan emosional. Inilah alasan mengapa sebagian orang menguntit mantan mereka.

"Meskipun mereka sedang menjalin hubungan asmara? Hubungan masa lalu kita, baik romantis maupun tidak, dapat meninggalkan jejak yang membekas di hati kita," bunyi benak penguntit.

Disebutkan seseorang yang intens menguntit orang termasuk mantan lain melalui berbagai aktivitasnya, berarti orang tersebut tidak memiliki ketenangan yang dibutuhkan dirinya sendiri. Sehingga sangat sulit untuk benar-benar melepaskannya.

Selain itu, alasan ketiga orang menguntit adalah melihat perbandingan dan menemukan kecemburuan. Media sosial menyajikan versi ideal kehidupan orang-orang, sering kali memamerkan prestasi, perjalanan, dan hubungan mereka.

Baca juga:

Langkah-Langkah Ekstrem Stalking Pacar yang Diduga Selingkuh

Paparan terus-menerus terhadap konten yang dikurasi ini dapat memicu kecemburuan dan mengurangi harga diri. Menggunakan orang-orang yang kita irikan sebagai titik acuan untuk pencapaian diri sendiri, alih-alih menetapkan tujuan diri meraih kesuksesan dan kebahagiaan, hal itu menjauhkan dari apa yang benar-benar penting bagi kita.

Di luar negeri, aktivitas menguntit bisa dipidana. Apabila penguntit sampai dilaporkan menimbulkan ketakutan dan memberikan tekanan mental ke korbannya.

Melalui sisi korban sudah pasti, aktivitas menguntit mengurangi kualitas hidupnya, sampai bisa menyebabkan kerugian ekonomi, hingga mengancam nyawa.

Baca juga:

Terang-terangan Stalking Mantan, Siapkan Keberanianmu

Sedangkan penguntit sendiri tanpa sadar juga mengalami kerugian akibat aktivitas yang membuatnya kecanduan. Dilansir dari Talklife, disebutkan penguntit akan mengalami gangguan kesimbangan kesehatan mentalnya.

Seperti aktivitas membandingkan diri dan putus asa. Penguntit akan terus menerus membandingkan diri dengan orang lain dapat menimbulkan perasaan tidak mampu, sebab menganggap hidup diri sendiri lebih rendah atau kurang menarik dibandingkan dengan orang-orang yang kita ikuti.

Selain itu, seseorang yang menguntit ibarat memberi makan emosi negatif. Memantau pergerakan orang lain bisa memicu iri serta memperkuat emosi negatif, memperpanjang proses penyembuhan diri dan menghambat pertumbuhan pribadi.

Dilansir dari laman dvsn, disebutkan di Amerika Serikat tercatat, 13,5 juta orang pernah menjadi korban penguntitan. Dengan komposisu, 78 persen korban penguntitan adalah wanita. Sedangkan dari catatan kasus yang ada, sebanyak 87 persen pelaku adalah pria. (Tka)

#Media Sosial #Kesehatan Mental
Bagikan
Ditulis Oleh

Tika Ayu

Berita Terkait

Indonesia
Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan
Polisi kini masih memburu akun media sosial, yang menyebarkan provokasi demo hingga penjarahan.
Soffi Amira - Kamis, 04 September 2025
Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Indonesia
Provokasi Bakar Bandara Soetta di TikTok, Pekerja Swasta Jadi Tersangka
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik tidak melakukan penahanan terhadap CS, melainkan mewajibkan yang bersangkutan untuk melapor dua kali dalam sepekan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 04 September 2025
Provokasi Bakar Bandara Soetta di TikTok, Pekerja Swasta Jadi Tersangka
Indonesia
Layanan TikTok Live Dikabarkan Dimatikan
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo sebelumnya mengemukakan rencana untuk memanggil penyedia platform media sosial seperti Meta dan TikTok guna membahas penanganan konten-konten provokatif di media sosial.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 30 Agustus 2025
Layanan TikTok Live Dikabarkan Dimatikan
Lifestyle
Terima Challenge Ekstrem, Streamer Prancis Jean Pormanove Meninggal saat Siaran Langsung
Polisi Prancis kini menyelidiki kematian streamer 46 tahun itu.
Dwi Astarini - Kamis, 21 Agustus 2025
 Terima Challenge Ekstrem, Streamer Prancis Jean Pormanove Meninggal saat Siaran Langsung
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Dunia
Australia Masukkan YouTube ke Larangan Media Sosial untuk Anak-Anak di Bawah 16 Tahun
Ini bukanlah satu-satunya solusi, tapi ini akan membuat perbedaan.
Dwi Astarini - Kamis, 31 Juli 2025
  Australia Masukkan YouTube ke Larangan Media Sosial untuk Anak-Anak di Bawah 16 Tahun
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Bagikan