Efek Perang As VS Iran Terhadap Indonesia


Pengunjuk rasa melakukan protes pembunuhan terhadap pemimpin pasukan elit Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani di Teheran, Jumat (3/1/2020). ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency)/Nazanin Tabatabaee
MerahPutih.com - Ancaman meletusnya perang dunia ketiga atau World War III pasca tewasnya perwira militer senior Iran sekaligus komandan Iran Revolutionary Guard Corps Mayor Jenderal Qasem Soleimani, semakin terbuka lebar.
Soleimani, tewas dihantam roket Militer Amerika Serikat (AS) saat turun dari pesawat yang mendarat di Bandara Baghdad, Irak. Selain Soleimani, wakil komandan milisi Syiah Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, petinggi milisi Kataib Hizbullah, dan seorang petugas protokoler bandara Irak, Mohammed Reda juga turut meninggal dalam insiden tersebut.
Baca Juga
Analis Konflik Timur-Tengah: Trump Bukan Obama, Dia Menikmati Chaos
Merespons hal itu, Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami menegaskan pihaknya akan mengambil langkah pembalasan atas pembunuhan Soleimani. Gayung pun bersambut. Presiden AS Donald Trump secara terbuka sudah membidik 52 lokasi di Iran jika bila Iran melalukan serangan balasan.
Analis konflik dan terorisme Timur Tengah, Alto Luger menilai bila perang benar-benar terjadi tak akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. Alto menjelaskan, mayoritas warga Iran, adalah muslim Syiah, sementara warga Indonesia didominasi oleh muslim Sunni.
"Iran adalah mayoritas Syiah, dan itu kenapa gaungnya tidak terlalu besar di Indonesia walaupun Iran mengkampanyekan semangat anti neo imperialisme yang dilakukan Amerika," kata Alto kepada MerahPutih.com, Selasa (7/1).

Alto mencontohkan pernyataan sejumlah tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut Syiah bukan bagian dari Islam. Namun, di saat yang sama mereka mengutuk penyerangan terhadap Soleimani.
"Jadi dia bukan meningkatkan sentimen agama, tapi meningkatkan sentimen terhadap hegemoni AS. Itu di Indonesia," ujarnya.
Baca Juga
Dubes Iran di PBB: Balasan untuk Aksi Militer Adalah Aksi Militer
Menurut Alto, respon negara-negara Islam lainnya atas terbunuhnya Soleimani pun biasa-biasa saja. Misalnya negata di teluk, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang mengambil posisi diam ataupun mengecam tindakan AS tapi tidak mengutuk.
"Jadi, memang kepentingan stabilitas mereka sendiri menjadi pertimbangan utama. Jadi memang Trump ini, di balik kegilaannya, ia cukup jenius melakukan hal diluar norma hubungan internasional selama ini," tutur Alto.
Di sisi lain, sebagian pihak juga berpendapat jika perang terjadi maka Rusia dan Cina akan berada di kubu Iran melawan AS. Namun, Alto menilai hal itu sulit terwujud. Tak semudah saat Rusia mengambil posisi mendukung Suriah.
Saat konflik di Suriah memuncak, Rusia memasok persenjataan bagi tentara Presiden Assad untuk melawan pemberontak yang ingin menjatuhkanya.
Rusia melakukan itu semua demi menjaga pelabuhan Suriah, Tartous, yang berfungsi sebagai basis Mediterania Rusia untuk armada Laut Hitam, dan sebuah pangkalan udara di Latakia.

"Kepentingan armada mereka (Rusia) yang pada saat itu pasar mereka terakhir di negara-negara Timur Tengah itu ada di Suriah. Dia (Rusia) tidak mendukung rezimnya, tapi mempertahankan bisnisnya di situ," bebernya.
"Dan AS dan Rusia sama-sama bermain di Suria tapi mereka punya conflicting method. Itu adalah zona the conflicting, dan mekanisme the conflicting yang mereka pakai agar mereka tidak saling menyerang," sambung Alto.
Baca Juga
Dengan demikian, menurut Alto, negara-negara besar seperti AS, Rusia dan Cina, akan tetap mempertontonkan perselisihan di wajah publik sebagai upaya tetap mepertahankan hegemoni mereka.
"Karena mereka ini terlalu besar untuk sampai berperang. Jadi kemungkinan konfrontasi itu menurutku ada tapi sangat kecil. Kemungkinannya Iran akan melakukan pembalasan-pembalasan asimetris dengan memakai tangan kedua, ketiga, atau keempat," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Hakim Batalkan Kebijkan Pemotongan Dana untuk Harvard oleh Donald Trump, Pemerintah akan Ajukan Banding

Kesehatan Presiden AS Donald Trump Jadi Bola Panas di Media Sosial, Tetap Menyebar meski sudah Dibantah

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Dubes RI Harus Tarik Investor ‘Kelas Kakap’ hingga Perluas Akses Pasar di Amerika Serikat, DPR: Intinya Harus Menguntungkan Indonesia

Cuma Bawa 4 Pemain, Iran tak Gentar Bersaing di Asian Cup Woodball Championship 2025

Ini Yang Akan Dibahas Dalam Pertemuan Trump dan Putin di Alaska

Meksiko Kirim 26 Tokoh Kartel Narkoba ke AS, Ada Deal dengan Trump

UFC akan Gelar Pertarungan Perdana di Gedung Putih, Rayakan 250 Tahun AS

Gedung Putih Umumkan Rencana Pembangunan Ballroom Baru Senilai Rp 3,2 Miliar, Dana Disumbang Trump dan Donor Anonim
