DPR RI Buka Suara Soal Polemik Study Tour Jabar, Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin Gaduh?
Ilustrasi seragam wuda siswais sekolah. Merahputih.com / Rizki Fitrianto
Merahputih.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyikapi kontroversi pelarangan kegiatan study tour oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurut Lalu, study tour seharusnya tetap boleh dilaksanakan asalkan memenuhi tiga kriteria utama yakni memiliki nilai edukasi, tidak memberatkan orang tua, dan memberikan manfaat nyata bagi siswa.
"Selama study tour itu untuk kepentingan edukasi, maka silakan aja dengan catatan tidak memberatkan orang tua. Dan ouput untuk siswa benar-benar untuk kepentingan pendidikan," ujar Lalu Hadrian Irfan, Selasa (29/7).
Ia menekankan bahwa study tour bukan sekadar rekreasi, melainkan sarana pembelajaran kontekstual yang memperkaya pengalaman siswa di luar kelas. Kegiatan ini bisa melengkapi metode pembelajaran tematik, penguatan karakter, hingga literasi budaya dan sejarah.
Baca juga:
PDIP Minta tak Ada Larangan Study Tour, Bisa Berdampak ke Desa Wisata
Meski demikian, Lalu juga mengingatkan bahwa study tour harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang tua dan tidak boleh menjadi ajang komersialisasi. Ia menyarankan sekolah untuk berkoordinasi dengan komite sekolah dan dinas pendidikan dalam perencanaan, serta menyusun indikator keberhasilan yang terukur agar manfaat kegiatan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain larangan study tour, beberapa kepala daerah di Jawa Barat juga tidak sepakat dengan kebijakan Dedi Mulyadi tentang jam masuk sekolah lebih awal. Mereka menilai kebijakan tersebut memberatkan siswa dan orang tua, serta kurang mempertimbangkan kondisi daerah masing-masing.
Contohnya, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, dan Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang mengembalikan jam masuk sekolah ke waktu semula setelah mengevaluasi dampak negatifnya.
Baca juga:
Menanggapi perbedaan pandangan ini, Lalu Hadrian Irfani mendesak koordinasi lintas pemerintahan daerah dalam menyusun kebijakan strategis pendidikan harus diperbaiki. Ia menegaskan bahwa kebijakan pendidikan tidak bisa diputuskan sepihak karena setiap daerah memiliki konteks sosial, infrastruktur, dan kapasitas yang berbeda.
Lalu mendorong semua pemangku kebijakan untuk mengedepankan kolaborasi dan komunikasi terbuka dalam merumuskan kebijakan pendidikan, mengingat sektor ini sangat strategis dan berdampak langsung pada keluarga serta masa depan bangsa.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Desak Pengumuman UMP 2026 Transparan Agar Tak Ada Dusta
Negara Diminta 'Jemput Bola' Urus Sertifikat Korban Bencana Sumatera, Jangan Tunggu Rakyat Mengemis
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Sindir Kinerja Kemenkes, Komisi IX DPR Sebut Pemulihan RS Pasca Banjir Sumatra Terlalu Santai
Desak Negara Hadir Selamatkan Pendidikan 700 Ribu Anak Papua
DPR Minta Imigrasi Plototin WNA Jelang Nataru Biar Enggak Kecolongan Pelanggaran Administrasi Hingga Narkoba
Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bentukan Prabowo Diharap Jadi Juru Selamat Korban Banjir Sumatra
Keadaan Korban Bencana Sumatra Makin Mengkhawatirkan, Komisi V DPR: Pemerintah tak Perlu Malu dan Alergi Terima Bantuan Asing
Komisi V DPR Dukung Pembentukan Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sumatra
Kasus Kakek Dipenjara karena Curi 5 Burung Cendet, DPR: Hukum Harus Berkeadilan