Enggan Kasasi Kasus Pinangki, Reformasi Birokrasi Kejagung Dinilai Gagal


Jaksa Pinangki. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kejaksaan Agung memutuskan menerima hasil kasasi mantan pegawainya, Pinangki Sirna Malasari, yang divonis dari 10 tahun bui menjadi hanya 4 tahun dalam kasus suap Djoko Tjandra. Keenganan JPU tidak mengajukan kasasi Pinangki diduga karena sesama jaksa.
"Mengenai keengganan JPU mengajukan kasasi bisa jadi didasarkan pada perasaan satu korps atau esprit de corps, tetapi juga sangat mungkin karena putusan dianggap sudah sesuai dengan tuntutannya," ujar
Sementara Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar dalam keteranganya, Jumat (16/7).
Baca Juga:
MAKI Duga Kejagung Tak Kasasi Vonis Pinangki Untuk Tutupi Peran King Maker
Fickar menyebut, kasus Pinangki menjadi bukti bahwa pengawasan melekat (waskat) dan reformasi birokrasi yang ada di Kejaksaan Agung telah gagal dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Waskat itu hampir tidak pernah efektif, tidak mungkin jeruk makan jeruk," katanya.
Ia menegaskan, saat ini perlu dirangsang dan ditumbuhkan dalam kondisi kejaksaan ini, adalah keberanian masyarakat untuk melaporkan jika menjadi korban atau melihat pemerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kejaksaan.
Kejaksaan Agung dinilai Fickar, kurang serius dalam melakukan pengawasan secara internal. Terutama pada jaksa-jaksa yang menangani perkara berpotensi terjadi transaksi.
"Baik mengenai pasal pasal dakwaan/tuntutan maupun mengenai upaya paksa yang dilakukan jaksa. Seperti penahanan dan penyitaan barang yang diduga hasil kejahatan, saat ini berpotensi transaksional," kata Fickar.
Ia berharap, peran kontrol masyarakat, utamanya pers menjadi sangat penting. Sehingga dibutuhkan juga keberanian media untuk menampilkan berita penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada aparat penegak hukum di tengah kondisi masyarakat bersikap apatis dan masih sibuk dengan kebutuhannya masing-masing.

"Sepanjang tidak ada kasus yang menimpanya, kejaksaan menjadi tidak relevan dalam kehidupan sehari-harinya," katanya.
Sebelumnya, vonis majelis hakim dalam sidang banding jaksa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dipangkas dari 10 tahun menjadi empat tahun. Pemotongan hukuman tersebut diputuskan majelis hakim dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya karena Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya.
Hakim juga mempertimbangkan Pinangki adalah seorang ibu dari anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan. Padahal, dalam persidangan, Pinangki menerima uang USD 500 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sebagai uang muka terkait kepengurusan fatwa di MA. (*)
Baca Juga:
Ogah Kasasi, Kejaksaan Agung Disebut Takut Jika Pinangki Buka-Bukaan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Ketua Baleg DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Dibahas Tahun ini, Tekankan Transparansi Publik

Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Lantik Mahfud Md jadi Jaksa Agung untuk Berantas Pejabat yang Korupsi
![[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Lantik Mahfud Md jadi Jaksa Agung untuk Berantas Pejabat yang Korupsi](https://img.merahputih.com/media/84/b7/b6/84b7b638ba8344d0858412813899c68f_182x135.png)
5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

KPK Buka Peluang Panggil Ketum PBNU Terkait Korupsi Kuota Haji

Draf RUU Tentang Perampasan Aset Saat Ini Disebut Beda Dengan Draf Zaman Jokowi

Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi
